Menengok Kintan

15 6 0
                                    

"Eh, Kintan gak masuk Lis? "
Tanya Rika—si sekretaris satu di kelasku.
Aku mendongak menatapnya. Ternyata, aku terlalu sibuk dengan tugasku sampai menghiraukan ucapan nya barusan. Aku menengok sekitar, memastikan bahwa opini Rika salah. Tapi, aku hanya bisa pasrah.
"Kayaknya. Lagian, dia gak kasih tau gue semalem. Mungkin dia sakit"
Segera kututup buku Biologi ku dan memasukkan nya ke dalam laci meja. Kemudian, aku bergegas keluar kelas—sekedar menghirup udara segar. Sayangnya, aku bertemu Aldi. Tidak, lebih tepatnya dia yang menghampiriku. Tak lama ia menyodorkan sebuah surat yang terlipat rapih. Entah siapa pemilik dari surat itu. Aku menghela napas dan mencoba membuang jauh jauh pikiran yang terlintas di benakku. Ya, ku kira surat itu untukku. Tapi, hanya mimpi sepertinya.
"Nih"
Aldi menyodorkan surat itu padaku.
Aku mengerjap. Mengeluarkan suara ku yang masih serak.
"Apaan nih? Surat buat siapa?"
Dia meneruskan kalimatnya.
"Dari Kintan. Sahabat lo itu hari ini gak masuk. Tadi, anak kelas sebelah kasih ke gue. Gue titip! " Aldi segera meninggalkan ku yang masih terpaku di ambang pintu. Anak anak perempuan yang melihat adegan barusan— yah maksudku kebanyakan dari mereka menggunjing tentangku. Seperti kemungkinannya, bagi mereka aku seperti... Monster. Atau teman makan teman. Tapi, aku hanya tipe cewek praktis yang tak tau hal semacam itu. Biarkan saja mereka menggunjingku, toh aku tak terlalu memperdulikannya. Aku memasuki kelas dan berjalan ke arah Rika. Ia menoleh sesaat. Ia masih sibuk dengan buku absensi dan pulpen di tangannya. Mengecek satu persatu siswa yang sudah hadir.
"Nih. Kintan gak masuk"
Aku menaruhnya di kotak surat dengan background polkadot putih hitam di atas meja guru. Menyisipkan nya dipaling depan, sesuai dengan aturan.
"Makasih Lis" Rika tersenyum tipis.
Aku berjalan ke kursi ku. Menghela nafas panjang dan segera mengambil buku catatan Biologi ku. Kembali ke aktivitasku yang sebelumnya tertunda barusan.

🔮🔮🔮

Bel pulang berbunyi. Dengan cepat, aku merapihkan buku buku yang berserakan di atas mejaku. Memasukkannya satu persatu ke dalam tas ku. Seisi kelas sudah ramai saat guru sudah keluar. Seperti biasa juga, anak laki laki akan pulang tergesa gesa untuk menghindari piket. Kemudian, diiringi teriakan perempuan dibelakangnya. Sebagian anak perempuan yang tidak piket menunggu di luar kelas dan mulai menggosip. Entah apa pekerjaan mereka. Mungkin itulah salah satu alasan aku membenci mereka semua. Atau lebih tepatnya aku tak ingin bergaul dengan mereka.
Aku mengimbangi jalanku. Mencoba memperbaiki letak tas ku yang sepertinya agak miring sebelah. Selesai. Ponselku tidak ada notifikasi sama sekali. Kukira, Kintan akan mengirimkan ku pesan atau chat lewat line. Biasanya Kintan akan begitu. Apa kali ini sakitnya parah? Aku memutuskan untuk menjenguknya. Ah, tepat sekali turun hujan. Tak terlalu deras memang, tapi aku tak membawa payung. Untungnya tas ku mempunyai plastik untuk melindunginya dari cipratan air hujan. Karena didalam nya ada buku buku penting, dan jika basah tamatlah riwayatku esok. Aku mempercepat lariku. Berharap hujan tak turun lebih deras.

🔮🔮🔮

"Assalamualaikum. Tante, Kintan"
Aku mengucap salam. Ya, aku sudah tiba di gerbang rumah Kintan. Di rak sepatu, terdapat sepatu hitam bertali putih dengan brand mahal, sepertinya. Menurutku, itu sepatu yang biasa dipakai oleh seseorang yang kukenali. Ah, sudahlah. Mungkin aku terlalu memikirkannya. Aku mendongak saat pintu terbuka. Tante Kania—mama nya Kintan membukakan pintu nya untukku.
"Eh, Lisa. Udah lama gak main. Ayo masuk nak. Kintan sakit, dia lagi istirahat dikamarnya sama temannya. Silahkan nak. Langsung ke atas aja ya"
Suara Tante Kania sangat lembut. Membuat diriku gugup ketika berbicara dengannya.
"I-iya tante. Lisa keatas ya"
Aku berjalan menyusuri anak tangga yang agak panjang. Kamar Kintan terletak di lantai dua dengan kamar kakak laki lakinya. Sebelum membuka knop pintu kamar, aku mendengar percakapan antara Kintan dan seseorang. Siapa dia? Aku mencoba mendengarkan isi percakapan keduanya.
"Gue tau lo gak suka sama Lisa. Tapi, setidaknya lo gak bisa ngehina dia di depan gue. Gue rela kehilangan apapun kecuali dia. Lisa sahabat gue dari kecil. Dan gue lebih rela pisah sama lo dibanding dia! "

Ya, suara itu suara Kintan. Dengan siapa ia bicara kasar?

"Gue tau isi hati lo Tan. Lo juga sayang sama gue. Tapi, Lisa lebih lo pentingin. Kenspa lo gak ubah prioritas hidup lo? Gue lo anggap apa selama ini? Ok, kalau emang itu mau lo. Kita udah gak ada hubungan lagi"

Cklek.
Pintu terbuka.
Aldi disana. Melihatku yang tengah gugup dengan tatapannya yang tajam dan menusuk itu. Ternyata, Aldi baru saja bertengkar dengan Kintan. Ini semua karena aku. Ya tuhan, mengapa serumit ini kisah hidupku? Aku meneguk ludah. Baru saja aku ingin mengatakan sesuatu, tapi Aldi sudah berjalan meninggalkanku. Menuruni anak tangga dan segera berpamitan untuk pulang.

🔮🔮🔮

"Lo sakit apa? " setelah lama menunggu diluar, aku memasuki kamar Kintan yang sedikit gelap. Apalagi hujan masih turun deras. Kamar Kintan tak seperti biasanya.
"Lisa? Lo-lo sejak kapan disini? " tanya Kintan gugup. Ia mengusap air mata yang membanjiri pipinya. Aku diam.
"Lo sakit apa? Kenapa Aldi kesini? "
Bodoh. Kenapa aku bertanya hal semacam itu? Pasti Kintan akan mengatakan kebohongan lagi untuk menutupi kesalahanku.
"Al-aldi? Maksudnya? G-gue, tadi cuman mau nanya pr aja kok. Lo, gak usah salah paham Lis, gue masih inget janji kita"
Aku menangis melihat keadaannya. Hanya gara gara keegoisanku, Kintan mendadak berubah. Hanya karena aku, dia sakit seperti ini. Hanya karena aku, hubungan dia dan Aldi tak berjalan semestinya. Hanya karena aku, Kintan mengorbankan perasaannya. Dan masih banyak yang aku sesali. Selama ini, Kintan selalu mengutamakan persahabatannya denganku. Tapi, apa yang telah kulakukan padanya? Aku justru telah merusak kehidupannya.
"Hiks..."
Kintan menatap ku.
"Maaf... "
Suaraku semakin hilang. Dan perlahan, saat aku mendongak untuk menatap Kintan, ia terkulai lemas di lantai.
"Kintan... "


🔮🔮🔮

Vommentnya ya! 😅
Ps : click ☆

Ramalan Crystalize'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang