Jangan lupa tinggalkan jejak, enjoy!😸
oo0oo
Setelah telat karena kendala dari perempuan bernama Rania, semua siswa dan siswi di barisan lima pun memasuki ruang kelas. Sementara aku hanya bisa berdo'a bahwa kelas untuk saat ini hanya sementara.
"Eh, Na. Lihat tuh, Rania. Pertama kali masuk sekolah udah jadi buah bibir anak kelas." Ujar Zara sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penghuni kelas yang berbisik-bisik tentang Rania.
Sementara yang dibicarakan hanya membuang muka dan cuek mendengar keadaan kelas yang ramai menggosipkannya. Rania mengambil tempat duduk di bangku paling depan.
"Yaudah, biarin aja. Lagian aku masih gak nyangka bisa satu kelas sama tuh cewek." Jawabku sambil melihat Rania dari belakang.
Aku dan Zara memilih untuk duduk di bangku deret tiga dari depan. Tidak terlalu mencolok di depan dan tidak bersembunyi di belakang.
"Eh, itu ada anak cowok nyamperin si Rania, tuh." Ucap Zara lagi sambil menunjuk dengan dagunya.
Mataku mengarah pada dua sosok manusia di bangku paling depan. Awalnya si cowok menghampiri Rania dan mengajaknya berbincang. Tak lama kemudian, si cowok meletakkan tasnya di bangku sebelah Rania yang kosong.
'Gila! Hari pertama duduk sama cowok. Setidaknya cari temen cewek dulu, lah. Kenapa langsung cowok?' Batinku.
Lalu tak lama kemudian, Rania yang awalnya menenggelamkan diri di tengah keramaian mulai sedikit aktif semenjak cowok di sampingnya mengajak bicara. Rania dan cowok itu baru saja bertemu tidak lebih satu jam. Tapi melihat dari keduanya yang sedang asik berbicara, terlihat seperti teman yang sudah lama kenal.
"Eh, itu Rania udah bisa deket gitu ya sama cowok. Lihat deh, masa udah ketawa-tawa sama itu cowok. Dia gak ingat Wildan?" Seruan itu berasal dari Zara yang berada di sampingku.
Aku sendiri masih tidak bersemangat untuk berkenalan. Walaupun tadi waktu pertama masuk kelas aku sempat berkenalan dengan cewek yang duduk di depanku.
"Dari awal aku denger dia udah punya niat gak baik sama Wildan di toko waktu itu, aku rasanya udah malas dan ingin memakinya. Tapi sungguh kesialan, aku dan dia sekarang berada dalam satu kelas." Aku menyahut begitu saja.
Di tengah kegiatanku mengamati dua sosok di bangku paling depan, Kak Davin yang menjadi pembina kami datang memasuki kelas.
"Pagi, Dek. Sekarang 'kan sudah masuk jam 8, acara selanjutnya adalah pengenalan diri di kelas. Mungkin sementara ini samapai waktu yang tidak ditentukan, kelas kalian di sini." Ujarnya begitu ramah di depan kelas.
"Berarti ini udah kelas tetap? Gak ada acak-acakan lagi?" Tanya seorang cowok yang duduk di sudut belakang sebelah kiri.
"Kemungkinannya begitu. Tapi lebih pastinya menunggu keputusan dari guru." Jawabnya membalas pertanyaan dari cowok tadi.
"Ada yang bertanya lagi? Kalau ada yang ditanyakan, kalian boleh tanya-tanya sama saya." Ujar Kak Davin dengan baik.
"Kak, minta id line dong! Biar gampang tanyanya kalau ada di rumah." Dari bangku belakangku menyahut suara perempuan dengan percaya dirinya.
"Alah, modus lo buat bisa chat sama Kak Davin." Sahut perempuan berambut panjang sebahu yang duduk di sebelah kiriku.
"Udah, tenang. Ini id line saya. Silahkan add kalau ada yang ditanyakan." Ujar Kak Davin menengahi. Tangannya pun bergerak mengambil spidol papan tulis dan menuliskan id line nya di papan tulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan
Teen FictionKau tahu, hal yang paling menyedihkan bagiku? Aku hanya bisa berada di belakangnya, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kau tahu, hal yang paling menyakitkan bagiku? Ketika aku melihat perempuan lain bisa dengan mudah mendekatinya, sementara aku hanya bi...