BAB10

97 10 3
                                    

Dengan hati yang kesal aku memasuki rumah.

Dan aku membanting pintu kamarku saat aku memasukinya.

Oh, ada apa dengan pagi ku yang cerah ini tuhan.

Rafa brengsek itu yang membuat hari ku seperti ini.

'Sabar Zahra yang cantik, sabar yaa'  Aku mengulang kata - kata itu didalam otakku.

Beruntung aku capet tenang, kalau tidak, kamarku sudah hancur mulai detik ini juga.

Mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan dan aku mulai sedikit tenang.

"Baiklah, kau sudah selesai menenangkan diri nona?" Aku meloncat kaget saat Rafa sudah berada di ambang pintu kamarku.

Ia tersenyum nakal.

Aku benci itu. Sungguh!

"Mom!!!" Aku berteriak karna takut.

Aku takut pada Rafa? Tidak.
Aku hanya ingin Rafa diusir dari kamarku.

"Ada apa Zahra?"

"Kenapa dia disini mom?" Aku mendekati mom dan pura - pura berlindung dibelakangnya.

"Hai aunt, Apa kabar?"  Ia mengulurkan tangannya.

Ya,kedua orang ini--Maksudku Mom dan Rafa sedang berjabat tangan.

Hey! Si brengsek ini malah so akrab.

Aku mendengus kesal.

"Kau seperti anak kecil saja." Mom malah meninggalkanku disini bersama orang gila ini.

"Mau apa kau kemari?!" Aku menatapnya dengan penuh kesal.

"Mengucapkan selamat tenang." Ia terkekeh.

Ada yang lucu?

Aku meninjunya pelan, Tak mungkin keras. Yang ada si gila ini pingsan dikamarku.

Oh tidak! tidak.

"Kau sedang memikirkan apa?"

Lamunanku terhenti saat Rafa menanyakan hal yang baru saja aku pikirkan.

"Tidak." Aku membuang mukaku dari hadapanya.

"Hm, baiklah. Aku pergi."

"Iya ayo cepatlah kau pergi. Dan kalau bisa jangan kembali lagi. Hus!" Aku menggibas - gibaskan tanganku seperti mengusir kucing.

"Kau kira aku binatang pengganggu apa?" Rafa tiba - tiba berhenti diambang pintu.

"Ya. Bahkan kau lebih mengganggu dari pada binatang."

"Kau menyebalkan Ra." Rafa masuk lagi kekamarku sambil mengelitiki perutku.

Lancang sekali dia!

Sejurus kemudian aku meninju nya keras, Tapi sungguh ini diluar dugaanku. Aku bisa meninju sekeras itu.

BUK.

"Aw!" Rafa tersungkur kebelakang sambil memegangi perutnya yang tadi kutinju.

"Maaf. Habisnya kau jahil." Aku mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.

"Tapi hebat juga ya kau perempuan. Tapi kekuatanmu itu luar binasa Ra."

Aku dan Rafa tertawa bersama - sama.

"Ah sudah lah. Jangan puji aku lagi. Lebih baik kau pergi dari kamarku,atau kau akan ku tinju lagi." Aku tertawa dan aku melayangkan satu kepalan keudara namun tak sampai meninju nya lagi.

"Iya iya." Ia pergi sambil tertawa.

Setelah Rafa pergi, aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan  tubuhku.

MomentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang