Persahabatan di ujung tanduk

28 6 0
                                    

2 hari telah berlalu. Aku masih saja mengingat ingat hal itu. Susah bagiku melupakannya. Terlebih kasus nya beda dengan kisah cintaku sebelumnya. Bukankah sewaktu kecil kita diajarkan untuk mengingat bukannya melupakan? Ah, kurasa kita semua perlu meralat bagian kata 'melupakan' menjadi 'mengabaikan'. Hari ini seperti hari hari ku biasanya. Aku pergi ke sekolah. Mobil pak Joni jalan lelet banget. Gak kayak biasanya. Bisa bisa nanti aku bisa kena sanksi di sekolah karena telat sampenya. Huft menyebalkan. Tanpa sadar sedari tadi sepasang mata melihatku. Ya, siapa lagi kalau bukan Bianca. Sumpah aku risih dengan tatapannya itu. Belum lagi aku mendengar ia berdecak kesal.
"Ck..." decak Bianca.
"Apaan sih?"
Bianca hanya diam. Bisa kulihat ekspresinya yang kesal itu. Menambah poin plus bagiku yang semakin kesal juga padanya. Klakson mobil membuyarkan lamunanku tiba tiba. Serentak aku keluar dengan cepat dan menutup pintu mobil dengan keras. Biar saja siswa lain melihatku. Toh, gak ada yang tau ini masalah ku.
Aku berlari kecil menuju kelas. Karena takut tiba tiba saja guru Biologi ku datang. Karena Bu Friska adalah guru terkiller disini. Untungnya guru itu belum datang. Dan aku bisa bernafas lega sebelum akhirnya aku disapa Kintan.
"Pagi Lis!" sapanya.
Jujur aku malas berbicara dengannya saat ini. Kalian taulah apa sebabnya.
"Hem" jawabku tak acuh.
"Tumben lo siang?"
"Bianca lelet sarapan tadi"
Aku bicara jujur apa adanya.
"Oh" di ber'oh' ria.

                         🔮🔮🔮

Kring.
Bel yang kutunggu sejak tadi akhirnya berbunyi juga. Selepas menerima pelajaran dari Bu Yanti aku bergegas ke kantin. Kulihat Kintan yang sibuk dengan ponselnya. Mungkin dia sedang menghubungi seseorang. Entahlah.
"Tan, lo gak mau makan?" tanyaku.
"Enggak deh Lis! Gue mau di kelas aja"
Ok fine. Akhirnya aku melangkah kan kaki keluar kelas. Melihat isi makanan di kantin. Pilihanku jatuh pada mie ayam dan es teh manis. Bagiku itu sudah cukup bahkan lebih. Kupilih duduk di kursi pojok dekat lapangan. Untungnya duduk disini bisa melihat siswa senior yang sedang bermain sepak bola. Tunggu, sejak kapan aku menyukai kakak senior? Sepertinya tidak begitu. Saat aku asik dengan semangkuk mia ayam dan segelas es teh manisku tak sadar ada 5 anak perempuan kelas X juga duduk di bangku sebelah ku. Aku tau karena aku melihat bet sekolahnya. Disitu tertera nama 'Kania' kelas X IPS 5. Dan anak anak anggota gang nya spertinya. Biar ku deskripsi kan seperti apa penampilannya. Dia menggunakan aksesoris serba hijau muda. Mulai dari jam, pita, bahkan ia juga memakai pin di dekat saku kemejanya. Sungguh aneh tapi nyata. Rambutnya ia kuncir model pony tail. Rambutnya pendek sebahu. Sepertinya.
Aku masih melanjutkan makan siangku dengan cepat sebelum bel masuk itu berbunyi. Tiba tiba aku mendengar gang Kania berbicara. Wajar saja karena meja kami sebelahan. Apalagi yang mereka bicarakan pasti gibah. Biasalah kesenangan anak perempuan. Tapi tidak bagiku.
"Eh, lo lo pada tau gak? Kalau Aldi tuh udah punya cewek!" kata sih Kania.
Aku tersedak.
"Uhuk..." dengan refleks ku ambil teh manis ku dan meneguknya cepat.
Aku terdiam untuk mendengar kelanjutannya. Apa benar Aldi sudah punya cewek? Ah, sejak kapan aku bersikap kepo seperti ini? Tapi bukankah dulu aku pernah menjadi stalkernya Aldi? Lupakan itu.
"Masa sih? Kok gue gak tau ya?" tanya cewek berambut pirang.
"Iya nih Nia! Lo yang bener aja. Padahal kan selama ini Aldi di kejar senior kita yang terkenal cantik itu kak Angel. Tapi dia nolak mentah mentah. Masa ia dia gebet cewek?" kata sih cewe cupu berkaca mata disampingnya.
"Sumpah! Gue gak boong. Kalau lo gak percaya ntar pulang sekolah lo tunggu in aja Aldi. Kemarin gue liat sendiri dia lagi jalan berdua sama cewek kelas X juga. Anaknya cakep sih mayanlah. Tapi mereka bukan cuman jalan aja tapi gandengan tangan juga!"
"Hah?"
"Iya beneran. Kalau emang lo pada gak percaya sama gue sih terserah ya. Tapi kalau mau bukti in juga gak papa. Oya satu lagi. Mereka pulang bareng pas sekolah udah bener bener sepi. Jam 2 pas!"
Benar ternyata. Memang sekolah ku bubar jam 12 pas dan akan kosong tepat jam 2. Aku menjadi semakin penasaran dan memasang telingaku baik baik. Ku pinggirkan bekas mangkuk dan gelas yang sudah bersih entah sejak kapan.
"Trus lo kenal tuh ceweknya gak?"
"Iya. Gue liat banget nama ceweknya. Dia sering pake pita merah di belakang rambutnya. Rambutnya pendek sebahu sama kayak gue. Namanya Kintan Adelia. Anak X IPS 2!" katanya panjang lebar.
Aku membelalak kaget. Kintan Adelia. Ini konyol. Mana mungkin Kintan jalan berdua dengan Aldi. Tapi aku juga tidak bisa menyangkal fakta yang barusan kudengar. Satu satunya cara adalah.... Melihat langsung sepulang sekolah nanti!

                        🔮🔮🔮

"Hoammmmm..."
Aku menutup mulutku sesekali melihat jam tangan ku yang menunjukan pukul 14.05. Sekolah sudah benar benar sepi sekarang. Aku memilih bersembunyi di balik pohon besar dekat parkiran sekolah. Disana cukup aman. Apalagi dengan tubuhku yang mungil ini. Aku yakin tak ada yang bisa melihat ku. Kaki ku terasa pegal dan tulang tulang ku remuk. Bayangkan saja aku sudah menuggu satu jam lebih disini.
"Gue kira tuh cewek beneran! Taunya fake doang. Njir... Mana gue kebelet pipis lagi. Ah, sial banget sih gue!" rutuk ku. Saat aku ingin pergi dari tempat perembunyianku, tiba tiba aku mengernyit kan dahi. Kulihat cewek dan cowok jalan bersamaan sambil bergandeng tangan. Aku segera bersembunyi lagi memastikan kalau yang dikatakan cewek di kantin itu bohong. Tapi dugaanku selalu salah. Benar, itu Aldi. Ia bersama Kintan sahabat karibku!

                          🔮🔮🔮

Tanpa sadar sedari tadi aku mengepalkan tanganku. Seperti nya jika kemarahanku sudah di level seperti ini, rasa pegalku hilang semuanya. Hanya ada satu  pemikiran di kepalaku.
Aku harus bertemu Kintan! Sekarang juga!
Kompleks perumahan. Ah, syukurlah aku sudah tiba di kompleks ku. Rumah ku dan Kintan hanya beda 5 blok saja. Aku tak langsung pulang kerumah karena kuyakin Bianca akan meledek ku jika ia melihat sikap ku yang aneh lagi. Dan aku tak mau hal itu terjadi. Ku lihat  Kintan sedang menyiram bunga di taman depan rumahnya. Bahkan tanpa ia sadari aku sudah tiba di depan gerbang rumahnya. Sepertinya ia tak menyadari kehadiranku.
"Eh, Lis!" pekiknya.
Ia membukakan pintu gerbang dan menyuruhku masuk.
"Masuk Lis! Loh, lo kok masih pake seragam? Oh, gue tau ditinggal orang rumah lagi ya, lo makanya kesini iya kan?" tanyanya tanpa rasa bersalah.
"Jangan sok baik deh lo di depan gue Tan! Gue tau lo tadi pulang bareng Aldi kan? Sampe segitu nya lo tega sama gue. Bahkan gue liat lo pegangan sama dia. Kalau suka, lo bilang dari awal bukannya munafik kayak gini di depan gue!" aku membentaknya.
Kintan melepas selang air yang tadi ia genggam. Air mengalir ke tanah dan membuat becek disana.
"Bu-bukan gitu Lis. Sebenarnya gue...."
"Alah, gak usah ngasih tau apa apa lagi deh ke gue. Gue udah muak sama lo. Dan gue gak mau liat muka lo lagi dasar munafik!"
Aku segera berlari meninggalkan rumah Kintan. Tanpa kusadari air bening itu jatuh di pipiku. Semakin deras dan aku membiarkannya seperti itu.

                          🔮🔮🔮

Hai readers!
Sorry baru update lagi. Seminggu kemarin author sibuk UTS. Disini adakah yang senasib dengan author? Jadi, maaf kalau jarang update. Gimana part kali ini?
Ok. Silahkan Vomment ya!
Assalamualaikum.

Ramalan Crystalize'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang