1

938 25 20
                                    

Author pov

"Bagaimana kondisi cabang perusahaan di Canada?" Tanyanya tanpa sedikit pun mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.

"Berjalan dengan baik pak. Harga sahamnya pun melonjak drastis." Balasnya sopan.

"Hm, baiklah, kau boleh pergi." Wanita itu membungkuk lalu berbalik menuju pintu.

Laki-laki itu melirik jam yang melingkar di tangannya. Melihat sudah pukul 1 dia pun bangkit dan pergi menuju parkiran.

Semua karyawan memperhatikan pria jangkung yang pasti terlihat sempurna di mata semua orang, terutama bagi kaum hawa. Beberapa karyawan menyapanya, tapi hanya dibalas dengan anggukan kecil.

Walaupun sakit hati tapi mereka sudah biasa diperlakukan seperti itu. Malah sifat itu lah yang membuatnya lebih terkesan normal.

Ia menghidupkan mobilnya dan langsung menembus macetnya jalan di kota Denpasar. Tiga puluh menit, ia pun sampai ditempat tujuannya.

Pas sekali, bersamaan dengannya keluar mobil, muncul dua orang dari arah pintu kedatangan.

Sang wanita yang sudah menginjak kepala lima melambai ke arahnya. Ia pun bergegas dan langsung menyalami kedua orang tuanya yang baru saja pulang dari luar negeri.

"Bagaimana kabarmu nak?" Tanya Yuda sesaat setelah anaknya menyalaminya.

"Aku baik pa. Papa baik juga kan?" Pria paruh baya itu mengangguk pasti. "Mama juga sehat kan?" lanjutnya.

"Ya pasti dong," jawab Agni mantap.

"Bagus lah. Aku antarkan kalian pulang ya?"

"Tidak perlu, tadi kami udah minta pak wino jemput, jadi kamu bisa balik ke kantor."

Setelah berpikir beberapa detik, ia pun mengangguk dan langsung menyalami orangtuanya, "Ya udah, aku balik sekarang ya." Ia pun kembali menuju mobilnya dan pergi dari bandara yang lumayan ramai itu.

----------

"Pak Aga, jam 4 sore ini, ada meeting dengan para pengurus cabang."

Laki-laki yang dipanggil Aga itu hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata pun. Karna sudah tau gelagat dari bos nya itu, ia pun segera keluar karna jika tidak, siap-siap saja dia akan kena omelannya.

Drrrrtt drrrrttt drrrttt

Aga melirik hpnya, tapi melihat nama yang tertera, ia lantas mengabaikannya. Selang beberapa detik hpnya bergetar lagi. Tapi tetap ia tak menggubrisnya.

Karna risih, akhirnya ia menjawab saat hp nya sudah berbunyi hampir sepuluh kali.

"...."

"Aga, sayang, kamu dimana? Masih di kantor ya?" Suara manja wanita terdengar di seberang telpon.

"Ngapain lo hubungin gue lagi?" kata Aga dingin.

"Jangan gitu dong, baby. Aku kan masih cinta sama kamu, soal yang dulu it-"

Klik.

Aga memutus sepihak, sudah muak mendengar semua alasan cewek gila itu. Cukup sudah ia dipermainkan olehnya. Satu tahun yang lalu mereka memang bersama tapi Aga hanya dimanfaatkan sebagai bank pribadinya.

Setiap minggu Aga pasti menghabiskan setidaknya sepuluh juta hanya untuk barang pribadi Julia. Entah itu kosmetik atau pakaiannya. Aga benar-benar terjebak dengan semua tipu daya wanita itu.

Setelah tau sifat aslinya, barulah dia sadar dan memutuskan hubungannya. Karena itulah sekarang ia sangat menjaga jarak bahkan menjauhi Julia.

---------

"Jadi seperti itulah. Kita harus meningkatkan harga saham dipasaran, tidak mungkin bukan, disana kita sangat sukses. Di negeri sendiri kita menjadi pengemis." Semua yang mendengar ucapan dari sang kepala pun mengangguk setuju. Siapa yang berani menghentikan bos pemegang saham terbesar. Lagi pula, sifat nya dikantor berbeda jauh ketika berada di sekitar teman nya.

"Selesai." Tiga suku kata itu, membuat semua orang yang berada di ruangan bubar seketika. Aga kembali duduk di kursi nya, ia diam sejenak, melirik ke arah pintu, mata nya kembali fokus ke arah depan.

"Pak?" Kata lelaki seumuran nya, berdiri tepat disamping Aga.

"Ah, apa tadi bagus? Tidak terlalu berlebihan bukan, ini semua salah mu." Aga menatap bawahan nya dengan tatapan ingin membunuh.

"Hahahaha, kita akan melihat tayangan ulangnya." Kata yang terucap tidak seformal yang tadi. Deon tidak akan memulai percakapan non formal ini, sebelum Aga yang memulai nya. Meski teman dekat, Aga tetap lah bos untuk nya.

Langit mendung seakan mendukung susana hati Aga saat ini. Dia mungkin tidak menginginkan gadis dengan iris bergambar uang itu. Tapi satu tahun, itu sudah cukup untuk membuat seseorang sayang bukan?

Kenangan yang mungkin tidak terlupakan, bagi Aga. Saat-saat ia bersama gadis itu. Cinta pertama selalu sulit untuk dilupakan.
Aga bukan tipe yang mudah jatuh cinta, melihat semua gadis cantik, melihat semua gadis baik. Kata orang, harus ada sedikit getaran. Baru itu nama nya cinta.

Tapi pengkhianat tetaplah pengkhianat dan Aga sangat membenci orang seperti itu. Hujan yang mengguyur kotanya membuat jalanan semakin padat. Untung saja Aga mengetahui semua jalan pintas ke apartemennya.

Aga memasukkan password dan terdengar bunyi pintu terbuka. Apartemen besar yang sepi memberinya sedikit ketenangan. Dia memang tidak tinggal dengan orangtuanya dan memilih hidup mandiri disini.

Aga membuka kulkas dan meneguk satu botol air dingin hingga tak bersisa. Ia melepas kemejanya dan mulai membasahi sekujur tubuhnya. Sensasi air hangat membuat semua penatnya hilang seketika.

Setelah membersihkan diri, ia pun mengambil sembarang baju dari lemarinya dan keluar menuju balkon. Angin malam menyentuh kulitnya, ia memandang pantai dengan suara ombak yang menenangkan. Balkon kamar ini memang langsung berhadapan dengan bibir pantai Kuta. Memang di sengaja, karna Aga sangat menyukai pantai.

Setiap ada waktu luang ia pasti menyempatkan diri hanya untuk membasahi kakinya ke air yang asin itu. Diliriknya jam yang bergantung di kamarnya, ia pun berpikir hendak turun ke sana. Lagipula sudah lama ia tak berjalan-jalan di sekitaran pantai.

Malam yang dingin membuat dirinya semakin bisa berpikir jernih. Tapi matanya menangkap gerak-gerik mencurigakan dari dua orang lelaki.

Aga melihat lebih jelas kalau mereka sedang membututi seseorang. Aga pun tak bisa mengabaikan hal itu. Akhirnya dia mengikuti mereka tapi tetap menjaga jarak.

Dan benar saja, saat wanita itu mengeluarkan hpnya, mereka pun langsung menyergapnya. Aga yang sudah waspada segera bertindak. Ia berlari dan langsung menendang orang yang membekap mulut cewek itu.

Laki-laki berambut kribo itu pun terpelanting ke samping. Pria yang satunya masih bingung tapi langsung cepat-cepat melayangkan tinjunya.

Tapi Aga yang memang jago beladiri, berhasil menghindar dan membalas nya tepat di wajah. Mereka berdua pun lari kocar-kacir meninggalkan Aga dan wanita yang sudah tak sadarkan diri itu.

Wajar saja sih karna mungkin kain yang dijadikan alat bekap tadi berisi obat bius. Aga melihat sekelilingnya, sepi. Tak mungkin kan, bila ia meninggalkan seorang wanita, yang tak sadarkan diri pula.

Akhirnya ia menggendong wanita asing itu menuju apartemennya. Aga meletakkannya dengan hati-hati diatas tempat tidur. Tak tau harus melakukan apa, akhirnya ia hanya membiarkannya sampai ia sadar sendiri.

~~~~~~

#bersambung

Hai, gue balik lagi dengan cerita baru. Semoga kalian suka ya :)

Salam, FAS

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang