♡Harapan♡

99 3 0
                                    

Usai sholat subuh Husain menghampiri Fatih yang sedang sibuk membolak balik bacaannya, ia masih mengenakan perlengkapan sholatnya. Dengan langkah ragu Husain menghampiri Fatih.
“Tih, saya mo ke hotel bentar, kalo ada yang cari, bilang lagi keluar,” ucapnya pelan, Fatih terhenyak mendengarkan, terheran-heran karena perihal hotel.

Sejak kapan Husain gemar kehotel? Ah, bukan gemar karena baru kali ini. Tapi tetap saja negganjal pikiran.

“Kamu ngapain kehotel? Hari ini, hari yang penting loh, kok malah ke hotel?” tanya Fatih tidak habis pikir, di hari wisuda, sahabatnya malah kehotel. Mana Husain yang kalem? yang ditanya malah senyum tak tertebak.

"Aku tahu yang kamu pikirkan, Tih." Ucap Husain, bangga.

"Selain mahir kehotel, sekarang pandai membaca pikiran, besok kamu mahir apalagi?" Tanya Fatih, datar. Husain tertawa.

“Fatih, pola pikir itu di instal dikitlah, emang ke hotel cuma mau gitu-gitu doang?" Tanya Husain sambil menekukan dua jarinya ke udara. Fatih nampak berpikir sebentar, lalu menggeleng. Husain tersenyum "Nah ... pintar." Husain menepuk lengan Fatih. "Aku kehotel mo nemuin ortu dulu sebelum wisuda, pria kaku," lanjut Husain.

"Pria kaku?" Fatih mengernyit.

"Ya, by dude." Pamit Husain sambil lalu.

Sok keren.

Fatih hanya tersenyum simpul, dia memang peka terhadap hal begituan, pria konservatif. Kak Fatih peyot. Begitu kata Zahra. Mungkin pikiran konservatifnya Fatih yang dimaksud Zahra peyot.

***

Disinilah mereka dalam lautan manusia setelah menerima ijazah magister dari rektor sekaligus guru besar  universitas. Dilanjut prosesi pengambilan gambar seperti wisudawan pada umumnya. Hanya saja, cara pria lebih dalam mengekspresikan hal begini lebih tenang ketimbang peserta wisudawati, yang selfi-selfi sana sini dengan hysteria berlebihan.

“Selamat untukmu, Rahman Al-Fatih." Fatih dikejutkan dengan ucapan selamat dari Kinanti,  serangkai bunga pula disertakan gadis itu. Ia terlihat sangat cantik dengan balutan jilbab pink nude dipadu khimar selutut berwarna senada, motifnya kembang-kembang. Wajahnya flawless, bibirnya dipolesi sedikit dengan liptint reddish. Wajar kalau Fatih terpesona dengan kecantikkan gadis di depannya itu.

Siapa pun yang tak terpesona olehnya. Barangkali, dia menderita kelainan. Cantik, smart, solehah dan dari latar belakang keluarga terpandang. Apalagi yang kurang?

Namun, bagi hati yang di penuhi unsur alam semesta yang paradoks. Tentu kecantikkan tidak akan mampu mengganti posisi seseorang yang terpilihkan.

Begitu yang dirasakan Fatih, bukannya tidak bersyukur atas kedatangan Kinan. Tapi, hati kecilnya mengatakan, Bukan ini yang ia  harapkan. Ia hanya mengharapkan gadis sederhana itu. Pemilik pipi gembil, pemilik mata sayu, hidung mungil yang bangir. Gadis yang tingkahnya mirip tumbuhan perdu, mimosa pudica, orang-orang menyebutnya putri malu. Seperti itulah Zahra, ia akan malu, dan kikuk, di tengah pembicaraan serius sekalipun. Jika ada yang mulai membuat lelucon dengan ungkapan perasaan yang tertuju padanya, ia akan tiba-tiba diam, menampakkan wajah datar, sok jutek, tapi pipi gembilnya bersemu merah."

Ah, alangkah bahagianya jika Zahra di sini. menyaksikannya, dan mengambil gambar bersamanya.

Kinanti merasa terabaikan, Fatih lebih banyak diam dan menunduk. Gadis itu hendak membalikkan badan,
“Terima kasih Kinan, aku merasa menjadi orang penting dengan kedatanganmu." Gadis itu tersipu. "Apa ada sanak yang diwisuda juga hari ini?" Tanya Fatih seraya tersenyum ringan. Kinan terdiam, senyumnya seketika lesap.

Akasara Cinta  Dalam  Bait DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang