Keputusan Lisa

21 5 0
                                    

"Lo udah baikan? " tanya ku pada Kintan.
Tante Kania bernafas lega melihat anak bungsunya sadar setelah pingsan tadi. Aku tersenyum tipis padanya. Kemudian, tante Kania meninggalkan kami berdua di kamar.
"G-gue... Gue minta maaf Lis. Gue salah, harusnya gue gak pacaran sama Aldi. Gue tau perasaan lo. Maaf... "
Jujur, aku tak tau harus berkata apa lagi. Setelah melihat wajah Aldi yang menatapku horor, mendengarkan pembicaraan mereka tadi, tangisan Kintan, dan pingsan nya Kintan barusan membuatku menjadi tau apa kejadian sebenarnya.
"Gue udah denger pembicaraan kalian tadi. Aldi, dia kayaknya marah banget sama gue. Gue harap, lo sama dia bisa balikan lagi! "
Aku menatap ke arah jendela luar. Melihat hujan yang belum juga berhenti. Matahari sudah hampir tenggelam.
"Enggak. Gue gak akan balikan sama Aldi lagi! " bentak Kintan padaku.
Air matanya menetes lagi. Ini yang ku khawatirkan. Kondisi Kintan semakin memburuk setiap harinya, hanya karena aku, dia menderita seperti ini. Aku menghela nafas, mencoba menenangkan pikiran dan hatiku yang ikut kacau. Aku duduk di pinggir kasur Kintan. Menatap nya sembari mengecek ponselku.
"Gue tau, kalau lo masih suka sama Aldi. Lo masih sayang sama dia. Gue mau, lo balikan sama dia. Nih, pake telpon gue buat nelpon dia"
Aku memberikan ponsel putih milikku ke arahnya. Ia tersenyum. Tak lama, memelukku dalam dan erat. Seperti inikah rasanya pengorbanan untuk sahabat? Kurasa, begitu.
"Makasih Lis. Gue tau, lo sahabat terbaik yang gue punya"
Dia mencari kontak Aldi. Menelpon Aldi, dan berharap diangkat olehnya. Aku hanya bisa tersenyum lirih dan hatiku terasa tersayat silet. Ya, disisi lain aku juga merasa bahwa aku adalah superhero—karena aku telah mengorbankan perasaan ku untuk Kintan.
"Gak diangkat... "
Kintan putus asa. Sudah dua kali ia mencoba hal yang sama, namun tetap saja nihil. Sepertinya, Aldi mengira aku yang menelpon dirinya bukan Kintan. Akhirnya, Kintan mengembalikan ponselku. Ia tersenyum lirih.
"Makasih Lis. Tapi, ini jawaban dari dia. Gue sama dia fix putus"

🔮🔮🔮

Aku kesal. Jalanan masih basah. Langit sangat gelap. Untung nya, hujan sudah berhenti. Aku memesan taksi se-jam yang lalu. Taksi pun datang. Aku memasuki taksi dengan tergesa gesa. Melirik jam di ponselku. Sepertinya, jam tangan ku tertinggal di kamar Kintan tadi. Tujuan ku kali ini pergi ke rumah Aldi. Setelah mendengar ucapan Kintan yang putus asa, aku mencoba meyakinkan bahwa hubungan mereka masih berlanjut. Ya, disinilah aku. Menyusuri kota yang amat besar ini. Padahal, aku belum tau dimana alamat rumah Aldi. Tunggu, bukankah aku pernah menjadi stalker nya dulu? Sebenarnya, aku malas untuk mengingatnya. Tapi, ternyata alamat rumah Aldi masih tersimpan di notes kecil ku. Yang selalu ku bawa di tas kecilku. Yaps. Aku sekarang menuju rumah Aldi.

🔮🔮🔮

"Assalamualaikum... "

Aku mengucapkan salam di depan gerbang. Rumah Aldi tak terlalu besar memang, tapi terbilang sederhana. Ada dua mobil di bagasi utamanya dan taman kecil dihiasi air mancur dan ayunan. Biar kutebak. Aldi pasti punya adik perempuan. Karena di ayunan itu, terdapat boneka teddy bear merah muda tergeletak rapih namun sudah basah akibat hujan deras tadi. Aku menghela nafas dan menghembuskan nya pelan. Menelan salivaku, dan mengulangi salamku sampai ada salah satu penghuni rumah yang keluar.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. Iya, cari siapa ya? "
Tampak wanita paruh baya yang membuka pintunya. Kurasa, itu ibunya Aldi.
"Ehm, ini tante saya temannya Aldi. Aldi nya ada tante? "
"Aldi? Oh iya silahkan nak, duduk disini dulu. Sebentar ya, biar tante panggil Aldi dulu"
Aku mengangguk. Aku duduk di kursi ruang tamu yang berbalut nuansa hijau muda ini. Dekorasi nya juga amat cantik.
"Lo? Ngapain lo kesini? "
Aldi menatapku. Aku mulai gugup.

'Duh, ngapain sih Aldi pake kaos putih kayak gini. Gue kan jadi gugup liatnya.. '

"Anu, gue pengen lo sama Kintan balikan lagi"
Dia mendengus sebal.
"Huh, apalagi sih yang lo mau? Bukannya lo seneng ya, kalau gue sama dia putus? "
Aku berdecak kesal. Setahuku, Aldi ramah pada siapa saja. Ralat, mungkin karena aku bertengkar dengannya tadi siang.
"Iya gue tau gue salah. Kintan sakit lagi. Dia pingsan tadi. Dia sayang banget sama lo. Gue harap, lo mau pertimbangin omongan gue kali ini"
Aldi hanya diam. Tak lama, ia meninggalkan ku yang sendiri di ruang tamu. Lama. Itulah keadaannya. Akhirnya, aku putuskan untuk pulang saja.

🔮🔮🔮

"Ish, hari ini gue sial banget sih. Tadi pulang sekolah keujanan, di rumah Kintan gue kelaperan, sekarang malah ditinggalin sama Aldi. Tuh, cowok punya logika gak sih? Masa iya ninggalin cewek yang gak tau jalan pulang ke rumah sendirian ditengah kegelapan kayak gini! "
Aku menggerutu kesal. Aldi meninggalkan aku sendirian tadi. Komplek perumahan Aldi sangat sepi. Belum lagi lampu lampu nya padam. Banyak juga yang tidak tersedia lampu penerang jalanan komplek. Aku mulai merutuki para penghuni komplek disini. Apa mereka sangat pelit sehingga tidak bisa membeli lampu penerang jalan? Apa mereka gak kasihan sama aku?
Aku berdecak kesal sepanjang jalan. Apalagi, aku tidak tau arah keluar dari komplek ini. Gelap gulita. Baterai ponselku habis. Sial. Tepat sudah hari ini aku gagal menjalankan misiku.

Tiiiiinnnn.

Bunyi klakson mobil tepat di belakangku. Aku menoleh. Mendapati seorang pria berjaket hitam dengan mobil hitam di belakangku. Aku tak tau siapa dia. Tapi, aku mengenali suaranya.
"Kok lo gak pamitan dulu sama nyokap? Lo main kabur gitu aja. Padahal, gue mau ikut lo ke rumah Kintan. Lo gak sabar ya, nungguin gue ganti baju dulu? "
Apa? Jadi, tadi itu Aldi ganti baju dulu. Aku kira, dia pergi ninggalin aku gara gara ucapan aku tadi. Tapi, syukurlah dia datang tepat waktu.
"Yah, abis lo gak bilang kalau lo setuju. Lo cuman pergi ninggalin gue sendirian. Yaudah, gue balik aja. Btw, nih perumahan kayak kuburan banget"
Aldi tertawa.
"Yuk masuk. Nanti keburu malam"
Aku menurut. Aku duduk di sebelah Aldi. Di depan tepatnya.
Aldi hanya tertawa. Sepanjang jalan, aku mengomeli dirinya. Dan sepertinya dalam waktu yang singkat, kami sudah bisa dibilang sahabat.
"Gue mau lo janji satu hal sama gue... "
"Apa? "
"Jangan pernah lo tinggalin Kintan lagi. Apapun alasan lo, gue gak akan terima. Karena dia sahabat gue satu satunya"
Aldi tersenyum lebar.
"Sip bos. So, kita sekarang sahabat kan? Lo sahabat pacar gue Kintan, berarti gue juga sahabat lo kan? "
Aku tertawa. Malam ini sepertinya aku bisa tidur tanpa beban lagi. Ramalan itu tidak selalu benar, menurutku. Sebentar lagi, kak Anne akan menikah. Kedua sahabatku akan bahagia. Dan aku sudah cukup senang berada di antara mereka semua.

🔮🔮🔮

Vommentnya ya! 😅
Ps : click ☆


Ramalan Crystalize'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang