5. Nada Pantun Melvi

1.8K 129 11
                                    

Edited.

"Diajak ke mana, Sar?" Menjadi kalimat pertanyaan pertama yang Melvi berikan kepada Sarah, saat Sarah sudah sempurna duduk di atas bangku coklat tua yang berada di pekarangan kantin sekolah.

Raut muka Sarah tampak begitu tidak bersahabat, membuat Jihan menyadari satu hal; ada sesuatu yang tidak beres, yang mungkin terjadi pada saat Rifqi menarik paksa pergelangan Sarah tadi.

Sarah tidak menjawab. Ia justru menghentak-hentakkan kakinya yang dibungkus dengan sepatu hitam bertali ke lantai sambil menggerutu dengan kalimat "ih" yang nadanya sungguh menunjukkan sebuah kekesalahan terpendam.

Melvi menatap Sarah bingung. Ia bertanya, "Kenapa, sih, Sar?" sebelum memasukkan sesuap sendok berisikan kuah kacang plus siomay yang setahu Sarah adalah miliknya.

Masih belum menjawab pertanyaan Melvi, Sarah menatapnya tajam. "Kenapa siomay gue dihabisin, sih?! Gue, 'kan, laper!!!" Volume suara Sarah sudah naik setengah oktaf, menyebabkan beberapa pasang mata penjual di kantin melihatnya dengan alis yang saling bertautan---seolah-olah mereka sedang mengatakan, dia-itu-kenapa-sih?

Tapi, Sarah sungguh tak peduli dengan tatapan-tatapan yang para penjual kantin beri. Sekarang ini, emosinya sedang naik-turun. Kondisi emosinya sungguh di atas kadar stabil. Dan, obatnya hanya satu; makan. Tapi, mau makan bagaimana? Toh, makanannya sudah diembat habis dengan Melvi, si pemilik 9 kantung usus di dalam tubuhnya. Dibantu Jihan, si rakus dari yang paling rakus, pula. Habislah sudah semuanya---kecuali piring dan sendok-garpunya.

Melvi hanya cengengesan mendengarnya. Kalau kamu bertanya bagaimana dengan Jihan; dia sekarang sudah melarikan matanya ke arah lain sambil sesekali melirik Sarah juga Melvi.

"Habisnya lo lama banget, sih. Daripada mubadzir, mending kita makan aja. Ya, nggak, Ji?" Kata Melvi, meminta persetujuan dari Jihan.

Mendengar namanya diikutsertakan, mau tak mau Jihan mengarahkan penglihatannya ke kedua temannya. Ia melihat Sarah yang sudah mengangkat salah satu alisnya ke atas, juga Melvi yang sudah heboh memberikannya sebuah kode yang jelas.

"Hah? Eh, eh, iya. Daripada kebuang sia-sisa, mending kita dua habisin. Gitu. Hehehe."

Sarah memutar kedua bola matanya. "Sok-sokan ngomong soal mubadzir. Dasar manusia penderita busung lapar lo berdua!"

[ SOMEONE LIKE YOU ]

Siang ini, sinar matahari begitu kentara teriknya bagi penduduk bumi. Bagaimana tidak, suhunya menjadi angka 45 derajat selsius. Hal ini tentu menyebabkan banyak manusia yang akan mengeluh, kalau pekerjaannya sedang menumpuk.

Tidak terkecuali dengan Sarah dan juga warga kelas XI-IPA-1 lainnya. Di siang yang terik ini, mereka sedang bersusah payah mencari jawaban yang paling tepat untuk soal Fisika dengan nomor yang berbeda-beda. Peluh membasahi keringat mereka semua, sebagai tanda bahwa mencari jawaban sebuah soal Fisika pun butuh perjuangan yang keras.

Sarah menghembuskan napas panjangnya. Ia sudah lelah mencari-cari jawaban yang tepat, tetapi tidak kunjung dapat. Sudah ada beberapa lembar kertas yang Sarah coret hanya untuk mendapatkan jawabannya. Tapi, nasibnya berbeda. Tak satu pun hasil yang Sarah dapatkan itu mendekati hasil sebenarnya.

"Ini gimana, sih, ngerjainnya? Kok, gue nggak dapet-dapet?!" Akhirnya, dengan perasaan setengah frustrasi, Sarah berteriak---dengan harapan ada seseorang yang datang membantunya menemukan jawaban yang benar.

Dan, ternyata memang ada. Tapi, Sarah harus menelan ludahnya, ketika tahu siapa orang tersebut.

Kalau tahu dia yang bakal dateng, gue nggak akan teriak-teriak tadi! Rutuk Sarah dalam hati.

"Jadi, ini tuh begini caranya...," Hasnan mulai menjelaskan secara detail bagaimana jalan yang mudah mendapatkan jawaban yang benar.

Mata Sarah memang memperhatikan, tetapi otaknya tidak mau bekerja sama. Di dalam kepalanya itu, terngiang-ngiang kata "mantan", yang membuatnya lagi-lagi harus menghela napas panjang.

"Sar, lo kenapa?" Hasnan bertanya, ketika dilihatny Sarah menghembuskan napas panjang barusan.

Sarah terkesiap. Ia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak. Gue nggak pa-pa. Lanjut aja."

Tapi, bukannya melanjutkan, Hasnan justru mengerutkan keningnya samar. "Apa yang mau dilanjutin? 'Kan, udah ketemu jawabannya,"

Damn!

Sarah harus menelan ludahnya dengan berat hati sembari merutuki dirinya yang bodoh ini. Seharusnya, ia memperhatikan Hasnan lebih saksama lagi, hingga akhirnya tidak akan terjadi sesuatu yang tidak ia ingini.

"Hah? Udah ketemu ya? Oh, okelah. Yang mana jawabannya?"

Hasnan terkekeh kecil, kemudian menunjukkan huruf a di buku Sarah menggunakan pena hitam miliknya. "Yang ini jawabannya."

"Oh, oke. Makasih ya," kata Sarah, masih dengan nada menahan malu yang kentara. Ia tersenyum kaku pada Hasnan, yang dibalas anggukan tulus dari cowok itu.

Seperginya Hasnan dari meja Sarah, Melvi memukul pelan kepala Sarah menggunakan penanya. "Buah kelapa jatuh di pesisir. Ngelamunin apaan, siiih?" Ujarnya, dengan nada membaca pantun ala banci-banci alay di luar sana.

Sarah mengerucutkan bibirnya. "Nggak nyambung, Goblog." Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Sarah melihat tak jauh dari tempat bokongnya mendarat, ada Rifqi yang menatapnya dengan tatapan datar.

Cukup lama manik mata Sarah bertubrukan dengan manik mata Rifqi. Hingga akhirnya tubrukan antar manik mata itu Sarah putuskan, ketika Melvi kembali mengeluarkan suara dengan nada pantunnya yang berbunyi, "Buah belimbing, manis rasanya. Ngelihatin babang Rifqi, yaaa?"

😕😕😕

[ SOMEONE LIKE YOU ]

Author Note:

Sudah diperbaharui. Lebih pendek daripada yang sebelum diperbaharui. Semoga suka, dan jangan lupa vote+koment ya! See you in the next revision <3

Regards,
Fadilla.

20 Maret 2017 [Edited]
05 Oktober 2016 [Unedited]

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang