11

79 5 0
                                    

Author pov

"Apa perlu kau sampai harus ke rumah ku?" Wajah datar dan sedingin es itu tidak dapat menyembunyikan keterkejutan Aga akan wanita yang berdiri di depannya saat ini. Dia tak menyangka saat menoleh ke belakang wanita ini sudah berdiri disana.

Aira menampilkan wajah tak acuh nya. Ia hanya menggidikkan bahu nya, pertanda tidak ingin menjawab.

"Hei, apa kau termasuk wanita yang gigih?" ucap Aga, pikirannya sedikit merasa aneh akan kata-kata yang lebih terlihat sebagai pujian itu, "Tidak... maksudku, apa kau mencoba merayu ku?"

Mendengar ucapan Aga yang terlontar cukup enteng, tidak dapat menggubris sosok Aira. "Kau bahkan rela pergi kerumah ku, hanya untuk mendapatkan kata maaf? Apa dengan begitu aku akan menilaimu sebagai wanita yang cukup unik atau wanita yang teguh? Hahaha... maaf tapi silahkan pergi." Aga tersenyum puas, kata-kata itu cukup untuk melukai hati seorang wanita.

"Oh, kamu sudah datang ternyata." Wanita paruh baya muncul dibalik tirai yang menutupi seisi ruang dapur.
Aira sedikit menundukan kepalanya, mengganti posisi yang semula berhadapan dengan Aga kini menyerong.

"Saya sudah datang, maaf saya telat. Sedikit kebingungan mencari rumah didaerah sekitar sini." Aira tersenyum hangat. Wanita paruh baya tadi menghampiri Aga yang sudah melongo tak percaya.

"Sepertinya kalian sudah berkenalan ya?" Agni mengetahui itu dari posisi Aga sekarang, berada tepat didepan gadis itu.

"Bagaimana mama kenal dengan perempuan ini?" Aga masih tak percaya mamanya mengenal perempuan aneh ini. Aira juga tidak kalah terkejutnya. Mengetahui kalau ibu ini adalah mamanya Aga.

"Kemarin dia nolongin mama. Seharusnya kamu berterima kasih dong sama dia."

Aga menoleh tak percaya pada wanita yang ekspresinya masih sama seperti tadi. Tidak sudi mengucapkan terima kasih pada seorang wanita yang dibencinya.

"Udah yuk kita makan. Aira sini..." Aira langsung pergi tanpa menoleh sedikitpun ke Aga.

Aga masih terpaku disana. Tak bergeming setelah Aira dan mamanya pergi masuk ke ruang makan. 'Aku harus melakukan sesuatu,' Aga berucap dalam hati.

-----

Suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring memenuhi ruang makan. Aira dan Agni asik bercengkrama mengabaikan Aga yang makan dengan tidak berselera.

Tak sengaja tangan Aira menyenggol gelas hingga gelas itu pecah. Meninggalkan beling-beling yang berserakan dilantai.

"Ceroboh sekali kau. Apa seorang customer service tidak bisa makan dengan benar? Wajar saja sih." Agni spontan menoleh pada Aga, tangan Aira yang juga tengah memungut pecahan beling pun terhenti. Terkejut, tak percaya.

"Sa-saya izin ke toilet sebentar," ucap Aira dan berlalu pergi. Aga dengan santai meminum air putihnya, sedangkan Agni memberikan tatapan membunuh pada Aga.

Didalam kamar mandi, Aira mengutuk dirinya. Sambil menatap cermin dia tak henti berkata kasar yang ia tujukan pada dirinya juga Aga. Kenapa jadi seperti ini? Seharusnya ia tak membuat masalah, dia bodoh membiarkan pertahanannya terbuka hingga Aga bisa menyerangnya. Tentunya hal itu sudah bisa dibilang keterlaluan.

Setelah selesai mencuci tangan ia kembali ke ruang makan. Aira baru menyadari, ternyata dinding rumah ini dipenuhi lukisan. Kebanyakan lukisan pantai juga pemandangan gunung, dan semuanya dilukis saat sunset atau malam hari. Satu lukisan cukup menarik perhatian Aira sehingga ia berhenti sejenak, hanya untuk memandanginya.

Lukisan sebuah gunung yang megah dihiasi langit malam. Bulan dan bintang juga turut hadir menemani sang gunung. Walaupun begitu, Aira merasa kasian melihat lukisan itu. Tersirat kesedihan di setiap goresan warnanya, 'Aku ingin tau apa yang dipikirkannya saat melukis ini.'

"Aira?"

Aira menoleh ke asal suara, "eh ibu? Maaf saya baru mau kembali tadi."

"Gak papa. Saya pikir tadi kamu tersesat," Agni terkekeh seraya mendekati Aira. Mereka kembali diam sambil memandangi lukisan tadi.

"Soal tadi, maafin Aga ya. Saya juga gak tau kenapa anak itu."

"Iya gak papa bu," ujar Aira.

"Oh iya saya belum tau nama ibu siapa..."

"Begitukah? Haha... maafkan saya. Agni. Nama saya Agni," ucapnya lembut.

"kita ke depan yuk? Papanya Aga bentar lagi pulang." Aira mengangguk dan mengikuti wanita itu ke pintu depan.

Aga menyadari kedatangan dua wanita itu, tapi tetap fokus dengan tv juga keripik kentangnya. Agni mengajak Aira duduk di sofa. Gadis itu sama sekali tak mau bertatap muka dengan laki-laki yang duduk di kursi panjang sebelahnya.

Suara detuman pintu menghentikan percakapan mereka berdua. Muncul pria paruh baya dari balik dinding sedang mencoba melepas dasinya. Agni bangkit dan membantu pria itu. Aira juga ikut berdiri, menghadap dua pasangan serasi itu.

"Apa kita kedatangan tamu?" Dia melihat Aira yang langsung menundukkan kepalanya, memberi salam.

"Iya. Dia perempuan yang mama ceritain kemarin pa."

"Kalau begitu saya harus mengucapkan terima kasih," dia tersenyum lalu mendatangi Aira, "terima kasih ya karna sudah membantu istri saya." Ia menyodorkan tangannya hendak bersalaman dan disambut langsung oleh Aira.

"Sama-sama pak Yuda," ucap Aira sopan.

"Oh, apa kamu mengenal saya?" Tanyanya.

"Pasti kenal lah. Sebagai pekerja pasti harus mengenal majikannya bukan?" Aga menimbrung dengan perkataan yang mencelos hati Aira.

"Aga!" Agni benar-benar syok mendengar kalimat hinaan itu keluar dari mulut anaknya sendiri. Dia melihat Aira yang menundukkan kepalanya.

"Maaf... apa saya sudah boleh pulang?" tanya Aira masih dengan kepala tertunduk. Suaranya bergetar bukan karena menahan tangis, melainkan amarah yang sudah memuncak.

Ia masih menghormati dua orang didepannya ini, sehingga dirinya hanya diam tak membalas kata-kata pria itu. Tapi sungguh Aga sudah merendahkan harga dirinya. Aira merasa ditelanjangi sekarang.

"Baiklah. Kamu pulangnya diantar sama pak Wino ya?" Agni tak ingin menahan Aira lebih lama lagi. Yang ada jika dia masih disini Aga akan terus mengganggu dirinya.

"Tidak perlu. Saya bisa pulang sendiri." Aira membungkukkan badannya sopan lalu bergegas pergi dari rumah itu.

Setelah Aira pergi, wanita itu beralih pada Aga yang masih santai menonton tayangan berita. Yuda tidak berniat ikut campur, jadi dia kabur ke kamar. Meninggalkan ibu dan anak itu untuk sendirian.

"Mama tidak pernah mendidik mu untuk merendahkan derajat seseorang." Ia buka suara, tapi Aga masih fokus ke arah depan. Agni lalu mengambil remot dan mematikan tv. "Aga! Dengerin mama!" Laki-laki itu tersentak mendengar suara mamanya yang meninggi. Sebelum kembali berucap, dia menarik napasnya panjang.

"Apa di kantor ada masalah?" Suara Agni sedikit melembut. Wanita itu duduk disebelah Aga, menggenggam tangannya.

"Cerita dong sama mama, ada apa?" Aga menghela napas. Tangan mamanya sedikit menghantarkan kehangatan hingga ia menjadi tenang. Sebenarnya ia sadar dengan perbuatannya tadi. Ia sudah kelewatan, terlebih Aira adalah perempuan dan tidak melakukan kesalahan apa-apa.

"Sebenarnya..."

-------------

#bersambung

Vote dan commentnya. Tolong yaa...
Salam, FAS

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang