Ujian nasional tinggal menunggu jam lagi. Kurang tiga jam aku akan melaksanakan ujian nasional pertama. Aku masuk dalam gelombang 1. Jam 8 pagi, aku sudah harus memulai untuk mengerjakan soal Bahasa Indonesia.
Mengerjakan soal bahasa Indonesia dibutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam membacanya. Aku sudah menyiapkan diri dengan baik untuk ulangan nanti. Saat ini aku sudah memasuki ruangan. Aku berjalan menuju bangku yang sudah dipasang nomor ujianku.
Sepuluh menit kemudian aku sudah memulai mengerjakan soal-soal yang ada di dalam monitor. Aku bersyukur karena aku bisa mengerjakan soal itu dengan mudah. Walaupun aku kurang menyukai pelajaran ini, tetapi setidaknya aku suka membaca. Itu cukup membuatku tidak kualahan ketika harus menghadapi bacaan yang panjangnya bikin sakit mata.
Setengah jam tersisa, suasana ruangan mulai gaduh. Apalagi kalau bukan karena beberapa soal yang cukup membuat teman seruanganku bertanya-tanya. Walaupun peraturan sesungguhnya sudah diumumkan di awal, bahwa ruangan ujian harus tenang. Tapi, tetap saja mereka masih bisa berdiskusi.
Sayangnya, aku tidak melakukan itu. Posisi ujian kali ini sungguh tidak menguntungkan bagiku. Aku harus duduk di kursi paling pojok kanan, lalu kursi depan dan belakangku kosong.
Memang ada satu laki-laki di samping kiriku, tetapi menurutku dia rada aneh. Aneh disini karena dia yang selalu bertanya-tanya kepadaku. Itu semua membuatku tidak bisa bergerak barang sekali pun.
Dua jam lamanya tidak terasa aku sudah menyelesaikan ujian di hari pertama. Setelah selesai, aku dan teman-temanku keluar dari ruangan. Lalu gelombang kedua pun masuk menggantikan kami.
Aku kembali ke kelas dan langsung mengambil botol minum. Dua jam ulangan membuat diriku sangat gerah. Ditambah lagi dengan suasana yang tidak kondusif, semakin membuatku merasa kepanasan.
"GILAAA!"
Aku melihat teman satu kelasku yang baru masuk. Rupanya ulangan hari ini cukup membuatnya stress. Aku menghela nafas sejenak. Beruntung aku tidak banyak memiliki kesulitan.
Kringgg...
"Kuy Mcd guys!" teriak Dina, salah satu perusuh kelas.
"Traktir gue yak!" timpal Rika, masih satu kawan dengan Dina.
"Yaelah, gue gabawa uang." sahut Rizky, anak cowok yang kebiasaan kumpul bareng cewek-cewek.
"Oy, Na! Nggak pulang? Apa ikut anak-anak ke Mcd?" tanya Zara membuyarkan lamunanku.
"Hmm ... pulang aja deh. Greta sama Laurie pulang juga 'kan?"
"Iya donk. Besok Matematika cuy, kudu belajar serius." Jawab Laurie.
"Aku juga pulang. Maagku kumat," lanjut Greta.
"Ok, aku pulang aja kalau begitu." Putusku akhirnya memilih untuk pulang.
oo0oo
Seperti hari-hari biasanya, aku dan Greta menaiki angkot yang sama. Seperti beberapa minggu ini pula aku tidak menemukan Wildan di tepi jalan biasanya.
Aku menghembuskan napas perlahan. Entah kenapa ada secuil perasaan kesal karena tidak melihatnya. Masa sekolah SMP-ku tersisa dua bulan lagi. Tidak banyak waktu yang tersisa untuk dapat bertemu dengan Wildan lagi.
Dengan jarak sekolah yang dekat begini saja, aku sudah kesusahan untuk sekedar melihat sosoknya. Apalagi nanti SMA, yang belum jelas dimana aku dan dia bersekolahnya.
Kalau begini caranya, lama-lama aku juga merasa bosan karena menunggu sesuatu hal yang tak pasti. Mau tidak mau, aku harus segera melupakan dia.
Lagian, selama ini yang mengharapkan hanyalah aku. Bagaimana bisa bertemu kalau yang niat cuma satu. Kalaupun bertemu, itu namanya kebetulan saja. Dan kemungkinannya pun sangat kecil. Lagi-lagi aku harus belajar melupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan
Teen FictionKau tahu, hal yang paling menyedihkan bagiku? Aku hanya bisa berada di belakangnya, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kau tahu, hal yang paling menyakitkan bagiku? Ketika aku melihat perempuan lain bisa dengan mudah mendekatinya, sementara aku hanya bi...