Kuharap kau datang. Kukira kau pangeran keberuntungan. Kukira aku akan menemukan ujung di suatu muara. Tapi, kukira saja.
oo0oo
Hari ini weekend pertama di bulan Agustus tahun ini. Tak terasa, sudah satu bulan lamanya aku bersekolah di SMA. Teman? Tentu aku sudah mendapatkan beberapa teman yang lumayan asyik untuk diajak berbicara. Tapi tetap saja, keberadaan Zara tetaplah yang terbaik bagiku.
Di minggu pertama ini, aku tengah mempersiapkan diri. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Namun aku sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin agar penampilanku di depan Wildan terlihat baik.
Seperti yang kalian ketahui, jam 10 nanti aku akan bertemu dengan Wildan. Mengingat pertemuan keduaku dengan Wildan membuatku tanpa sadar melompat-lompat kesenangan.
"Arrhhhgg!!!"
Tanpa sadar pula aku berteriak di depan kaca lemariku. Aku pun mulai membayangkan diriku saat bertemu dengan Wildan nanti. Mulai dari melihat tubuh tingginya yang atletis, wajah tampannya yang terkesan dingin, lalu gaya bicaranya yang cool dan cuek itu. Ah, membayangkannya saja sudah membuat jantungku jadi tidak sehat.
Sudah dua setel baju yang kucoba. Pilihanku jatuh pada jeans abu-abu cream dan kemeja lengan panjang berwarna navy. Dengan flatshoes hitam beludru dan slingbag hitam, aku sudah siap untuk bertemu dengan Wildan. Rambutku hanya kuikat kuncir kuda. Simple dan casual, penampilan kesukaanku.
Waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Namun aku sudah bersiap diri dengan semua persiapan untuk bertemu dengan Wildan. Aku berjalan keluar dari rumah setelah berpamitan kepada Ibu untuk kerja kelompok. Ya, setidaknya kalau jadi, kemungkinan jam satu siang nanti aku mempunyai agenda kerja kelompok. Tak seluruhnya perkataanku bohong 'kan?
Setelah keluar dari rumah, aku berjalan menyusuri jalanan perumahan. Pagi itu tidak terlalu terik, karena awan di langit masih setia berkumpul bersama. Sampai di luar perumahan, aku masih harus berjalan ke halte bus.
Menukarkan tiket, lalu menunggu bus yang melewati rute ke alun-alun Yogyakarta datang. Setelah menunggu 10 menit, bus yang kutunggu-tunggu datang. Aku pun masuk dan duduk di tempat duduk deret nomor tiga dari sopir di bagian pojok sendirian.
Saat itu masih pagi. Sehingga penumpang bus tidak seramai seperti hari-hari biasa. Aku sendiri menikmati perjalanan pagi itu dengan melihat-lihat pemandangan di tepi jalan melalui jendela.
Tadi malam hujan, membuat jalan aspal semakin menghitam karena bekas rinainya. Tak jarang, terdapat genangan yang bergemericik ketika dilewati oleh kuda besi. Sisa hujan semalam sampai pagi tadi masih bisa kurasakan. Embun dan awan yang masih terlihat kelabu masih menyelimuti langit.
Berbeda jauh dengan suramnya awan di langit, perasaanku minggu itu bahagia. Bahkan mungkin melebihi defini kata excited pada umunya. Tak dapat didefinisikan dengan kata-kata.
Bagaimana tidak? Di hari minggu kamu bertemu dengan seseorang yang sudah lama kamu sukai. Secara pribadi, berdua, di alun-alun kota. Sederhana sih, tetapi mungkin pertemuan kedua ini lebih mengesankan dibanding pertemuan pertama.
Lama melamun, akhirnya bus berhenti di halte tujuanku. Aku pun segera menyampirkan slingbag di bahuku dan turun dari bus setelah mengucapkan terima kasih kepada sopir bus.
Berdiri di atas aspal yang hitam pekat, aku merapikan rambutku dengan mengeratkannya. Mengambil ponselku dan melihat di layarnya apakah penampilanku sudah rapi atau belum. Setelah cukup rapi, aku pun berjalan sedikit dari halte ke alun-alun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan
Teen FictionKau tahu, hal yang paling menyedihkan bagiku? Aku hanya bisa berada di belakangnya, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kau tahu, hal yang paling menyakitkan bagiku? Ketika aku melihat perempuan lain bisa dengan mudah mendekatinya, sementara aku hanya bi...