16. Adit & Rhein

1.1K 57 4
                                    

Napasnya, Sarah tarik dalam-dalam. Setelah kepikiran tentang perasaannya pada Rifqi di toilet lantai dasar SMA Negeri 1 tadi, perut Sarah merasakan ada beberapa cacing yang pada berdemo untuk diberikan jatah mereka masing-masing. Memang, tak ada hubungannya antara kepikiran Rifqi dengan rasa lapar, tetapi itulah yang terjadi pada Sarah kini.

Namun, meski pun Sarah tidak membalas pesan Irsyad Lazario yang tak lain dan tak bukan adalah mantan pacarnya, masih ada sebersit rasa penasaran yang Sarah tujukan untuk Rio. Kenapa tiba-tiba kakak kelasnya itu tiba-tiba bertanya seperti tadi? Jawabannya masih berupa misteri.

Cacing di perut Sarah kembali berdemo di dalam sana, menghasilkan suara seperti gelembung air terdengar sampai gendang telinga. Untung saat ini hanya ada Sarah seorang diri di dalam kelas. Coba saja kalau ada yang lainnya, bisa malu setengah mati si Sarah.

Soal Rifqi, Sarah memang sengaja meninggalkannya sewaktu sudah mengeluarkan najis sedang dari kamar mandi. Maksudnya, setelah pipis, Sarah tak lagi mendatangi Rifqi ke koperasi. Sarah tak peduli dengan cowok itu. Rifqi 'kan cowok, mana mungkin ia takut balik ke kelas sendiri? Kira-kira begitulah pikiran Sarah. Makanya, Sarah memilih untuk langsung kembali ke kelas, seorang diri.

Soal Jihan dan Melvi, Sarah tak tahu pasti di mana keberadaan dua sahabatnya itu. Tetapi, kalau boleh Sarah menebak, mereka pasti sedang berada di kantin. Menikmati bakso atau siomay kesukaan mereka dari hasil tangan Bu Lala. Sepertinya, sih, begitu.

Meski pun sudah menebak keberadaan Jihan dan Melvi yakni di kantin, Sarah sama sekali tak punya niat untuk menyusul ke sana. Bukan karena takut berjalan sendirian. Pun siang begini mana ada hantu di tempat ramai. Hanya saja, Sarah terlalu mager alias malas gerak. Yah, kalian tahu sendiri kalau mau sampai ke kantin harus belok sana-sini dulu. Capek.

Tak ada yang dapat Sarah lakukan di dalam kelas. Sebenarnya ada, seperti; menghapus papan tulis yang sudah penuh dengan coretan rumus Matematika beserta contoh soalnya dari tangan Bu Anita, menyapu gabus-gabus kecil dengan bentuk bulatnya yang dihasilkan dari styrophom sang bendahara kelas, Deswina, atau mengepel air yang tumpah sedikit di ubin lantai karena perbuatan Almer yang kesal pada Adit beberapa saat lalu. Tetapi, dari sekian banyaknya yang bisa Sarah lakukan, tak ada satu pun menarik minatnya. Sarah itu orangnya malas bersih-bersih. Sebenarnya tidak juga, sih. Di rumah, Sarah sering bantu Sania bersih-bersih. Di sekolah, sih, ceritanya sudah beda. Pun hari ini bukan jadwal piket Sarah. Akan lebih baik kalau kelas dibersihkan sepenuhnya oleh orang piket nanti siang.

Karena bosan, Sarah memilih untuk mengambil sebuah buku dari dalam lacinya. Buku itu masih sama dengan novel klasik yang tadi pagi ingin ia baca, tetapi tak jadi, karena fokusnya hilang dibuat Rifqi. Namun kali ini, sepertinya fokus Sarah tak akan hilang lagi. Lihat saja, kelas sedang sepi.

"Cie, Jomblo! Pake segala sendirian di dalam kelas...," Suara ejekan yang bersamaan dengan suara gesekan antara pintu kelas dan ubin lantai terdengar, saat Sarah masih baru membaca beberapa paragraf novel klasiknya.

Telinga Sarah jadi agak berdesing sedikit, karena suara gesekan antara pintu dan ubin benar-benar nyaring. Ketua kelas XI-IPA-1 yang tak lain dan tak bukan adalah Falih sudah memberitahu pada Kepala Sekolah bahwa pintu kelas mereka butuh perbaikan, bautnya sudah terlalu turun ke lantai. Dan Kepala Sekolah bilang, akan segera diperbaiki. Itu beliau katakan 5 hari yang lalu, tetapi sampai sekarang masih belum ada tukang yang datang untuk memperbaiki. Tak ada yang bisa disalahkan di sini.

Adit berjalan mendekat ke meja Sarah yang berapa tepat di depan nomor dua dari guru. Ia duduk di samping Sarah yang masih memasang tampang masa bodoh alias cuek bebek ke Adit.

Someone Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang