Aku sudah mencoba melupakannya, tapi mungkin rasa itu masih ada.
oo0oo
Sudah dua bulan berlalu, aku pun sudah mulai untuk melupakanmu. Saat itu aku fokus dengan ujian nasional yang akan aku tempuh dua bulan lagi. Aku harus belajar, mengerjakan latihan soal, dan berusaha memahami pelajaran yang kurang aku kuasai. Terutama matematika. Sungguh, aku lebih memilih menghafalkan materi dibanding harus menghitung angka.
Seperti saat ini, aku sedang mengamati guru di depan kelas yang sedang menerangkan pelajaran matematika bab garis fungsi kuadrat. Selama tiga jam pelajaran itu pula aku hanya bisa menyalin apa yang guru itu tulis di papan tanpa tahu cara mengerjakan dan jalan-jalannya.
Aku melihat jam yang tersampir di tangan, kurang 5 menit lagi jam pelajaran efektif berakhir. Aku tidak sabar untuk pulang. Mungkin karena pelajarannya aku jadi tidak begitu bersemangat hari itmbu.
Kringgg...
"Alhamdulillah," seru teman sekelasku ketika bel baru berbunyi.
Pak Guru yang awalnya menerangkan pun langsung memberhentikan aktivitas menulisnya di papan tulis.
"Loh? Udah bel ya? Cepat sekali..." ujar Pak Guru sambil menutup spidol yang barusan dipakainya.
Teman sekelasku pun mulai bersorak menyambut waktu pulang. Aku bersama teman-temanku pun mulai mengemasi buku-buku ke dalam tas. Kami berjalan beriringan keluar kelas yang kemudian keluar dari gerbang sekolah.
Kami menunggu angkot tujuan kami masing-masing seperti biasa. Aku merogoh kantongku, menyiapkan uang untuk ongkos angkot nanti agar tidak susah nantinya. Setelah mendapatkan uang, aku mengeluarkannya dari kantong.
"Eh, aku gak ada uang kecil nih, takutnya nanti gak ada kembaliannya di angkot." seruku kepada teman-temanku.
"Kamu mau beli jajan ta?" tawar Zara.
"Iya, buat beli jajan dulu aja sana." Laurie menimpali.
"Eh tapi ini udah ada angkot itu Na." ujar Greta.
"Kalau kamu mau naik, duluan aja. AKu gapapa kok sendiri." jawabku kepada Greta.
"Yaudah, lihat angkotnya aja. Kalau kosong aku naik, tapi kalau penuh aku nungguin kamu, ok?" sahut Greta.
"Sip, yuk Za." ajakku ke Zara ke toko pinggir jalan.
"Tungguin aku ya, Ri." ujar Zara mengingatkan Laurie untuk menunggunya.
"Iya."
Aku dan Zara pun berjalan bersebalahan di trotoar. Sampai di toko, aku dan Zara meilih-milih jajanan yang dipajang di luar toko itu. Karena aku niatnya cuma buat tukar uang, aku hanya mengambil 4 jajan 1000an. Setelah selesai, aku dan Zara membayar di kasir.
Sdah mendapatkan uang kecil, aku dan Zara kembali ke tempat di mana Laurie dan Greta menunggu. Tapi sayang, disitu hanya tinggal Laurie saja.
"Yaahhh, Greta udah naik angkot duluan ya?"
"Iya, itu tadi bareng sama do'i-nya." jawab Laurie sedikit tertawa.
"Alah, aku pulang sendiri. Gapapa lah, biar Greta bisa pulang sama gebetannya hehe..."
"Eh, itu ada angkot." ucap Zara begitu melihat angkot yang ditunggu.
"Naik ini ta?" tanya Laurie.
"Iya."
Angkot itu pun berhenti. Tapi sebelum naik, Laurie bertaya dulu kepada sopir tujuan dari angkot itu. Hanya untuk memastikan saja, karena rumah Zara yang memang lumayan jauh. Setelah sopir itu menjawab dengan anggukan kepala, Laurie dan Zara pun menaiki angkot itu.
"Duluan ya, Na." ucap Laurie dari dalam angkot. Sedangkan Zara melambaikan tangannya sambil tersenyum menatapku. Aku pun balik menatap Zara sampai angkot tersebut hilang di belokan depan.
Sekarang tinggal aku sendiri yang menunggu angkot. Aku melihat jam tangan, sudah cukup sore. Itu berarti, semakin jarang pula angkot yang masih bekerja. Kakiku mulai terasa pegal karena berdiri terus sedari tadi. Aku pun duduk di trotoar jalan.
Aku mengambil ponselku dari saku. Melihat notifikasi yang muncul dari beberapa pembaruan. Saat asik-asiknya melihat, ada satu notifikasi yang menarik perhatianku.
'wildan.alhsb baru saja mengirimkan story untuk yang pertama kali'
Aku segera membuka instagram dan langsung mencari-cari snapgram dari Wildan. Setelah ketemu, aku langsung memencetnya dan muncullah beberapa foto di sana. Story pertama berisi foto dari gambar temannya yang memakai kacamata layaknya gamers. Story kedua tidak jauh berbeda dengan foto pertama, bedanya kali ini temannya sedang serius memandang ipad. Apalagi kerjaannya kalau bukan nge-game?
Aku membuang nafasku. Kenapa harus foto temannya? Padahal aku berharap yang muncul adalah fotonya Wildan sendiri. Entah kenapa aku sedikit kesal, padahal aku sudah mulai melupakannya.
Mungkin benar kata orang. Sekeras-kerasnya kita berusaha untuk melupakan seseorang, pasti ada hal yang selalu kita ingat. Entah itu akan menjadi kenangan, atau hal yang susah payah engkau coba untuk menghilangkan. Pada kenyataannya, kamu tidak bisa benar-benar melupakan dia secara utuh. Tapi setidaknya aku sudah mencoba dan berusaha.
Tin...Tin....
Aku tersadar dari lamunanku karena suara klakson mobil yang lewat. Aku melihat dari kejauhan ada angkot yang aku tunggu-tunggu. Aku pun berdiri dan mencegat angkot tersebut untuk berhenti. Aku melihat penumpang di dalam angkot yang cukup ramai. Tapi tak apa, daripada aku harus menunggu lebih lama lagi. Aku pun menaiki angkot tersebut walau harus berdesakan.
oo0oo
Mungkin post terakhir sebelum ujian nasional. Thanks buat kalian yang sudah baca cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan
Teen FictionKau tahu, hal yang paling menyedihkan bagiku? Aku hanya bisa berada di belakangnya, tanpa bisa berbuat apa-apa. Kau tahu, hal yang paling menyakitkan bagiku? Ketika aku melihat perempuan lain bisa dengan mudah mendekatinya, sementara aku hanya bi...