16 (repost)

49 4 0
                                    

Aira pov

Sebuah restoran di daerah sekitaran ubud menjadi salah satu tempat menghabiskan sore itu bersama Ayu, sahabatku. Kebetulan sehabis ngantor tadi kami singgah untuk membicarakan presentasi minggu depan. Makanan ku sudah setengah habis ketika Ayu berbicara lagi.

"Lo beneran suka kan sama pak Aga?" Lontaran itu berhasil membuat makanan tersedak di kerongkongan ku. Buru-buru aku menyambar jus tomat dan menegak setengahnya.

Aku tersenyum kecut. Kenapa tiba-tiba dia jadi nyinggung soal si Aga sih?

"Kenapa sekarang lo jadi suka asal jeplak? Harus berapa kali gue bilang, Aga bukan tipe gue."

"Lo jangan ngeles deh. Keliatan kok dari mata lo yang memancarkan aura cinta untuk pak Aga," kata Ayu sedikit lebai.

"Sok tau." Hanya itu yang berhasil ku keluarkan dengan senyum kecil pada akhirnya.

Ayu berdecak, lalu kembali menyuapkan satu sushinya menggunakan sumpit. "Habisnya, lo suka senyum-senyum pas ketemu ama dia. Apalagi coba namanya kalau enggak lagi kasmaran," timpalnya dengan mulut setengah penuh.

Iya juga sih. Tapi itukan ada alasannya. Dia gak tau aja, kalau sebenarnya aku itu selalu keingat kejadian di rumah dua hari yang lalu. Memoriku kembali mengenang kejadian super memalukan itu.

Flashback on

Seperti biasanya setelah menyapu Aga melakukan kegiatan mengepel lantai. Aku membantunya mengukur takaran sabun pel yang masuk ke ember. Kecerobohannya waktu itu tidak akan terulang lagi.

"Kau melewatkan yang satu itu..." aku menunjuk bagian disebelah kursi tamu yang belum terkena pel.

"Iya-iya, dasar bawel," dumel Aga. Dia mengeluh tapi tetap mengikuti perintah, laki-laki yang baik.

Aku mengerucutkan bibir. "Yaelah, di kasi tau juga, malah marah. Cowok apaan tuh?" Omonganku langsung dihadiahi kilatan tajam dari matanya. Aku bergidik ngeri, belum terbiasa juga dengan ekspresi kesal Aga.

"Fiuh, akhirnya selesai." Aku melihatnya dari ekor mataku. Aga mengelap keringatnya dan cukup membuatku dag-dig-dug. Untuk satu gerakan kecil saja bisa meningkatkan detak jantung ku, dasar jantung aneh.

Aku mengikuti bayangannya yang menjenjeng pel dan ember di kedua tangannya. Dan tiba-tiba saja pria itu mengeluarkan suara gedebuk. Buru-buru aku bangkit dan menghampirinya. Aku tak bisa lagi menahan tawaku, melihat muka Aga dengan cantiknya menyentuh lantai rumah.

Aku tertawa terbahak-bahak. "Sialan..." wajah Aga sangat merah menahan malu. Dan terdengar suara pintu kamar mandi yang tertutup dengan keras. Aku masih cekikikan bahkan setelah mengetahui objek kelucuan itu hilang dari hadapanku.

Flashback off

"Tuh kan, senyum-senyum lagi. Pasti lagi mikirin pak Aga kan?! Ngaku gak lo?!" ancam Ayu berapi-api. Aku langsung menetralkan ekpresi dengan kembali fokus kedepan. Tanpa membalas, aku menyuapkan dua udang sekaligus ke mulutku.

-----

Author pov

Dilain sisi, tepatnya di depan pintu masuk restoran, segerombolan wanita datang. Matanya menyapu seisi restoran dan berhenti ketika melihat Aira yang sedang makan. Ide licik untuk mengerjainya terlintas di pikiran perempuan itu.

"Kalian duluan aja. Gue ada urusan bentar." Temannya merespon dengan anggukan.

"Oke deh. Mau dipesenin dulu gak, Jul?"

"Boleh. Lemon tea." Setelah itu Julia mendatangi kasir dan memesan satu gelas air putih.

Ia berjalan mendekat ke meja Aira, lalu pura-pura tersandung. Byur. Air itu mulus menyiram kepala Aira. Sontak semua mata tertuju ke arah mereka saat mendengar suara gelas pecah. Mulut Ayu menganga lebar memandangi setengah badan Aira yang basah kuyup. Aira menarik dirinya dari kursi dan berhadapan dengan Julia yang kini tengah berdiri angkuh. Warna merah terang dibibirnya mendukung aura sombongnya.

"Enak mandi paginya?" Julia berckacak pinggang sambil mencondongkan tubuhnya.

Aira menggeram. "Sial. Maksud lo apa, hah?!"

"Hanya hadiah sambutan buat lo. Gue ingetin ya, jangan macem-macem sama gue." Aira menggeram.

"Oh iya satu lagi, lo temenan sama Deon?"

"Bukan urusan lo." Julia tersenyum remeh.

Setelah itu, ia melenggang pergi, meninggalkan Aira yang kesalnya bukan main. Ayu bereaksi dengan mengambil tisu lalu mengelap air yang masih menetes di wajah dan rambut Aira

"Gue mau pulang." Aira pun mengambil tasnya dan berjalan pergi. Meninggalkan mata-mata yang melihatnya prihatin.

-----

Aira sampai didepan rumah dan mendapati mobil yang ia kenal terparkir manis disana. Ia membuka pintu rumah sambil mengucap salam. Deon dan ibu yang sedang berbincang menoleh ke arahnya. Mereka terkejut mendapati Aira yang basah. Padahal cuaca hari ini cerah dan tidak ada tanda-tanda hujan turun.

"Ya ampun ra, kenapa kamu bisa basah gini?" Ibu menghampiri Aira yang sedang melepas hig-heelsnya.

"Deon, bisa kau pulang sekarang? Aku enggak enak badan," pinta Aira dengan suara pelan. Deon yang berdiri disamping ibu terdiam sebentar tapi kemudian mengangguk dan menyalimi ibu Aira kemudian pergi.

Ibu pergi ke belakang mengambil handuk lalu mengelap rambut Aira. "Kamu mandi dulu, baru kita bicara." Hanya anggukan lemah tanda ia menurut.

Setengah jam berlalu, kini Aira sudah duduk bersimpuh di sofa. Ditemani teh panas buatan ibu tadi.

"Sekarang cerita. Kamu kenapa? Ada masalah apa?" Aira memainkan jarinya sambil memegang gelas hangat itu.

"Kalian bertengkar?" Kepala Aira menggeleng, namun mulutnya masih bungkam. Sampai saat ini otaknya masih memikirkan tingkah Julia tadi sore.

"Kamu tau kan ibu enggak bakalan marah sama kamu?" Ibu masih memancing anaknya dengan rayuan lembut.

Tak lama tangan Aira melingkar di lengan wanita yang duduk disampingnya. "Maafin Aira bu. Jujur aku juga enggak paham kenapa bisa jadi kayak gini." Ibu menarik kepala Aira ke bahunya, lalu mengecup puncak kepala Aira sekilas.

"Sebenarnya kenapa?"

"Aku bingung, tiba-tiba aja cewek aneh itu dateng sambil nyiram air ke aku, lalu dia bilang jangan macem-macem sama dia. Apa maksudnya coba?!" ceritanya kesal.

"Kalian kenal?"

"Gak kenal bu, uda dua kali Aira ketemu sama dia. Ibu tau, waktu pertama aku gak sengaja nabrak dia. Masa cuma gara-gara itu aku mau kena tampar sama dia sih, bu?!" Mata ibu melebar, tapi Aira tidak memberi kesempatan ibu untuk memotongnya.

"Untung aja ada Deon. Kalau enggak bisa rusak muka imut ku ini." Aira mengerucutkan bibirnya.

"Deon kenal sama tuh perempuan?"

"Bisa jadi. Soalnya dia nyebut nama Deon waktu itu." Aira menegakkan kepalanya. Mempelajari ekspresi ibu yang tidak terbaca.

Dalam benak ibu sekarang bukan kemarahan melainkan kelegaan. Ia sangat lega mengetahui putrinya menjadi lebih berekspresi. Diluar kepribadiannya yang tenang, sungguh keajaiban hanya dalam 6 bulan dia sudah banyak berubah. Dulu ibu sebenarnya kurang setuju saat Aira ingin bekerja di Bali, karena jarak yang jauh, juga ia jadi tidak bisa mengawasi putrinya secara langsung. Ia takut putrinya jatuh ke pergaulan yang tidak baik, tapi untungnya dia bisa menjaga kepercayaan orang tua. Dia bergaul dengan orang yang baik seperti Ayu dan Deon. Dan sekarang dia sudah berani mengenalkan pacarnya. "Putriku sudah dewasa sekarang," batin ibu terharu.

Aira terkejut mendapat pelukan hangat dari ibunya. "Jaga diri ya sayang. Ibu tau kamu uda dewasa dan bisa menyikapi keadaan sekarang."

"Ibu baru nyadar? Enggak tau apa kalau anak ibu ini uda mau 23? Lupa?" Ibu tertawa renyah dan kembali mengecup kening Aira.

Selepas acara sendu itu, Aira mengganti topik yang lebih menarik. Kejadian Aga ketika jatuh terjerembab, mungkin akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan.

"Besok temenin ibu ya? Cari oleh-oleh buat ayah." Aira membentuk jari tanda ok.

"Yaudah kamu tidur ya. Uda malem." Sebelum Aira beranjak ke kamar ia mengecup kening ibu untuk beberapa saat.

~~~~~~~~
Tbc

Vote dan comment ya teman~~

Salam, FAS

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang