Hal kedua yang paling menyaktikan setelah melihatnya sudah berbahagia dengan orang lain adalah saat kamu berusaha mati-matian menghapus bayang-bayangnya namun ketika tidak sengaja melihat foto orang itu terselip dibalik file-mu, kamu merasakan rasa itu kembali. Dan kamu merasa semua yang kamu lakukan hanyalah sia-sia.
*****
"Beby dimana?" tanya Nabilah kepada seseorang yang ia tebak adalah karyawan dari perusahaan temannya tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih, Nabilah langsung berjalan masuk ke dalam perusahaan Beby yang terlihat tidak pernah sepi.
Nabilah langsung berjalan menuju lift dan memencet lantai dimana Beby berada. Tidak lama kemudian, Nabilah sampai dan ia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Beby. Nabilah mengedarkan matanya ke penjuru ruangan mencari keberadaan temannya tersebut.
Beby –yang baru saja keluar dari kamar mandi– terkejut melihat Nabilah berdiri di ambang pintu ruangannya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Nabilah berjalan mendekat ke arah Beby dengan mata tetap terfokus kepada Beby. Beby meneguk air liurnya susah payah.
"Gue mau ngomong serius sama lo," ucap Nabilah dengan nada serius tentunya. "Tentang Shania."
Beby menghela napasnya lega. Ia kira Nabilah akan menghjar dirinya habis-habisan. Beby mengangguk lalu berjalan menuju sofa yang tersedia di ruangannya. Nabilah mengikuti langkah Beby dan mendaratkan tubuhnya di atas sofa. Nabilah menegakkan posisinya menghadap ke arah Beby.
"Lo tau keadaan dia? Kandungannya mulai membesar Beb." Ujar Nabilah langsung kepada topiknya. "Gue mau nanya satu hal sama lo."
Beby hanya diam. Nabilah menghela napasnya. "Apa lo enggak inget kejadian-kejadian sebelumnya? Atau pernah ngeliat Shania jalan sama laki-laki?" tanya Nabilah yang hanya di jawab gelengan kepala oleh Beby. Nabilah mengusap wajahnya kasar. "Terus, gak mungkin kalo lo Ayahnya!"
Beby mendesah. "Ya cuma gue pernah nemuin Shania dalam keadaan mabuk di tengah jalan. Hampir di perkosa sama preman-preman. Tapi itu hampir, gue keburu dateng." Jelas Beby lalu setelah itu ia mengangkat bahunya. "Dan yaa...gue tidur sama dia. Itu juga karena dia. Coba aja dia nggak maksa. Gue gak mungkin...."
"Gue enggak peduli masalah lo tidurin dia atau enggak! Inti permasalahannya adalah siapa Ayah dari janin yang di kandung Shania!" jawab Nabilah dengan nada sedikit membentak.
Beby mengangguk. "Y-ya sori."
"Dan mana janji lo yang katanya bakal nikahin Shania?" tanya Nabilah yang langsung membuat tubuh Beby menegang. Beby menatap Nabilah tidak percaya lalu Beby menggelengkan kepalanya. Nabilah menggeram lalu mendekat ke arah Beby dan mencengkram kerah kemeja Beby. "Lo tau dia cinta sama lo! Apa lo nggak kasian ngeliat keadaan Shania yang setiap hari murung mikirin lo?"
Nabilah berdecak lalu melepaskan cengkramannya. "Gue salah, lo nggak pernah liat. Bahkan lo kabur." Nabilah tertawa sinis. "Beby yang gue kenal bukan kayak Beby yang ada di hadapan gue saat ini. Lari dari tanggung jawabnya."
Beby mengepalkan kedua tangannya. "Kenapa jadi gue yang harus tanggung jawab atas kehamilan Shania?" bentak Beby. "Kan lo tau, gue dan dia sama! Kalo masalah tidur itu, oke gue ngaku salah karena gue nggak menghindar!" napas Beby memburu sebab ia menahan emosinya.
"Orang yang pertama tau dia hamil siapa? Lo, kan?" tanya Nabilah menatap Beby sinis. "Dan lo pernah bilang bakal nikahin dia. Apa lo lupa sama janji lo?"
"Gue enggak pernah janji!" teriak Beby dengan mata memerah. Emosinya semakin memuncak. "Buat apa gue nikahin dia kalau emang bukan gue yang hamilin dia!"
Nabilah menghela napasnya lalu ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Nabilah mengangkat kepalanya menatap ke arah Beby. "Coba sesekali lo liat kondisi dia yang hancur karena elo." Gumam Nabilah pelan lalu setelah itu ia keluar dari ruangan Beby dengan Beby berdiri mematung mencerna setiap kalimat yang Nabilah ucapkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afire Love [Completed]
FanfictionSebuah cinta yang berapi-api. Sekuel dari Love Affair 7/10/16 - 1/8/17