Wildan - 14

89 7 4
                                    

"Aku mudah merasakan, tapi sulit menyatakan. Aku mudah mengharapkan, tapi sulit melepaskan. Aku mudah memaafkan, tapi sulit melupakan."

oo0oo

Zara: Eh, na. Aku tadi kok kayak lihat cowok mirip Wildan ya?

Ana: Ha? Serius? Kamu dimana sekarang?

Zara: Aku di deket gazebo sama anak-anak.

Ana: Oh yaudah aku masih masuk di ruangan 1.

Zara: Oh, ok.

Ana: Eh emang beneran Wildan? Kamu gak salah lihat kan?

Zara: Gak tahu juga sih😁

Ana: Yaudah ntar kalo udah selesai aku kesana.

Zara: Ok

Aku pun hanya membaca jawaban terakhir dari Zara. Aku sangat bersyukur, Zara dan aku masih bisa satu sekolah. Sedangkan Laurie diterima di sekolah lain namun masih dalam satu kota. Beda lagi dengan Greta, Greta memilih bersekolah di luar kota. Yang otomatis waktu kita berkumpul akan semakin jarang.

Aku melihat nomor antrian. Kurang satu orang lagi, lalu selanjutnya adalah giliranku. Aku pun melihat kembali berkas dan persyaratan yang aku simpang dalam map plastik. Aku menata beberapa supaya nanti aku tidak kesusahan mencarinya.

Bangku di depan sana sudah kosong, aku pun menuju ke bangku tersebut dan menyerahkan nomor antrian. Aku berbincang sedikit dengan guru yang bertugas menanganiku dalam proses tersebut. Setelah lengkap semua, aku pun berterimakasih dan keluar.

Setelahnya, aku menghampiri Ibuku yang menunggu di luar. Aku menyerahkan beberapa lembar data diri yang harus diisi.

"Aku aja yang nulis ini, terus Ibu sekarang bisa ke koperasi buat urus biaya sama seragam ya," ucapku kepada Ibuku.

"Yaudah, Ibu ke koperasi dulu. Di situ kan?" Jawab Ibu sambil menunjuk salah satu pintu di sudut.

"Iya. Aku mau ngisi di deket gazebo aja ya, ada Zara di sana."

"Ya, nanti kalau sudah selesai Ibu ke gazebo. Tunggu di sana." Ucap Ibu lalu berlalu menuju koperasi.

Aku pun berjalan menuju gazebo. Sesampainya di gazebo aku mencari-cari keberadaan Zara.

"Na! Anna!"

Aku pun mencari asal suara yang memanggilku. Rupanya Zara yang memanggilku. Aku pun segera menuju ke tempat Zara duduk bersama kembarannya, Sara.

"Hai, kamu udah selesai daftar ulangnya?" Tanyaku begitu duduk di samping Zara.

"Udah, tinggal nunggu Papa ambil seragam." Jawab Zara.

"Eh, Sara selamat ya diterima di SMAN yang kamu mau." Seruku memberi selamat kepada Sara, kembaran Zara.

"Iya. Tapi padahal aku pinginnya satu sekolah sama kalian. Tapi nilaiku pas-pasan hehe," jawab Sara.

"Gapapa, di sana juga bagus kan?"

"Iya bagus kok. Temenku juga banyak di sana." Jawab Sara.

"Eh, Sar, minta minum donk!" Seru Zara kepada Sara.

"Yah, habis." Jawab Sara ketika melihat botol minum yang dikeluarkannya sudah kosong.

"Ah, ini aku ada minum." Ucapku sambil mengeluarkan botol minumku.

"Minta ya, Na." Jawab Zara sambil mengambil botol minumku lalu menenggaknya.

"Eh, Za, tadi katanya kamu lihat Wildan. Dimana?" Tanyaku setelah menerima kembali botol minum.

"Di depan koperasi tadi. Pas aku keluar eh dia masuk, radak nyenggol aku gitu." Jawab Zara.

"Yang mana sih, Za?" Tanya Sara penasaran.

"Yang itu tadi pas di pintu koperasi, anak cowok tinggi yang nyenggol aku." Jawab Zara menimpali Sara.

"Heem, tapi ya Za, aku kemarin itu lihat namanya di daftar sekolah lain. Bukan di sekolah kita." Ucapku jujur.

"Hmm, gatahu lagi sih. Bisa aja mirip." Gumam Zara.

"Kan bisa aja dia nganterin temennya." Seru Sara tiba-tiba.

"Iya sih." Jawabku membenarkan dugaan Sara.

"Ah gatahu lah, aku mau move on aja. Aku lelah mengejar." Aku mengungkapkan isi hatiku.

"Nah." Ucap Zara.

"Kan memang seharusnya yang mengejar itu laki-laki. Bukannya perempuan." Ucap Sara bijak.

"Sebagai perempuan, kita itu nggak bisa apa-apa. Kita itu cuma bisa diem, stalking, dan ujung-ujungnya cuma bisa memendam perasaan." Lanjut Zara.

"Kalo jujur blak-blakan, ntar dia mikir ini cewek agresif bener. Kalo kita cuma ngejar, dan dia udah perhatian sama kita, kitanya tambah baper." Ucapku mengikuti Sara dan Zara.

"Dia baikin kita sampai kita baper, eh tapi dia baik sama semua cewek." Sara masih melanjutkan.

"Jadi, udah, stop buat kejar Wildan. Perjuangan kamu selama ini itu udah cukup. Kamu udah tahu segala hal tentang dia. Tapi, apa dia tahu tentang kamu? Nggak, 'kan? Bahkan namamu aja paling dia nggak tahu." Ucap Zara merubah posisinya menjadi menghadapku.

Aku pun menimbang-nimbang. Memang kebenaran perkataan Sara dan Zara sangat besar. Tapi, bisa aja kan kalau selama ini Wildan diam-diam juga cari tahu tentang aku. Buktinya, waktu satu bulan yang lalu, dia menggandeng tanganku waktu mau menyebrang. Terus waktu aku bilang terima kasih, Wildan melambaikan tangannya di udara.

Aku menjadi semakin bingung dengan perasaanku. Aku sendiri masih tidak bisa memahami diriku sendiri. Apakah selama ini aku benar-benar suka sama Wildan atau cuma sekedar kagum saja? Aku tidak tahu.

Aku membuang napasku lelah. "Iya, ok. Aku bakal move on, gabakal stalking Wildan lagi, gak mau ngeharapin Wildan lagi. Di SMA ini aku mau fokus sama sekolah." Putusku akhirnya.

oo0oo

Thanks for reading😊
Vote and comment😗
Enjoy!
Follow ig: linskyer

WildanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang