6. Makan Malam Bareng

1.7K 103 8
                                    

Edited.

Sarah melempar tas ransel dari bahunya ke sofa yang ada di dalam kamarnya dengan asal. Setelah tas ransel tersebut terlempar dan tergeletak di permukaan sofa tersebut, barulah giliran Sarah membanting dirinya sendiri ke atas kasur yang sangat empuk baginya. Jangan pikir habis ini Sarah mati, ya. Karena Sarah hanya membanting tubuhnya dengan sangat pelan.

Dia juga tidak mau mati cepat-cepat.

Perlahan namun pasti, mata Sarah terpejam. Seperti kata orang, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Bedanya, kali ini perlahan-lahan lama-lama terpejam sepenuhnya. Sarah pun masuk ke alam bawah sadar yang sudah umum dikatakan mimpi bagi semua orang.

"Hai, Sarah. Ini gue, Rifqi Andrio Mahardika. Ah, gue nggak sebut nama lengkap juga lo pasti udah tahu siapa gue. Terlihat dari wajah gue yang tampannya bukan pasaran. Iya, 'kan? Hehehe. Oh iya, Sarah, lo tahu, sebenernya gue sadar kalau lo yang nabrak gue waktu hari Minggu pagi beberapa hari yang lalu. Gue ingat dengan jelas wajah lo. Dan mungkin, karena ingatan akan wajah lo yang jelas itulah gue suka sama lo. Ya, gue suka sama lo, Sarah. Gimana dengan diri lo sendiri? Apa lo juga suka dengan gue?"

Belum ada 10 menit Sarah terlelap, kini dia sudah terbangun dari tidurnya. Jangan salahkan Sarah, salahkan saja mimpinya! Kalau saja isi mimpi Sarah tadi tidak menunjukkan wajah Rifqi yang mencerocos panjang lebar, pastilah Sarah bisa melepas kantuk yang melandanya sekarang.

Ah, wajah Rifqi memang mengesalkan! Bahkan di dalam mimpi sekali pun.

Alunan dari lagu Imagination dari suara merdu milik Shawn Mendes, membuyarkan kekesalan tertahan Sarah. Matanya dia coba buka secara keseluruhan, meski sedikit agak susah---karena harus berpendar dengan lampu yang ada di langit-langit kamarnya---tetapi akhirnya Sarah bisa melakukan hal tersebut. Kini, sudah dapat Sarah lihat dengan jelas siapa yang masuk ke kamarnya tanpa izin terlebih dahulu, lalu menyetel lagu yang sangat menyentuh hati itu.

Dan Sarah melihat Serly. Ya, adik semata wayangny itu sedang ada di kamar Sarah sekarang ini.

Mengikuti lantunan lirik lagu yang sedang dia setel, Serly bikin Sarah pengin muntah. Bukan apa-apa. Tetapi, coba kau bayangkan, saat sebuah suara nan merdu bercampur dengan sebuah suara nan merusak telinga. Apa jadinya? Kalau kau mengatakannya itu bukan masalah, sebaiknya kau datang ke rumah Sarah saat ini dan dengarkan suara Serly dengan saksama.

Masih ingin bilang bahwa itu bukan masalah? Baiklah.

Selain mengikuti lantunan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Shawn Mendes, Sarah juga melihat Serly sedang menulis atau menggambar, atau apa pun itu yang melibatkan pensil sebagai alat tulisnya di atas meja belajar Sarah.

Sarah mengernyitkan kening. Sudah ada kamar masing-masing dan Serly masih saja memakai kamar kakakknya? Oh, Ya Tuhan...

"Kenapa lo ada di sini?"

Serly menoleh ke belakang, matanya tepat mengenai sasaran; Sarah. Mereka saling pandan---jujur ini berlebihan---tetapi Serly langsung kembali ke pekerjaannya.

"Gue kira lo mati."

Mata Sarah kini sudah memelotot lebar. "Enak aja, lo ngomongin gue mati! Durhaka lo kepada kakak sendiri!"

Serly tertawa mendengar ocehan Sarah. "Ya udah, sih, daripada lo ngomel mulu, mending mandi dulu sana! Bau badan lo nyebar satu ruangan, tahu nggak?!" Ledek Serly, tidak benar-benar, karena meski pun belum mandi, tidak ada bau yang bersumber dari tubuh Sarah.

"Ih, kampret! Kamar, kamar siapa, yang ngatur siapa. Dasar adik tidak tahu diri!" Umpat Sarah, kemudian beranjak pergi ke kamar mandi yang sudah tersedia di kamar tidurnya.

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang