10

73 6 0
                                    

Aira pov

Siang ini aku makan ditempat biasa. Dan aku sendirian. Ayu sedang ada urusan, jadi ia tidak masuk kantor. Selesai makan, aku pun bergegas kembali, karena pkerjaanku yang menumpuk. Namun ada seorang wanita datang menghampiriku.

"Mbak, mau numpang tanya," katanya sopan.

"Iya, ada apa bu?"

"Jalan Vitaran disebelah mana ya?"

"Oh... dari sini Ibu lurus aja. Nanti ketemu perempatan ibu belok kiri, lalu ketemu lampu merah belok kiri lagi. Nah, jalannya disebelah masjid," jelasku dengan perlahan. Ibu itu pun mengangguk-angguk paham.

"Oh iya. Terimakasih ya mbak." Aku tersenyum, ia pun berlalu dari hadapanku. Tapi belum satu meter dia pergi, terdengar suara decitan ban motor yang membuat ngilu. Spontan aku berbalik dan mendapati wanita tadi terserempet motor. Ia jatuh terduduk ditepi jalan. Aku spontan berlari kearahnya. Kulihat lutut dan sikunya berdarah.

"Ibu! Ibu gak papa?" tanyaku panik. Hanya rintihan yang menjadi jawabannya.

Ku suruh orang untuk memanggilkan kami taksi. Aku pun membopongnya menaiki taksi dan membawanya ke Rumah Sakit. Sampai disana para perawat langsung mengambil alih. Untunglah lukanya tidak terlalu parah.

"Maaf ya, saya udah ngerepotin," ucapnya melihatku.

"Gak papa bu. Ibu uda baikan?"

"Iya. Makasih ya. Kalau boleh tau nama mbak siapa?"

"Aira bu," tuturku.

"Namanya cantik ya... kayak orangnya," ucapnya memuji. Aku tersenyum malu-malu.

"Sekali lagi makasih ya Aira."

"Gak papa bu."

"Saya boleh minta nomor hpmu?"

Aku memiringkan kepalaku bingung, "untuk apa bu?"

"Saya mau balas kebaikan kamu karna udah nolongin saya." Aku berpikir sejenak. Apa tidak apa-apa memberikan nomor ku ke sembarang orang? Lagipula aku baru bertemu dengannya sekali.

"Saya gak berniat jahat kok. Hanya saja saya tidak suka berhutang budi dengan seseorang," ucap wanita itu, menyadari keraguanku.

"Iya deh bu." Aku pun mengambil secarik kertas, lalu menuliskan nomor telepon ku. Toh, apa salahnya, dia kan bermaksud baik membalas budi. Kami berdua juga sama-sama perempuan, aku yakin tidak akan terjadi apa-apa. Kertas yang berisikan nomorku itu langsung diterimanya. Setelah itu aku pun izin pamit.

"Iya. Saya juga mau pulang."

"Ibu gak papa pulang sendiri? Mau saya panggilin taksi?" Ibu itu lantas menggeleng. Dia memberi alasan, kalau suaminya akan datang menjemput. Sebelum pergi aku menyalimi tangannya. Dia tersenyum hangat, dan kubalas senyuman tulus.

-----

Author pov

"Hari ini? Makan malam?" Aga tengah menerima telepon dari mamanya.

"Bisa kan? Ayolah satu kali ini aja." suara mamanya terdengar memelas. Aga berpikir sejenak. Kebetulan malam ini ia senggang, jadi akhirnya mengiyakan ajakan mamanya itu.

"Ok, mama tunggu ya. Sampai ketemu jam tujuh."

Klik.

Sambungan diputus sepihak. Hpnya ia masukkan lagi kedalam saku celananya. Baru saja ia kembali asik mengetik, masuk seorang wanita. Matanya membulat, ia menautkan kedua tangannya di atas meja.

"Ini berkas yang anda minta." Aira meletakkan beberapa berkas di atas meja Aga. Pria itu melihat Aira dengan dingin. Tapi Aira juga tak mau kalah, dia menampilkan ekspresi paling datar nya.

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang