Kini aku berada di Aceh bersama Rafa.
Sampai sekarang aku tak bisa memberi tahu Hendy tentang kepergianku bersama Rafa karna ponsel Hendy tak bisa kuhubungi.Sungguh aku khawatir.
"Zahra? kau tidak memberitahu Hendy soal kepergian kita ini-um maksudku kau."
"Belum, aku tak bisa menghubunginya sampai sekarang." Aku menggeleng pelan seraya menundukan kepala.
"Uh.. baiklah. Apa dia akan marah bila tahu kau bersamaku?"
"Aku tidak tahu."
"Maafkan aku Zahra. Aku yang memaksamu untuk membiarkan ku ikut." Ucap Raga sambil menundukan kepalanya.
"Tidak! tidak! ini bukan salahmu Rafa. Ini kemauanku. Bukan salahmu." Aku mengelus pelan punggung tangannya.
Rafa tersenyum padaku dan kitapun berjalan keluar bandara Aceh.
Rafa mencegat Taksi. Lalu diperjalanan aku masih terdiam.
Apa aku cukup kuat untuk menemui Mom dan Dad di rumah sakit?
Aku tidak dapat membayangkan keadaanku saat tak bersama kedua orang tuaku.
Jangan! Jangan sampai itu terjadi Tuhan...
Berikanlah kesembuhan untuk Mom dan Dad.
"Zahra?" Suara Rafa memecahkan lamunanku.
"Hmm?"
"Kita akan tinggal di hotel dulu untuk sementara."
Aku hanya mengangguk.
.
Aku langsung membersihkan tubuhku saat aku dan Rafa sudah sampai disebuah hotel.
Kami memang satu ruangan. Tapi berbeda kasur tentunya.
Aku keluar dengan perasaan yang lebih membaik.
"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Rafa yang sedang membersekan Kopernya.
"Lebih baik dari yang sebelumnya."
"Kita akan makan diluar oke? biar aku yang membayar semuanya."
Ucap Rafa sambil mengambil handuk.Aku mengangguk meng-iya-kan.
.
Aku melahap cepat makanan itu. Entah aku lapar atau ...
Entahlah."Pelan - pelan. Kau bisa tersedak Zah." Ucap Rafa saat melihat cara makanku.
"In-nyammm-sang-ngwat-enwyakk."
"Habiskan dulu makanan di mulutmu."
"Mbaik-nyaam-lahh."
"Menjijikan." Gerutu Rafa yang masih bisa ku dengar.
"Apa kau bilang!!" Beruntung aku sudah mengunyah habis makanan dimulutku.
"Tidak." Ucapnya sambil menyuapkan suapan terkhirnya.
"Kau menyebalkan." Ucapku seraya menyuapkan suapan terakhir ke mulutku.
"Mbak..-" Aku megayunkan tanganku pertanda memanggil pelayan.
"Biar aku yang bayar." Ucap Rafa sambil menurunkan tanganku yang tadi nya melambai - lambai.
"Uhh baiklah." Aku pasrah sekaligus senang.
Aku bisa menghemat pengeluaran. Ucap batinku.
Tapi kasihan juga kalau dia yang menanggung semua keperluan.
"Tidak perlu kasihan padaku." Ucap Rafa yang membuatku sedikit kaget.
Dia peramal?
"Eh? kau bisa baca pikiranku?" Aku menyerit bingung sekaligus penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moments
Teen FictionDisaat misi menyatukan dua hati. Namun ia terjebak dalam kedua hati itu. Saat ia mendapatkan orang yang ia cinta, lagi - lagi ia kehilangan dirinya. Bahkan untuk selamanya. Semua itu membuatnya stress hingga penyakit sialan itu muncul. Tapi beruntun...