10. Balapan

1.5K 72 3
                                    

Ketika bel yang menandakan bahwasannya jam istirahat pertama SMA Negeri 1 telah bergema di seluruh penjuru sekolah, semua anak-anak yang ada di kelas XI-IPA-1 menghentikan kegiatan menulis mereka. Satu per satu berjalan--bahkan berlari--keluar kelas, menyisakan hanya beberapa orang di dalamnya, termasuk Jihan, Melvi, dan Sarah.

Melvi mendatangi meja Sarah, dan bertanya apakah sahabatnya itu akan pergi ke kantin bersama atau tidak. Sarah hanya mengangguk--mengiyakan--dalam diam sebagai jawaban.

"What happend?" melihat Sarah yang tampak tak seperti biasanya, Jihan bertanya demikian. Tumben ia pakai bahasa Inggris. Biasanya untuk menerjemahkan saja ia harus menggunakan internet.

Masih sebagai jawaban, Sarah menggeleng dengan lemas. Ia sendiri pun tak tahu mengapa ia begini, karena perasannya, tadi pagi tak ada masalah dalam tubuhnya sama sekali. Hanya saja, ada sebuah feeling buruk yang mengganggu pikiran Sarah.

Jihan menatap Melvi seakan bertanya, 'Ada apa dengan Sarah?' yang dibalas Melvi dengan gelengan kepala dengan mulutnya komat-kamit tanpa suara, "Mana gue tahu."

Kening Sarah berkerut kala melihat mulut Melvi yang seperti itu. Ia bertanya apa yang sedang dibicarakan kedua sahabatnya, tetapi Melvi bilang nggak ada apa-apa.

"Awas aja kalau ada apa-apa, ya!" ancam Sarah, nggak beneran.

Melvi membalasnya dengan putaran bola mata ke atas. Beruntung matanya nggak stuck di sana.

"Ayo, sekarang aja ke kantinnya. Gue udah laper." lanjut Sarah tak ingin berlama-lama di dalam kelas. Selain karena cacing di perutnya sudah berdemo ala disko untuk menerima jatah mereka, pun waktu istirahatnya tidak begitu lama.

Setelah Jihan dan Melvi serempak berseru "kuy!" barulah mereka bertiga berjalan keluar kelas. Tentu tujuan mereka adalah kantin kesayangan.

Masih berada di pertengahan jalan menuju kantin kesayangan, langkah kaki Jihan, Melvi, dan Sarah terhenti kala seorang lelaki berwajah tampan menghadang mereka--lebih tepatnya menghadang Sarah.

"Mau ke kantin, ya?" tanyanya,, yang dibalas anggukan beserta senyuman canggung dari Sarah. "Aku boleh ikutan?" ajaknya kemudian, dan masih dibalaskan dengan anggukan plus senyuman yang serupa.

Di samping Sarah, Jihan sudah mengomel tidak jelas. Suaranya memang nggak kedengeran, tetapi mulutnya itu lho, nggak henti-hentinya bergerak dengan mengucapkan kata-kata kasar--oke, ini lebay.

"Dikata kita makhluk halus apa, ya, Mel? Masa si Sarah doang yang disapa," bisik Jihan ke Melvi, berusaha sebisa mungkin dengan suara cemprengnya yang dikecilin.

Melvi angguk-angguk kepala. Matanya juga dari tadi tak lepas melirik kesal ke arah senior dan sahabatnya. "Lagian, tumben banget, deh, kak Rio nyapa Sarah. Ngapain, coba?"

Dan ternyata, bisikan Melvi itu cukup untuk didengar oleh telinga seniornya. Laki-laki bernama lengkap Irsyad Lazario itu tersenyum ke arah Melvi. "Kamu belum tahu, ya? Sarah itu pacar aku. Jadi, wajar kalau aku nyapa dia. Oh ya, seharusnya aku juga nyapa kamu. Hai," ia melirik badge name sahabat pacarnya sebelum melanjutkan, "Melvi?"

Melvi kikuk. Malu banget rasanya ketahuan ngomongin orang secara diam-diam. Orang yang diomongin kakak kelasnya, lagi! Ingin rasanya tutup muka sekarang juga.

"Hai juga, Kak," sapa balik Melvi, masih kikuk setengah mati.

"Ya udah, mau sampai kapan di sini? Nggak jadi ke kantin?" Rio menyadarkan ketiganya, kalau mereka berempat masih berdiri tepat di depan mading. Bilangnya mau ke kantin, tapi kok nggak pergi-pergi🤔

Jihan yang sedari tadi diam saja, kini angkat suara. "Ya udah, ayo!" serinya, nggak mau nahan suara cempreng yang ia punya.

Tapi, tunggu dulu! Ada sesuatu yang janggal di sini. Mari kita reka ulang ucapan Irsyad Lazario beberapa detik belum lama ini.

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang