Wildan - 16

97 7 5
                                    

Vote and comment, Enjoy.

oo0oo

Setelah teringat dengan perempuan itu, aku pun berpikir keras. Antara melepaskan atau malah mempertahankan untuk tetap menyukai Wildan. Aku berpikir bahwa aku akan mengatakan langsung kepada Wildan bila perempuan itu tidak baik untuknya. Tapi masalahnya, selama ini aku tidak pernah sekalipun mengobrol dengan Wildan melalui social media.

"Eh, kamu kenal sama cewek yang sama Wildan tadi?" Tanya Zara setelah memesan tarocafe di warung seberang.

"Nggak." Jawabku singkat. Aku masih berpikir keras, apa mereka sudah jadian?

"Terus katanya kamu pernah ketemu?" Ganti Sara yang bertanya.

"Ketemu aja belum tentu kenal, aku inget mukanya aja." Jawabku sedikit bete.

"Heemm gitu." Sara bergumam.

"Jadi selanjutnya kamu mau gimana?"  Tanya Zara.

"Entahlah, aku lelah." Jawabku jujur.

"Emang kamu ketemu cewek itu kapan?" Tanya Zara lagi.

"Udah lama. Berbulan-bulan yang lalu aku lupa."

"Oh gitu."

Aku pun mencoba mengingat-ingat kembali saat aku bertemu dengan perempuan itu. Di toko waktu itu, perempuan itu bersama temannya sedang membicarakan cowok. Aku masih mengingat nama cowok yang mereka bicarakan, Wildan. Tapi aku sedikit lupa dengan apa yang mereka bicarakan. Namun intinya, perempuan itu hanya ingin memanfaatkan Wildan saja.

Ah, mengapa dengan mudahnya perempuan itu mendekati Wildan. Baru juga beberapa bulan yang lalu, tapi mereka sekarang dapat tertawa dengan riangnya. Sedangkan aku? Aku yang mengejar-ngejar Wildan dengan semangat empat lima, sampai sekarang tidak ada kemajuan sama sekali.

Lalu aku mencoba membandingkan diriku dengan perempuan itu. Huh! Aku tertawa meringis mengingat diriku yang sangat jauh berbeda dengan perempuan itu.

Lihat dirimu Anna!

'Kamu kecil, kurus dan tidak berisi, kulitmu tidak putih seperti perempuan di samping Wildan, kamu nggak suka dandan, dan lihatlah penampilanmu, gayamu, sangatlah biasa. Berbeda jauh dengan perempuan tadi.'

Kemudian aku membayangkan penampilan perempuan itu.

'Perempuan itu cantik, modis, tubuhnya ideal, kulitnya putih bersinar, pintar dandan dan merawat diri, feminin, pandai bergaul, yang pastinya 180° berbeda dengan kamu.'

Huft! Aku lelah. Batinku bahkan berteriak dengan sangat keras memperingatkan diriku. Mengingatkanku untuk sadar diri dan bangun dari khayalan.

Sudah jelas-jelas Wildan memilih dia. Kalau Wildan sampai milih kamu, berarti otaknya udah kebalik, minta dijedotin ke tembok biar waras lagi.

Sudah cukup. Aku tak perlu menyandingkan diriku dengan perempuan itu. Memang dari segi fisik dia menang 100%. Namun apabila urusannya masalah hati, aku yakin akan menjadi juara dan mengalahkan perempuan itu. 

Sekarang, aku hanya perlu mengawasi mereka. Kalau sekarang mereka ada di sekolah ini, pasti salah satu dari mereka akan satu sekolah denganku. Kemungkinan besarnya, ya si perempuan itu. Satu sekolah dengannya mungkin akan membuatku lebih mudah untuk mengetahui dia lebih dalam. Tapi, aku tak sanggup membayangkan dia berada satu kelas denganku. Oh, No!

Melihatnya sekali berjalan dengan Wildan, bergurau dengan Wildan, dan tertawa bersama saja sudah membuat diriku ingin sekali mencakar-cakar wajahnya yang bak malaikat.

WildanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang