Wildan - 3

305 14 0
                                    

"I do not know what I was thinking. But I know, there you are in it."

oo0oo

Agustus, 2016

Di sekolah, aku bertemu dengan teman-temanku yang satu kelompok denganku. Di sekolahku, tempat duduknya memang sengaja dibuat berkelompok. Mungkin karena sekolahku lebih banyak menggunakan pembelajaran secara diskusi daripada individualistik. 

Aku menjadi orang yang datang ke-empat setelah Greta, Laurie, dan Zara. Aku merasa beruntung berkelompok dengan mereka. Karena mereka semua memiliki jalan pikiran yang hampir sama denganku. Dan diantara teman sekelasku, merekalah yang kuanggap paling normal. Khususnya Zara. 

Zara sendiri yang paling dekat denganku. Aku merasa paling nyaman bersama dengannya. Walau terkadang ia sedikit menyebalkan dan ceroboh. Yang paling berbeda diantara kami yaitu ketika Zara memiliki saudara kembar yang bernama Sara. Namun Sara tidak berada dalam satu sekolah dengan Zara. 

Sedangkan Greta sendiri adalah seorang music addict. Khususnya untuk lagu yang berjenis EDM yang belakangan ini banyak digandrungi oleh pemuda dan pemudi. Istimewanya, Greta juga pandai bermain Piano. Dia sering menjadi pengiring untuk acara di gerejanya. 

Jika Greta memainkan piano, beda pula dengan Laurie. Laurie bisa memainkan alat musik petik yaitu gitar. Selain bermain gitar, dia juga pintar dalam IT. Kalau bagian edit-mengedit sesuatu, dia adalah jagonya. Selain itu, dia juga praktis dalma mengerjakan sesuatu. Mirip sepertiku.

"Eh, aku nyontek PR-nya, ya? Aku ada yang belum selesai." Sapaku di pagi hari kepada mereka. Bukan sapaan pagi, melainkan permintaan untuk menyontek. 

"Nggak tahu aku juga belum selesai. Aku takut salah, lihato punya Laurie aja." Jawab Greta yang masih sedang menulis. 

"Aku yo nggak ngerti. Kalau salah jangan salahin aku, ya!" Jawab Laurie sambil membandingkan jawabannya dengan soal yang terdapat di buku paket.

"Benar atau salah mah urusan belakang. Yang penting ngerjain dulu." Jawabku sambil menyusul Greta dan Zara yang sedang menyalin jawaban Laurie. 

"Eh, aku tadi se-angkot sama anak SMP sebelah." ucapku di tengah-tengah kegiatan menyalin PR. "Yaampun, dia tuinggiiii...." lanjutku sambil senyum-senyum sendiri membayangkannya.

"Yang mana sih anaknya? Dari kemarin kamu bilang tentang anak SMP sebelah terus." Sahut Greta yang mulai memasukkan pulpennya ke tempat pensil. 

"Ntar deh kalo misalnya ketemu pulangnya aku tunjukin ya, Gret." jawabku kepada Greta.

"Emang anaknya kayak gimana?" tanya Laurie.

Aku berpikir, "pokoknya dia tinggi. Nggak ganteng amat sih, kayake dia gamers." jawabku. 

Aku teringat ketika aku masuk ke dalam angkot. Saat itu dia sedang bermain games di handphone-nya. 

"Tinggi kayak pangeranku ta?" Tanya Zara. Zara memang sedang menyukai adik kelas yang famous di sekolah kami. Tampangnya sih lumayan, tapi kelakuannya ... playboy abis. Bertolak belakang dengan kelakuan Zara yang lemah lembut. 

"Hmm ... Iya, tinggi, tapi dia kurus. Pokoknya nggak sebesar pangeranmu, Za." Jawabku. 

"Eh, ayo ke depan. Bosen di kelas." Usul Greta sambil beranjak dari tempat duduknya.

Aku, Laurie, dan Zara pun ikutan ke depan menyusul Greta. 

"Eh, Za, ada pangeranmu." Laurie memberitahu Zara. 

WildanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang