Perhatian, mengandung kata-kata kasar. Enjoy.
Beby POV
Kepalaku rasanya seperti ingin meledak. Banyak hal yang aku pikirkan akhir-akhir ini. Pertama, masalah Shania. Kedua, masalah suamiku. Dan yang terakhir adalah masalah perusahaan milikku. Ya Tuhan, bagaimana cara aku menyelesaikan semua perkara ini?
Shania. Sekertaris gila yang tiba-tiba masuk kedalam kehidupanku, dan sekarang ia menimbulkan banyak masalah. Apa yang harus kulakukan padanya? Tidak mungkin aku menuruti semua permintaan gilanya itu. Tetapi, jika aku lari, argh. Tidak. Tidak boleh foto laknat itu tersebar. Mau ditaruh dimana mukaku ini?
"Beb, duh, gue bingung deh kenapa ini semua bisa terjadi sama si Tanju." Nabilah menatapku dengan raut wajah yang susah untuk kujelaskan. "Kalo menurut logika, gak mungkin elu yang ngehamilin dia. Yakali kan ya." Sambungnya.
Aku menghela napasku. "Ya gak mungkinlah gue Bapak dari anak yang ada di perut temen lu itu." Jawabku lalu beralih menatap keluar jendela.
Nabilah tertawa. "Lucu juga sih. Ya tapi gimana kampret? Lu udah anuan kan sama Shania? Gue aje sama Gaby beloman." Katanya. Langsung saja kutatap tajam matanya. Nabilah terkekeh. "Canda, Bos."
"Gue pernah bilang kan? Itu Cuma kecelakaan."
"Kecelakaan atau emang lunya pengen?" kata Nabilah sambil menaik-turunkan alisnya. Dasar Nabilah, untung saja dia teman baikku. Kalau bukan, sudah kulempar ia dengan laptop yang ada di atas mejaku.
Nabilah beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat kearahku. "Yaudahlah, terima nasib aje Bos. Lu kudu nikahin dia, sesuai janji lo. Kita omongin lebih serius lagi nanti kalo ada waktu senggang." Nabilah menepuk-nepuk bahuku. "Yaudah, gue cabut yak? Si ayam udah ngamuk nih."
Aku mengangguk. "Iya, hati-hati."
Dan aku kembali termenung dengan hal-hal yang mengganggu seisi kepalaku. Aduh, kenapa ini semua terjadi padaku sih? Kenapa Shania tiba-tiba datang kehidupku? Dan kenapa aku menerimanya sebagai sekertaris kala itu? Coba saja tidak, aku tidak mungkin dalam keadaan sefrustasi ini.
Aku memukuli kepalaku berkali-kali. "Bodoh, lo gak boleh menyesali sesuatu yang udah terjadi!" aku memaki diriku sendiri.
Aku menenggelamkan kepalaku di atas lipatan tanganku. Mau gimana juga, waktu tidak dapat diulang kembali. Mau lari sejauh-jauhnya juga pasti enggak bisa.
Kringgg
Aku mengangkat kepalaku lalu mengangkat gagang telepon. "Halo selamat pagi," sapaku.
"Beby!!" aduh, lagi-lagi dia. "Kenapa aku telfon nggak di angkat?"
"Batrenya habis," jawabku. "Lupa charger."
"Nanti anter aku belanja yayayaya?" ujarnya. Kutebak, pasti diseberang sana ia sedang memasang wajah manja.
Aku menggaruk pipiku. Kenapa harus aku sih? Kenapa gak sendiri aja gitu. "Gak bisa."
Terdengar Shania mendengus di seberang sana. "Ck, gak bisa gak bisa terus! Dari kemarin kamu ngomongnya gitu, kenapa sih gak bisa luangin waktu sebentar aja buat aku?"
Aku menggeram. "Dengar ya Shania, aku ini bukan siapa-siapa kamu! Jadi jangan pernah bergantung sama aku dan jangan berharap banyak dari aku. Kamu masih bisa gunain kaki kamu kan?"
Lho, mati?
Aku meletakan gagang telepon lalu langsung bersandar di kursi kerjaku. Aku salah ya?
*****
Author POV
Kinal mengusap punggung Shania lembut. "Udah dong lu jangan nangis begini, siapa yang bikin lo kayak begini? Bilang ke gue, gue hajar itu orang." Ujar Kinal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afire Love [Completed]
FanfictionSebuah cinta yang berapi-api. Sekuel dari Love Affair 7/10/16 - 1/8/17