3. PR Fisika-nya

2.3K 156 18
                                    

Edited.

Di sinilah mereka semua berada. Di kelas XI-IPA-1 yang ruangannya memiliki 2 buah AC-lah, Sarah, Jihan, Melvi, dan penghuni kelas lainnya duduk. Mereka duduk di bangku masing-masing dan sibuk dengan aktivitas masing-masing pula.

Sarah duduk sebangku dengan Yolanda Nathalie. Yola ini orangnya suka tertawa. Terkadang, dia akan tertawa sendiri. Entah apa yang menurutnya lucu, tak jarang ada yang tahu. Kalau sudah begitu, bulu kuduk Sarah bisa merinding tiba-tiba. Bukannya apa-apa, Sarah hanya takut, kalau-kalau ada sesosok makhluk tak kasat mata yang merasuki jiwa anak itu. Kan, serem.

Sarah melihat ke arah belakang. Dia mendapati Melvi yang sedang sibuk dengan mata yang menatap layar ponselnya. Melvina Arfhia memang sangat suka bertatapan dengan layar ponselnya. Selain suka bertatapan dengan layar ponsel, Melvi juga suka sekali mengeluarkan lawakannya yang kadang-kadang terdengar garing. Oh, jangan lupakan kesukaan Melvi yang lain; cabut di jam pelajaran kelas. Terlebih pada jam pelajaran matematika. Sudah tercatat kurang lebih 10 kali ia melakukannya. Biasanya, Melvi cabut ditemani dengan Rhein.

Di samping Melvi, ada Jihan. Nama lengkapnya adalah Jihan Fahira. Gadis ini memiliki hidung yang mancung dan tahi lalat yang menempel di bawahnya. Suara gadis yang bernama Jihan ini sangatlah cempreng saat sedang berbicara. Sudah sering kali Sarah dan Melvi mengatakan bahwa Jihan sebaiknya tidak terlalu antusias saat berbicara karena itu akan membuat lawan bicaranya marah kepadanya bahkan yang lebih parahnya lagi akan meninggalkannya seorang diri. Tapi, Jihan bengal. Ia tidak peduli, dan terus melanjutkannya. Sebenarnya, bukan salah Jihan, sih. Toh, suara memang tidak bisa berubah secepat kilat.

Lalu, di belakang Melvi dan Jihan, ada Rhein Shaqilla yang duduk sebangku dengan Alya Nazlia.

Rhein, siswi yang terkenal dengan kepintarannya yang selalu tertutupi dengan sifat malasnya, pernah berkata, "Aku ini udah pintar. Jadi, nggak usah bersusah payah lagi buat belajar." Kalau Rhein sudah bicara begitu, itu tandanya ia sedang malas mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Bahkan, sekadar untuk menyontek saja ia sangat malas melakukannya. Bersyukur kalau guru yang sedang mengajar baik, itu tidak masalah. Tapi, kalau gurunya semacam Bu Berlin, bisa tamat dunia persetanan.

"Eh Melvi, ngapain kau? Nengok bokep ya?" Suara khas dari anak Batak berhasil membuat seisi kelas melihat ke arah Melvi sambil tertawa kecil.

Namanya Adit Tambunan. Anak Batak yang kental dengan bahasa Medan-nya ini sangat suka menjahili temannya hanya dengan dasar ingin melucu saja.

Tapi, bercandaannya terkadang bisa bikin orang lain kesal bahkan marah.

Macam sekarang ini.

Melvi mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ke muka cowok yang sering dipanggil Tambun itu. Pandangannya tajam, setajam silet. "Dit, please."

Adit terkekeh, karena telah berhasil membuat Melvi marah. Ia kemudian kembali menjahili temannya yang lain. Kali ini Jihan, yang sedang bergosip ria dengan Yola. "Ini lagi si Jihan, asik begosip aja kau, Jih! Tobatlah kau."

Sama dengan Melvi, Jihan juga memandang Adit tajam. Tapi, Jihan tidak mengeluarkan barang sepatah kata pun. Ia hanya menggumamkan kata-kata, yang Sarah yakini adalah sumpah serapahnya saja.

"Yah, sor kali, Al. Asik be-selfie aja kau kutengok," Lagi. Adit kembali mengeluarkan aksi nyari berantemnya kepada Alya.

Semuanya mengarahkan pandangannya ke arah Alya. Kemudian tertawa walaupun tidak seterbahak saat mereka menertawakan Melvi tadi.

Sadar akan perhatian teman-temannya yang tertuju ke arahnya, Alya menundukkan mukanya kebawah. Wanti-wanti dengan pipinya yang memanas, kemudian memerah seperti kepiting yang sudah matang.

Ketika aksi cari berantem Adit selesai, Bahari menggerakkan mulutnya, berbicara pada Rifqi, yang sedari tadi hanya diam menatap tepat di mana tempat duduk Sarah. "Lo kenapa, Ki? Daritadi gue perhatiin, ngelihati si Sarah mulu. Naksir, lo?"

Rifqi yang sadar dengan pertanyaan Bahari, lantas menggelengkan kepalanya. Jujur saja, ya. Sebenarnya, ia juga bingung kenapa bisa sebegitu asyiknya memperhatikan gerak-gerik Sarah, yang saat ini tengah mengeluarkan tawanya.

Tiba-tiba, kelas menjadi sangat hening---meski tidak sehening alam kubur. Hal itu terjadi karena suara bel pergantian pelajaran telah berbunyi. Artinya, free class satu jam pelajaran sudah berganti menjadi pelajaran fisika, yang sudah Sarah dan teman-teman lainnya yakini tidak akan ada yang namanya kelas kosong.

Rhein mendatangi meja Sarah, bilang bahwa ia ingin meminjam buku pekerjaan rumah fisika Sarah, karena ia belum mengerjakan setitik soalnya pun sama sekali. Sebelum menyerahkan buku bersampulkan warna cokelat, Sarah mengambilnya terlebih dulu dari dalam tas. Tapi, seketika Rhein berteriak heboh---setelah membuka lembaran terakhir buku PR Sarah.

"Sarah, lo nggak ngerjain!"

Mendengarnya, sukses membuat mata Sarah memelotot selebar-lebarnya. Perasaan, kemarin malam Sarah sudah mengerjakannya, tapi kenapa sekarang justru tugasnya tidak ada? Apakah ini yang dinamakan deja vu? Entahlah. Yang jelas, ini gila.

"Ada yang udah kelar? Gue lihat, dong, please!" Sarah ikut-ikutan teriak heboh di tempat.

Mendadak perhatian seisi kelas hanya untuk Sarah. Yang diperhatikan hanya melihat teman-temannya berharap ada yang memberikannya secercah sontekan.

Kelas hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Sarah barang sebatang hidung pun, membuat diri Falih---ketua kelas XI-IPA-1---terpanggil untuk ikut bertanya sambil berteriak. "Demi apa kalian nggak ngerjain semua?"

"Demi Dewa!" Jawab Adit, masih dengan nada bercandanya.

Falih memandang Adit kesal. "Serius, bangke."

"Ya udah, deh. Demi kamu aja, gimana?"

"Sebaiknya lo mati aja, Dit. Hidup lo nggak guna. Dasar Homo!" Nada suara Falih semakin menjadi sebalnya untuk Adit. Pantas saja kalau Falih kesal. Siapa, sih, yang nggak kesal kalau sedang serius malah dibawa bercanda?

Rifqi menautkan keningnya. Ia menolehkan pandangannya pada Bahari, yang langsung mengangkat kedua alisnya. "PR yang mana, sih?"

Bahari mengangkat dan menurunkan kedua bahunya di waktu yang bersamaan. "Nggak tau. Emang ada PR? Gue aja baru tau sekarang."

Selesai mengatakan itu, keadaan kelas lagi-lagi hening. Kali ini, penyebabnya adalah; Bu Berlin datang secara tiba-tiba dari pintu kelas, berjalan menuju tempat singgasananya. Ia menyapa seluruh murid kelas XI-IPA-1 sebelum akhirnya menyuruh mereka semua untuk mengumpulkan pekerjaan rumah masing-masing agar beliau periksa dan beri nilai.

Sepertinya, Dewi Fortuna sedang enggan menolong warga XI-IPA-1. Karena, semua warga-warganya tidak ada yang mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.

Sekarang, habislah riwayat mereka.

[ SOMEONE LIKE YOU ]

Author Note

Sudah diperbaharui. Semoga suka && jangan lupa vote + koment <3

Regards,
Fadilla.

15 Maret 2017 [Edited]
4 Oktober 2016 [Unedited]

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang