8

104 6 1
                                    

Author pov

"Aira...itu nama panggilan nya."

Deon mengangguk kikuk, ia sedikit terkejut dengan nama wanita itu. Tidak biasa nya Aga perduli dengan wanita, apalagi hanya seorang costumers service. Deon merasa tidak enak dengan permintaan Aga.

"Umm... begini. Aku sangat sibuk, mungkin kau bisa menyuruh yang lain," kata Deon, tangan nya mengusap-usap tengkuk yang juga masih basah itu.

"Apa jadinya jika aku ketahuan mencari informasi seorang wanita?" Aga tampak memelas "ayolah..." kali ini Aga menggoyang-goyang kan tangan Deon, membuat Deon tertawa miring.

"Oke, oke, besok akan kuantar berkas nya. Sekarang aku harus pulang." Deon ingin berpamit, karna malam semakin larut.

"Tunggu, apa diluar hujan? Kenapa kau basah," ucap Aga tangan nya menunjuk bagian tubuh atas Deon yang basah.

"Oh, i-iya. Tadi aku kehujanan," Deon sedikit salah tingkah. "Sampai jumpa." Deon pun pergi, meninggalkan Aga dengan seribu pertanyaan.

Deon mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Masih segar dipikirannya soal kejadian tadi. Tidak mungkin dirinya menceritakan hal itu pada Aga. Bisa-bisa Aga menertawakan dirinya.

Flashback on

Deon yang sudah jauh dari rumah Aira, memutar balikkan mobilnya. Entah kenapa dia melakukan itu. Tak enak juga dirinya pada ibunya Aira. Tapi apa boleh buat, dia tak bisa membiarkan keinginan ini terus mengusik dirinya.

Tok tok tok

Deon menunggu beberapa saat dan pintu terbuka. Aira menaikkan sebelah alisnya. Lalu melipat lengannya di dada. Mereka saling berhadapan, dan tidak berkata apa-apa.

"Ayo, ikut aku." Deon menarik tangan Aira. Belum juga mereka sampai di mobil, Aira melepaskan genggaman Deon.

"Jangan tarik-tarik." Aira mengusap tangannya, "minta izin dulu dong," Aira tampak kesal.

Deon terkekeh, tapi langsung berjalan memasuki rumah. Tak lama Deon kembali dengan muka berseri, dan tangannya kembali mengamit tangan gadis itu. Aira pun hanya pasrah, karena ibunya pasti sudah memberi izin. Melihat Deon yang jadi seenaknya seperti ini.

Mereka sampai di sebuah taman yang luas. Tapi mereka tak menemukan satu orang pun disana. Bahkan tempat bermain anak-anak pun sepi.

"Ngapain kesini?" Aira masih dengan nada malasnya bertanya ke Deon yang sumringah.

"Aku pikir, taman ini cocok untuk anak kecil yang lagi ngambek." Deon mengedarkan pandangannya keseliling taman.

"Apa kau bilang!? Anak kecil?" wajah Aira kembali kesal, "yaudah, aku pulang." Aira langsung melangkah pergi.

Dengan sigap Deon kembali menahan pergelangan tangan Aira. "Bercanda kok, ayolah kalo marah makin jelek loh," Deon kembali menggoda Aira dan dihadiahi pelototan mata wanita itu.

Aira menghela napas pelan. Ia melembutkan ekspresinya. Deon pun tersenyum lebar melihat Aira yang mulai menampilkan senyumnya.

"Sekarang kita mau ngapain? Di sini gak ada orang."

"Bagus dong kalau gitu. Kita bisa kencan tanpa diganggu orang lain." Deon tersenyum menggoda. Wajah Aira sedikit memerah dan memberi pukulan di bahu Deon. Pria itu mengaduh kesakitan, tapi langsung menarik Aira untuk berkeliling taman. Disepanjang jalan Deon terus membuat lelucon, tapi hanya ditanggapi seadanya oleh Aira.

Hal itu tak menurunkan semangat Deon untuk membuat senang Aira. Dia mendapat ide untuk mengerjai gadis itu. Dibawanya Aira ke tengah-tengah taman. Deon pun menyuruh Aira diam disana. Sedangkan Deon meninggalkan Aira yang masih bingung.

"Ngapain sih?"

"Tungguin aja," ucap Deon sambil mengulum senyum jailnya. Tidak lupa Deon menghitung mundur di dalam hati.

Tiga..
Dua..
Satu..
Currrrr!!!

Air tiba-tiba menyembur dari tepat di bawah kaki Aira. Deon terpingkal-pingkal melihat Aira yang berlari kesana-kemari mencari jalan keluar dari penjara air itu. Aira geram dengan Deon yang menertawakan dirinya. Dia pun berlari ke arah Deon. Pria itu tak menyadari kehadiran Aira karna sibuk tertawa.

Dengan sekuat tenaga Aira menarik Deon masuk ke lingkaran air. Tapi Deon yang tidak siap ditarik seperti itu, malah kehilangan keseimbangannya. Alhasil dirinya terjatuh menimpa Aira. Ia meringis dan merasakan tubuhnya menimpa sesuatu. Ia pun bangkit, dengan kedua tangannya bertumpu diatas marmer. Aira mengerjapkan matanya, tak menyangka dengan pemandangan dihadapan nya.

Dari kepala hingga pundak Deon yang setengah basah membuatnya terhipnotis. Deon terlihat manis sekaligus sexy. Belum lagi dia yang menatap Aira intens. Muka Aira memerah, lalu tanganya mendorong tubuh Deon menjauh.

Deon baru tersadar saat Aira sudah duduk bersimpuh didepannya. Ternyata Deon sama terkejutnya, dia tak tau apa yang dipikirkan gadis itu. Tapi ia yakin, Aira sama sepertinya. Pandangan Deon turun kearah baju Aira yang basah. Seketika ia memalingkan kepalanya, wajahnya sedikit memerah.

Aira memiringkan kepalanya, 'kenapa laki-laki ini?'. Deon membuka jaketnya kemudian dilemparkan ke Aira. Aira yang masih belum paham itu hanya memandangi jaket dipangkuan nya.

"Baju mu," gumam Deon. Kepala Aira menoleh kebawah melihat baju putihnya yang basah juga menerawang. Seketika ia terbelalak, lalu kembali menatap Deon yang masih menyembunyikan wajahnya. Cepat-cepat ia memakai jaket yang diberikan Deon. Wajah nya merah menahan malu.

"A-aku mau pulang, se-sekarang," pinta Aira dengan tergagap. Tidak tau lagi harus ditaruh dimana mukanya itu. Saat ini ia sudah kehilangan muka didepan pria itu. Deon mengangguk sekilas dan mendahului Aira menuju mobil.

Deon mengantar Aira selamat sampai di rumah. Mereka saling diam. Entah kenapa mereka berdua menjadi canggung. Baru saja Aira mau membuka mulut, Deon langsung turun dari mobil. Ia berjalan memutari mobil dan membukakan pintu disebelah Aira.

Aira berniat membuka jaket yang melekat ditubuhnya. Tapi ditahan dengan suara serak Deon.

"Gak usah, kau lebih membutuhkan nya," ujar Deon.

"Eh? Iya deh, makasih. Besok pagi aku balikin." Pria itu tak membalas lagi perkataannya. Aira pun melangkah masuk ke rumahnya, ia juga tak berharap Deon mengatakan apa-apa. Sebelum membuka pintu dia menoleh sesaat ke arah Deon. Memberinya senyuman terbaik. Jauh di dalam hatinya, Aira tak ingin memulai apapun dengan temannya itu. Dia tak mau kembali berakhir seperti dulu. Sedikit trauma dirasakannya, tapi hal itu tak diketahui Deon.

Aira memutar kenop pintu dan masuk kedalam rumah. Deon masih berdiri disana. Menerawang kearah pintu yang telah tertutup. Jantungnya berdetak hebat karena senyuman gadis itu. Yang menurutnya bisa meluluhkan hati laki-laki manapun. Ia sendiri tidak tau apa yang dirasakannya, tak ingin rasanya membuat situasi semakin canggung. Deon cukup merasa bersalah karena  sudah ada benih kecil dihatinya. Ia harus melupakannya, siapapun asalkan jangan gadis itu.

"Aku harus menolaknya.."

Flasback off

Deon masih berkendara dijalanan yang sudah lumayan sepi. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Pikirannya masih setia mengingat kejadian itu. Lebih tepatnya mengingat bagian baju Aira yang basah. Deon menampar pipinya sendiri, berusaha membuang pikiran mesum itu. Aira hanya gadis kecil, ya, dengan dia berpikiran seperti itu mungkin ia bisa memendam perasaannya untuk Aira.

Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya Deon sampai di apartemennya. Dia memarkirkan mobilnya. Lalu menaiki lift menuju lantai rumahnya. Pintu lift terbuka dan menampakkan sosok wanita berdiri tepat di depan pintu apartemennya. Deon langsung bisa mengenali wajah si wanita. Lalu memanggil namanya.

"Julia?"

--------------

#bersambung

Tinggalkan vote dan commentnya ya..
Salam, FAS

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang