18. Kalimat Sahar [Flashback A]

1K 46 9
                                    

"Zaki, Kakak pergi dulu, ya? Kamu jangan nakal-nakal sama Tante. Ngerti?" tutur perempuan berkemeja kotak-kotak kepada bocah berumur 4 tahun yang sedang bermain robot-robotan miliknya.

Bocah itu mengangguk, menandakan bahwa ia mengerti apa yang kakanya ucapkan. Ia tidak akan nakal, seperti sebelum-sebelumnya.

Perempuan itu berjalan ke dapur, tempat di mana ada seorang wanita paruh baya sedang mengaduk bumbu dapur yang harumnya sampai ke ruang tamu. "Tante, aku pergi dulu, ya?" pamitnya.

Wanita paruh baya itu mengangguk sambil mengoseng masakannya yang sudah masuk ke kuali panas di atas gas. "Kamu harus hati-hati, Sahar. Tante khawatir sesuatu terjadi sama kamu. Harusnya kamu bolehin Tante ikut,"

Sahar tersenyum, kemudian ia mengecup pipi kanan tantenya itu. "Aku 'kan udah gede, Tan. Masa harus terus-terusan ditemeni ke mana-mana?"

Saina, yang tak lain dan tak bukan adalah Tante Sahar, hanya bisa menghembuskan napas panjangnya. Pada akhirnya, Sahar tetap tidak akan mau ia mengikut lagi. Sahar memang benar, Saina tidak bisa terus-terusan mendampingi Sahar ke mana pun anak itu ingin pergi. Selain Sahar sudah dewasa, pun Sahar juga punya yang namanya rahasia.

"Tante nggak marah 'kan?" tanya Sahar yang bingung dengan keterdiaman Saina sehabis mendenguskan napas.

Saina menggeleng. "Untuk apa Tante marah? Kamu bener, kamu udah dewasa. Tante nggak bisa jadi body guard-mu lagi," jawab Sania, menutupi rasa kecewanya yang Sarah sudah ketahui.

"Tante jangan sedih, dong. Sahar bakal baik-baik aja, kok. Udah, ya? Jangan sedih lagi," bujuk Sahar pada Saina yang kini sudah menghentikan kegiatan oseng-mengosengnya.

Saina memposisikan tubuhnya menjadi berhadapan dengan Sahar. "Kamu udah dewasa, Sahar. Tante yakin, kamu bisa menjaga diri kamu sendiri, tanpa bantuan Tante lagi. Apa yang harus Tante khawatirkan?"

Saina berbohong. Jauh di dalam lubuk hatinya, Saina khawatir dengan Sahar yang akan pergi hari ini. Ini kali pertama Sahar pergi dan tidak mau Saina temani. Sahar bilang, ia akan bertemu dengan temannya--seperti biasa. Saina sudah memaksa untuk ikut saja dari kemarin-kemarin, tetapi Sahar dengan lembut menolak, bilang kalau ia akan membahas tentang sesuatu yang privasi. Bukannya Saina penasaran dengan apa "privasi" yang Sahar ingin bicarakan pada temannya itu. Hanya saja, Saina ingin ikut karena ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Sahar di tengah perjalanan. Duduk di meja yang berbeda dengan Sahar pun, Saina tidak masalah.

Tetapi, Sahar terus menolak. Saina jadi enggan untuk kembali memaksa.

Senyum Sahar terbit dari wajahnya. Sepertinya, ia benar-benar berpikiran Saina sedang berkata jujur barusan. "Oke, kalau begitu aku pergi dulu, ya, Tan? Aku titip Zaki,"

Lagi-lagi, Saina hanya mampu mengangguk. Ia tidak berkata apa-apa, sampai Sahar pergi dari hadapannya. Perasaannya tidak enak sekarang. Benar-benar tidak enak, sehingga ia memanggil Sahar.

"Sahar!" teriak Saina masih dari dalam dapur. Beruntung Sahar belum keluar dari rumah, jadi ia masih bisa mendengar teriakan itu dan menghampiri Tantenya di dapur.

"Iya, Tan? Ada yang mau Tante pesen?"

Menggeleng, Saina berkata, "Kamu hati-hati, ya?"

Sahar berjalan mendekat ke tempat Saina berdiri, kemudian tanpa tedeng aling memeluknya sangat erat. Hangatnya pelukan seorang ibu langsung Sahar rasakan kala ia memeluk Saina.

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang