Wildan - 13

84 6 0
                                    

Juni, 2017

Satu bulan berlalu. Selama itu juga aku tidak bertemu dengan dia lagi. Wildan. Laki-laki dengan tubuh tegap dan posturnya yang tinggi, yang mampu membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Selama dua bulan ini, aku juga telah menyelesaikan jenjang sekolah menengah pertamaku. Aku juga sudah diwisuda dan mengetahui hasil akhir nilai ujian nasionalku. Pertama kali aku mengetahui nilai ujian nasional, aku langsung menangis selama empat jam lamanya. Katakanlah aku lebay, tapi aku menangis pasti ada alasannya.

Bukan karena nilaiku tidak baik. Nilaiku cukup baik. Tapi di antara teman satu kelas, nilaiku termasuk jelek. Karena jika aku bandingkan dengan teman-teman sekelasku nilaiku sangat tidak terjangkau. Bahkan aku tidak yakin nilaiku bisa untuk daftar di SMA negeri.

Aku langsung menyalahkan diriku saat itu. Aku menyalahkan keadaan dimana aku mengikuti ujian nasional. Saat keesokan harinya, aku melihat raut wajah teman-temanku yang bahagia dan bersyukur. Pasalnya, kelasku adalah kelas favorit dan unggulan di sekolahku. Jadi, pastinya murid dari kelasku yang dijadikan unggulan dan menjadi nama baik sekolah.

Ketika aku meratapi nilaiku, teman-temanku yang lain pun memberi semangat. Mereka menguatkanku dan menyuruhku untuk selalu bersyukur.

"Udahlah, cuma beda koma dibelakang aja. Anggap santai aja. Nanti waktu pendaftaran, pasti kamu nyesel nangis empat jam." Kata Greta.

Tapi sama saja, aku masih belum lega kalau aku belum diterima di SMA negeri yang aku mimpikan.

"Udahlah sekarang santai saja. Ayo pulang, kita lihat perkembangan pendaftaran SMA dari rumah." Ucap Laurie mengajak semuanya pulang.

Aku dan teman-temanku langsung pulang. Sampai di rumah, aku langsung membuka laptop. Melihat perkembangan pendaftaran SMA yang memakai jalur online.

Hari pertama dan kedua, aku masih santai dan tenang. Karena yang daftar, nilainya masih jauh di bawahku. Tetapi ketika memasuki hari ke tiga, aku mulai takut. Aku takut kalau nilaiku tidak mencukupi untuk daftar di SMA negeri.

Aku masih memantau perkembangan hingga memasuki hari ke empat. Hari terakhir, tapi aku masih belum daftar juga. Di tengah kegiatanku memantau, ada nama yang terlewat. Aku langsung meng-scroll up lalu melihat nama itu lagi. Benar, nama itu Wildan Al-Hasib. Lalu aku mengklik nama itu, dan muncullah beberapa info. Aku melihat nilai ujiannya. Ternyata nilainya masih di bawahku. Selisih tujuh angka pokok.

Di informasi itu juga ada data tentang tempat dan tanggal lahirnya. Dia lahir di bulan desember 2001. Lagi-lagi masih tua diriku empat bulan.

Satu lagi informasi baru yang aku dapatkan yaitu tempat asalnya. Wildan lahir di Riau. Ternyata dia bukan asli orang jawa.

Setelah melihat semua data tentang Wildan, aku langsung meng-close tab tersebut. Lalu turun ke bawah untuk meminta restu Ibu untuk daftar saat itu juga.

"Aku daftar sekarang ya, bu." Ucapku sambil mengambil minum.

Aku pun langsung menenggak air putih. "Iya udah daftar sekarang aja. Mau ditutup juga 'kan?" Jawab Ibu.

"Iya, yaudah aku balik ke kamar." Tanpa menunggu balasan dari Ibu, aku langsung kembali ke kamarku yang berada di lantai dua.

Setelah sampai di kamar, aku segera mendaftar SMA. Aku mengisi beberapa data online yang wajib diisi. Sebelum mengirim, aku mencoba untuk melihat dan meneliti kembali data yang aku tuliskan. Mengoreksi barangkali ada typo yang terlewatkan. Setelah memeriksa kembali dan memastikan tidak ada data yang salah, aku mengirim form pendaftaran SMA secara online.

"Huft...." Aku menghembuskan napasku. Merasa lega karena sudah mendaftar SMA dan aku yakin 100% bahwa aku diterima di SMAN yang aku pilih.

Merasa lelah, aku langsung mematikan laptop dan menaruhnya di nakas samping tempat tidurku. Setelah menyalakan AC, aku menaikkan selimut hingga sebatas bahu. Aku pun memejamkan mataku, mencoba mencari ketenangan dari kesibukan memantau selama beberapa hari belakangan.

oo0oo

Keesokan harinya, keputusan final dari penerimaan siswa baru di seluruh SMAN di Jawa Timur. Aku bangun pukul delapan pagi, jarang sekali aku bangun siang.

Aku langsung membuka laptopku dan mengunjungi web pendaftaran SMAN secara online. Aku melihat daftar siswa yang diterima di SMAN yang aku daftar. Namaku masih stay di sana, dengan urutan ke 114 sudah pasti bahwa aku diterima. Aku langsung mengucap syukur kepada Tuhan karena mengabulkan keinginanku.

Setelah mengetahui bahwa aku diterima, aku langsung mencetak bukti tanda terima di SMAN yang aku pilih. Setelah selesai mencetak, aku pun bersiap-siap untuk mengunjungi SMAN yang sudah menerimaku. Tentunya aku ditemani dengan Ibuku untuk keperluan daftar ulang. Karena biasanya pasti ada urusan keuangan yang aku tidak ketahui.

Setelah mandi dan memakai seragam SMP, aku dan Ibuku pun segera berangkat dengan mengendarai sepeda motor.

Setelah tiba, aku terkesima dengan tempat yang akan kugunakan untuk menunutut ilmu selama tiga tahun ke depan. Wilayah SMA itu lumayan luas dan tentunya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sekolahku sebelumnya. SMP-ku memang tidak memiliki lahan yang luas, tapi perkembangannya yaitu dengan menambah tingkatan kelas yang semakin ke atas. Selain itu, walau SMP dibilang kekurangan lahan, tapi kualitas pelajaran dan siswanya sangat terjamin.

Puas melihat dari depan bangunan sekolah, aku dan ibuku memasuki lorong yang kemudian menghubungkan dengan bagian lahan parkir guru. Aku taksir ukuran lahan parkir tersebut seukuran dengan lapangan bola basket. Di sudut are parkir tersebut terdapat gazebo, sementara di tepi area tersebut tumbuh berbagai jenis pohon yang menambah kesejukan.

Di depanku terpampang sebuah mading yang dihias sangat cantik. Pasti yang membuat sedemikian rapinya adalah anggota jurnalistik dari sekolah ini. Aku pun membaca sedikit berita di sana, sampai perhatianku teralihkan oleh papan pengumuman. Papan itu berisikan lajur proses untuk daftar ulang bagi siswa/siswi baru yang diterima.

Aku pun melihat dan membacanya dengan teliti. Setelah mengetahui kemana aku harus pergi selanjutnya, aku pun meninggalkan papan pengumuman tersebut. Aku bersama Ibuku menuju ke ruangan yang bertuliskan nomor satu di pintunya. Aku pun memasuki ruangan yang bercat putih dengan membawa bukti penerimaan dan beberapa berkas lainnya.

Aku mengambil nomor antrian, dan menunggu di kursi sudah disediakan.
Sambil menunggu, aku pun membuka telepon genggamku untuk membunuh rasa bosan. Aku terkejut begitu melihat notification dari Line Zara.

Zara: Eh, na. Aku tadi kok kayak lihat cowok mirip Wildan ya?

oo0oo

Thank for reading! Don't forget to vote and comment😊

Follow ig: linskyer

WildanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang