25. Ketidakpercayaan

603 39 0
                                    

"BUKA PINTUNYA!" Rio berteriak sambil mengetuk pintu, menyuruh orang di dalam sana untuk membukanya sesegera mungkin.

Di dalam rumah, tepatnya di ruang tamu yang berdekatan dengan pintu utama rumah, Rifqi berdecak sebal. Kegiatan menonton televisi sambil ngemil berondong jagungnya terganggu akibat teriakan yang orang di luar rumah lakukan.

Kesal, Rifqi beranjak dari duduknya. Berniat untuk membuka pintu dan menumpahkan seluruh kekesalannya pada orang di luar rumah, tetapi Mba Lastri, Asisten Rumah Tangganya lebih dulu akan membuka pintu.

"Biar saya aja, Mba," ucap Rifqi yang segera dipatuhi oleh Mba Lastri. ART berumur 25 tahun itu kemudian kembali ke dapur, menyiapkan makanan yang sudah Rifqi minta untuk dimasakkan karena ia lapar.

Kini, pintu terbuka dan menampilkan dua cowok berwajah tampan di luar sana. Mereka berdua menatap Rifqi dengan mata memelotot tak percaya, tetapi Rifqi enggak melakukan hal yang sama. Ia hanya menatap tajam ke arah salah satu yang tak lain dak tak bukan adalah Irsyad Lazario, orang yang pernah mencegatnya secara tiba-tiba di tengah jalan.

"Lo?!" Irsyad Lazario bergumam terkejut dengan jari telunjuk mengarah ke Rifqi di depannya.

Rifqi menaikkan kedua alisnya. "Mau apa lo ke sini? Cari ribut lagi sama gue? Udah gue bilang, jangan pernah ganggu hidup gue lagi, Brengsek." Celetuk Rifqi, penuh penekanan.

"Ini ... rumah Tuan Ronald Mahardika. Kenapa lo ada di sini?" terbata-bata Rio bertanya.

"Dia bokap gue, wajar gue ada di rumah dia," Rifqi menjawab sarkastik dengan sebelah alis yang berada lebih atas dari tempat semula.

Mulut Rio kini terbuka lebar, pun matanya masih memelotot juga. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kiri, kemudian berkata, "Penipu! Nggak mungkin dia bokap lo, Brengsek!"

"See? Lo tanya dan gue jawab. Setelah gue jawab, lo marah-marah. Mau lo apa, hah?"

Gerry yang sedari tadi hanya diam saja di samping Rio berusaha untuk melerai mereka untuk tidak meneruskan perdebatan lagi. Ia berjalan ke tengah-tengah antara Rifqi dan Rio, kemudian merentangkan tangannya sedikit ke dada mereka, memisahkan. "Udah, kalian jangan pada ribut di sini, malu sama tetangga!"

Rifqi menghempaskan rentangan tangan Gerry. "Jangan ikut campur urusan gue sama cowok sialan ini!"

"Lo yang sialan!" sahut Rio, tak terima dikatakan demikian.

"Pergi sekarang!" perintah Rifqi tidak terima dengan penolakan, tetapi alih-alih menuruti perintahnya, Rio justru semakin gencar bertengkar dengannya.

"Lo yang pergi! Ini rumah bokap gue!" begitu kata Rio, berhasil membuat Rifqi naik pitam tapi tidak bisa berkata apa-apa.

Rifqi kicep di tempat. Bukan karena takut, tetapi ia tidak pernah menyangka sebelumnya kalau Rio tahu secepat ini. Ia pikir, Rio akan tahu setahun lagi, atau justru dua tahun lagi. Namun, ternyata ... pikiran Rifqi salah total.

Bukan cuma Rifqi yang terdiam di tempatnya berdiri, Gerry juga sama. Tiba-tiba tubuhnya terasa kaku digerakkan kala mendengar Rio mengatakan bahwa tuan rumah ini adalah ayahnya. Seingat Gerry, Rifqi juga bilang hal yang sama. Apa jangan-jangan ...

"Lo udah tahu sekarang, bagus kalau begitu. Gue nggak perlu repot-repot ngasih tahu lo lagi."

Fixed. Gerry ingin sekali mendengar penjelasan, tetapi ia tidak tahu harus dicari kemana si penjelasan itu.

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang