Wildan - 17

88 5 0
                                    

Juli, 2017.

Liburan telah berakhir. Menandakan bahwa kegiatan sekolah akan segera dimulai. Besok, hari senin yang akan memulai perjalananku selama di sekolah baru.

Waktu berlalu dengan cepat, pagi hari ini aku sudah siap dengan seragam SMP-ku. Namun tujuan belajarku sekarang bukanlah SMP, melainkan sekolah baruku, SMA negeri di kota Yogyakarta.

Semalam aku sudah membuat janji dengan Zara untuk bertemu di gazebo. Sekarang, aku berjalan menuju gazebo dan mencari tempat untuk duduk.

Setelah menunggu beberapa menit, seseorang datang dan duduk di sampingku. Siapa lagi kalau bukan Zara.

"Hai!"

Aku menoleh ke samping, "hai juga. Tumben cepet." Aku melihat jam, masih pukul enam lebih tiga puluh menit.

"Namanya juga udah SMA. Ya berubahlah." Jawab Zara.

"Oh gitu." Ucapku sambil melirik Zara. "Eh, Za. Kamu bawa apa...."

"Pengumuman!" Pertanyaanku pun disela oleh pengumuman yang bersumber dari speaker sekolah.

"Siswa baru, diharapkan untuk berkumpul di depan perpustakaan dengan membentuk barisan. Lebihnya akan diatur oleh osis."

"Ayo, Za. Buruan, ntar gadapet barisan." Ajakku menarik tangan Zara.

"Lagian kan udah diatur sama osisnya, Na. Gak mungkin gak dapet barisan." Jawab Zara.

"Iya sih, hehe." Jawabku sambil tertawa.

Aku bersama Zara berjalan menuju ke depan perpustakaan. Di sana sudah ada beberapa osis yang teriak-teriak menyebutkan nomor barisannya.

"Barisan satu, siswa yang diterima urutan satu sampe tiga puluh!" Teriak salah satu laki-laki yang menjadi senior osis, aku mengetahui dari jas yang ia kenakan.

"Barisan dua, nomor tiga satu sampe enam puluh. Baris tiga nomor enam satu sampe sembilan puluh." Lanjut perempuan yang berdiri di samping senior osis tadi.

"Eh, Na. Aku urutan seratus tiga puluh. Kamu berapa?" Tanya Zara.

"Aku urutan seratus dua puluh dua." Jawabku sambil menghitung barisan.

"Berarti kita di barisan berapa?" Tanya Zara.

"Pokoknya ini ada sembilan barisan. Kalau kamu urutan seratus tiga puluh berarti kita satu barisan." Seruku kegirangan karena aku bisa sebaris sama Zara.

"Wah iya, syukur banget ya!" Jawab Zara bahagia.

"Yaudah ayo cari baris ke lima. Kita masuk ke barisan lima." Seruku mengajak Zara.

Setelah menghitung dengan benar, aku menggandeng Zara untuk ikut masuk barisan. Kalau tidak salah, kita masuk ke barisan nomor lima yang dipimpin oleh seorang kakak kelas laki-laki yang menurutku lumayan tampan.

"Eh, itu kakak kelas namanya siapa? Ganteng ya?" Seru Zara begitu melihat kakak kelas di barisan paling depan.

"Gak tahu, mau aku tanyain?" Tawarku ke Zara.

"Ah, gausah berlebihan gitu. Aku kan cuma bilang ganteng doang." Jawab Zara mulai kesal, aku mengetahui dari nada bicaranya.

"Iya, iya. Lagian mana berani aku nyamperin kakak kelas langsung. Bisa-bisa dikira sksd gitu." Jawabku bercanda.

Zara pun hanya tersenyum mendengar jawabanku. Aku sendiri sudah tahu kalau Zara suka dengan kakak kelas di SMA ini sejak SMP. Bukan alumni dari SMP-ku, tapi anak aksel dari SMP paling favorit di Yogyakarta.

WildanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang