Author POV
Pagi ini terlihat Beby dengan tampilan acak-acakannya menatap laptop yang masih menyala sejak semalam. Beby sama sekali belum beranjak dari ruang kerjanya sejak malam tadi karena memang Beby sedang enggan pulang. Enggan untuk bertemu dengan orang-orang, termasuk sekertarisnya. Beby mengunci ruang kerjanya dari dalam. Jadi tidak ada yang bisa masuk. Kecuali Beby yang membukanya atau seseorang membuka dengan kunci cadangan.
"Huft," helaan napas berat lolos dari bibir keritingnya. Beby menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya dengan mata terpejam rapat-rapat. Beby mengusap wajahnya yang mungkin terlihat sangat kusut saat ini dengan kasar.
Deringan ponsel membuat Beby kembali menegakkan tubuhnya. Beby melirik ke arah ponselnya. Beby langsung mendengus malas kala membaca caller Id-nya. Beby memutuskan untuk kembali menyandarkan tubuhnya. Rasanya, Beby enggan sekali berbicara dengan seseorang yang hampir membuat kepalanya pecah.
Ponsel Beby terus-terusan meraung. Memberi kode pada si pemilik untuk mengangkat ponsel tersebut. Beby menggeram lalu mengambil secara kasar benda kotak persegi panjang itu lalu ia tempelkan di telinganya.
"Beby...kamu kemana aja sih? Aku telefonin daritadi bukannya di angkat!" suara Shania terdengar begitu keras di seberang sana yang mengharuskan Beby menjauhkan sedikit ponsel miliknya dari telinganya. "Diem pula, kamu dimana sekarang?"
"Kantor, Shania." jawab Beby singkat.
"Pulang!" bentak Shania. "Kerumah aku. Sekarang!"
"Aku banyak kerjaan."
"Gak ada ngebantah. Kamu ha-" Beby langsung saja memutuskan panggilan Shania. Beby melempar asal ponselnya ke atas mejanya. Ia kembali menyandarkan tubuhnya. Mungkin tidur sebentar bisa menenangkan pikirannya. Ya, benar.
*****
"Bu Beby masih di atas?" tanya Shania yang baru saja sampai di lobby. Ya, Shania langsung meluncur ke kantor Beby karena dalam jangka waktu satu jam Beby belum juga menampakkan batang hidungnya di rumahnya. Merasa khawatir, jadi Shania memutuskan untuk menyusulnya.
"Iya, Bu Shania. Bu Beby belum pulang dari semalam." jawab sang resepsionis yang bernama Dena. Shania mengangguk lalu langsung berjalan menuju lift sambil menggerutu sebal.
Shania melangkahkan kakinya keluar dari lift menuju ruang kerja mereka berdua. Hm, hari ini Shania memang sedang meliburkan diri karena Shania meminta cuti beberapa minggu ke depan.
"Lho? Di kunci?" gumam Shania pelan saat hendak membuka pintu ruangan Beby namun tidak bisa karena terkunci dari dalam. Shania menggeram lalu mulai mengetuk pintu kerja Beby secara brutal. "BEBY! Keluar dong!"
Merasa ada yang mengganggu ketenangannya, Beby mengangkat kepalanya. Beby mengusap matanya berapa kali lalu kembali meletakkan kepalanya di atas meja. Namun, pukulan brutal dari arah pintu membuat Beby mendesah frustasi.
Dengan langkah gontai, Beby berjalan menuju pintu ruangannya lalu membukanya. Sebuah pelukan posesif langsung Beby dapatkan beberapa detik kemudian. Shania. Shania memeluk tubuh Beby erat-erat seolah-olah Beby ingin pergi entah kemana. Beby yang memag masih setengah sadar hanya diam saja.
"Kok kamu masih disini?" tanya Shania sambil menatap Beby serius. "Kamu begadang sampe pagi disini? Kok gak bilang ke aku?"
Beby memutar bola matanya malas. "Bisa gak, gak bawel? Sehari aja. Aku pusing denger kamu ngoceh terus." ujar Beby acuh.
Shania memberengut. "Kok kamu jahat Beb sama aku?" ucap Shania dengan nada merajuk. Shania melingkarkan tangannya di lengan Beby dengan kepala menyandar manja di bahu Beby. "Aku tuh kangen sama kamu. Aku gak bisa jauh-jauh dari kamu. Sama kayak janin yang tumbuh di perut aku."
Mendengar adanya kata 'janin' langsung membuat Beby bad mood. Beby menarik tangannya lalu berjalan kembali menuju meja kerjanya. "Berkali-kali aku bilang, itu bukan anakku!" kata Beby dengan nada sedikit meninggi.
"Tapi semua udah terbukti Beb, dan bukti itu kuat. Kamu gak bakal bisa mengelak lagi." ujar Shania sambil berjalan mendekat ke arah Beby. "Nabilah juga udah mengurus semuanya."
"Jangan gila!" ucap Beby cepat.
"Cepat atau lambat, kita akan menikah. Kamu milik aku, dan aku milik kamu seutuhnya." Shania mengedipkan sebelah matanya sambil mengusap pipi tirus Beby dengan jemari lentiknya.
"Shan," Beby memperingati Shania saat tangan Shania mulai mengusap paha Beby.
Shania hanya menjawabnya dengan dehaman. Tangannya semakin nakal menggoda Bosnya tersebut. Shania mulai mendekatkan wajahnya ke arah leher Beby dan meniupnya. Beby memejamkan matanya menahan gejolak yang timbul akibat ulah Shania.
"Gak usah gila!" Beby langsung menghindar saat Shania hendak mengecup bibirnya. "Mending kamu pulang sana."
"Gak mau." Shania kembali mendekatkan wajahnya. Tangannya terangkat untuk menahan tengkuk Beby. "Aku mau kamu." ucap Shania yang langsung membuat Beby bergedik ngeri.
"Oh god, jangan lagi." batin Beby memohon.
*****
By the way, next part di privat ya karena demi keamanan. Silahkan di follow jika mau membaca kelanjutannya. Terima kasih😊😊
See ya next chapt!
KAMU SEDANG MEMBACA
Afire Love [Completed]
FanfictionSebuah cinta yang berapi-api. Sekuel dari Love Affair 7/10/16 - 1/8/17