4

186 17 1
                                    

Aira pov

Aku menatap cermin, terpantul bayanganku yang mengenakan blazer warna cream dan rok span selutut. Tanganku bergerak mengikat rambut panjangku.

Tunggu dulu. Aku mendekatkan wajahku ke cermin untuk melihat lebih jelas. Kok antingku cuma sebelah? Duh, kok aku gak nyadar sih?? Aku mencoba mengingat-ingat kemarin aku ada dimana, oh, mungkin terjatuh di Rumah Sakit. Pulang dari kantor aku akan mengeceknya.

Aku berjalan kaki keluar dari komplek rumahku. Sekali-kali aku menyapa ibu-ibu yang tengah membeli sayur di tempat Pak Timo.

Diriku menunggu bis di antara orang yang berlalu lalang. Seperti ini lah tiap harinya. Aku bukanlah orang berada yang pergi dengan mobil mewah atau kendaraan pribadi lainnya.

Disini aku hanya tinggal sendiri. Kedua orang tua ku tinggalnya di Bandung. Aku memberanikan diri mengadu nasib seorang diri disini. Untunglah dengan gelar s2 ditanganku, aku bisa bekerja di salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia.

Aku melangkah masuk ke dalam bis yang berhenti tepat didepan ku. Cukup jauh jarak antara kantor dan rumahku. Jadi perlu setidaknya setengah jam untuk sampai disana, tapi belum lagi kalau macet, bisa makan waktu sejam-an mungkin.

-----

"Pak, ini berkas yang anda minta kemarin," aku sedang berada di ruangan atasanku, Pak Vicky.

"Bisa tolong kamu antarkan itu ke beliau? Saya sebentar lagi mau meeting," ujarnya padaku. Aku sedikit ragu, sebab bukan sembarang orang bisa kesana. Tapi akhirnya aku pun mengiyakan nya.

Tanganku menekan tombol lift. *ting* aku masuk lalu menekan angka 30. Ujung sepatuku mengetuk-ngetuk porslen, ternyata butuh waktu lebih untuk sampai ke lantai paling atas itu.

*ting* akhirnya pintu lift terbuka. Aku pun melangkah keluar lift. Hatiku sedikit senang, karna akhirnya aku bisa ke sini. Wajar lah, aku cuma pegawai yang kerjanya di bagian customer service, jadi sangat tidak mungkin aku bisa berhadapan langsung dengan ceo perusahaanku ini.

Diriku menelusuri lorong panjang dan aku sampai di depan pintu kaca.
Wanita yang duduk di sana menoleh padaku. Aku tersenyum, dia menekan interkom dan suaranya menyuruh ku masuk. Pintu kaca itu otomatis terbuka dan kakiku melangkah masuk menuju tempatnya duduk.

"Ibu Aira?" aku mengangguk, "saya Siska, pak Vicky sudah memberi tau tadi. Mana file nya?" Aku menyodorkan dokumen yang sudah sedari tadi ku pegang. Dia menerimanya dan melihatnya sekilas.

"Baiklah, saya akan langsung menyampaikan ini. Anda boleh pergi," katanya sopan.

Aku mengangguk lalu berbalik, begitu pun dia yang langsung pergi mengetuk pintu besar disana, pasti itu ruangannya. Kepalaku menengok ke belakang, bersamaan dengan Siska yang membuka pintu bertuliskan 'CEO room'.

Sekilas aku melihat pria memakai jas dengan rambut hitam pekat sedang duduk di depan laptopnya. Aku terpaku sesaat, Aga? gumamku.

Kepalaku menggeleng pelan, mungkin aku salah liat. Gak mungkin juga kalau dia ada disini. Memang sih nama mereka sama, tapi aku yakin ceo-ku itu tak mungkin mau menolongku dua kali. Terlebih lagi bosku ini di kenal sebagai tuan es, berbeda sekali dengan Aga yang membantuku.

Akhirnya aku berjalan menuju lift dan kembali ke lantai tempat ku seharusnya berada, lantai 5.

-----

Author pov

Aira memasuki gedung Rumah Sakit tempat ia di rawat kemarin. Mencoba menanyai beberapa suster soal antingnya. Tapi nihil, para suster tak menemukan barang apapun, kalau pun ada pasti akan di taruh di lost and found.

Mengetahui kecil kemungkinan antingnya itu akan ketemu, Aira pun memutuskan pergi dari sana. Ia menunggu angkot di halte yang ada di depan rumah sakit.

Wanita itu sedikit cemas, melihat sudah pukul 21.00 tak ada satu pun kendaraan umum yang lewat. Ia merogoh tasnya lalu mengeluarkan hpnya. Jarinya mengetik nomor, lalu menempelkan benda itu ke telinganya.

Tuttt...tutt...tutt...

"Halo, ra?"

"Yu, lo masih di kantor gak?" Tanyanya agak cemas.

"Gue barusan nyampe rumah nih. Wiwit tiba-tiba sakit. Emangnya kenapa ra?"

Aira menghela napas,"gak kok. Ya udah, semoga Wiwit cepet sembuh ya," Aira memutus panggilan lalu merenggangkan otot lehernya yang pegal. Mau tak mau dia harus sabar menunggu kendaraan apapun yang bisa ia tumpangi untuk pulang ke rumahnya.

Dari arah berlawanan seorang pria keluar dari gedung kantor. Ia masuk ke mobilnya dan mulai menjalankan mesin itu. Baru saja keluar dari halaman parkir, sekitar 20 meter tepatnya di halte rumah sakit Pertiwi terduduk wanita yang ia kenal.

Sesaat ia terdiam, menimbang-nimbang untuk menemuinya atau tidak. Tapi kalau dipikir-pikir untuk apa juga ia bertemu dengannya, dia juga tak punya urusan apa-apa. Tapi baru sekitar 30 meter menjauh dari sana, ia membalikkan arah mobilnya dan berhenti tepat di halte itu.

Mereka bertatapan disaat sang wanita mengangkat kepalanya dan si pria baru keluar dari mobilnya. Sedikit lama, akhirnya si wanita pun mengeluarkan suara.

"Aga?" panggilannya menyadarkan pria itu, "ngapain disini?" Aira berdiri dari duduknya.

Aga tak merespon, tapi ia memutari mobilnya dan membuka pintu penumpang. Alis Aira terangkat bingung.

"Masuk." hanya satu kata itu yang terucap, tapi mampu membuat tubuh Aira otomatis bergerak dan duduk didalam mobil pria itu.

Aga menjalankan mobilnya tanpa berkata apa-apa. Begitu pun Aira yang hanya fokus ke depan. Keheningan itu terus berlanjut hingga mereka sampai di depan rumah Aira.

"Makasih, mau mampir dulu gak?" tawar Aira ke Aga.

"Apa kau sudah baikan?" pertanyaan itu terlontar tanpa perintah dari si empunya.

Aira melihat Aga yang juga tengah melihatnya. Ia menjadi yakin 100% kalau Aga yang didepannya ini tak mungkin Aga yang menjabat sebagai ceo Weber property. Ia memberikan senyum hangat untuk pria itu lalu mengangguk.

"Ya udah, aku masuk dulu ya," Aira membuka pintu mobil dan berjalan ke arah rumahnya. Aga menyempatkan diri untuk melihat gadis itu masuk ke rumahnya. Bukannya apa-apa dia hanya jaga-jaga kalau saja wanita itu akan pingsan lagi seperti kemarin.

Flasback on

Aga mengantar Aira pulang ke rumahnya. Padahal wanita itu telah menolak dia untuk mengantarnya, tapi bukan Aga namanya kalau tak keras kepala.

Aga memberhentikan mobilnya tepat di rumah yang sederhana tapi nyaman. Aira menawarkan Aga untuk mampir tapi ia menolak. Tanpa basa-basi Aga langsung pergi setelah Aira turun. Tapi baru saja ia memutarkan mobilnya, ia melihat tangan Aira yang memegang kepalanya. Lalu badannya mulai meluncur roboh ke tanah.

Untung saja Aga bertindak cepat dengan langsung keluar dari mobilnya dan berhasil menangkap tubuh itu. Kemudian membopong Aira dan mendudukkannya di bangku teras.
Aga berinisiatif mencari kunci rumah di tas gadis itu. Ketemu, Aga membuka pintu rumah dan kembali memapah badan yang memang belum pulih sepenuhnya.

Dia sedikit mengutuk dokter yang menyuruh Aira untuk pulang hari ini juga. Kalau Aga tau akan seperti ini dia akan menyuruh cewek itu menginap saja disana.

Akhirnya setelah minum obat, Aira terlelap karna efek samping obatnya. Setelah memastikan semuanya, Aga pun pulang dari rumah gadis itu.

Flashback off

Aira tersenyum sambil melambaikan tangannya, tanpa tau kalau hal yang baru ia lakukan membuat Aga tersenyum. Kali ini senyum yang tulus. Entah sudah berapa lama ia tak tersenyum seperti itu. Akhirnya Aga pergi dari komplek rumah itu dengan perasaan yang tak bisa ia artikan.

#bersambung

Tinggalkan jejak ya para readers ku tersayang..

Salam, FAS

Fall Like RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang