"Mulai sekarang, detik ini juga, menit ini juga, kalo lo kemana-mana gue, Kinal atau Jeje bakal anter elo. Nggak ngebantah!" ucap Nabilah yang langsung membuat Shania memberengut. Nabilah mengangkat tangannya, meletakan jari telunjuknya di depan bibir Shania saat Shania ingin membuka suara. Dan hal itu membuat Shania tambah memberengutkan wajahnya. "Demi kebaikan lo, dedek bayi lo, dan ketenangan gue." Lanjut Nabilah.
"Ya tapi lo nggak ngasih tau alasannya kenapa!" teriak Shania cukup keras. "Gak terima gue, emang lo kira gue bocah kemana-mana kudu dikawal? Hih."
"Emang," jawab Nabilah kemudian ia menyandarkan punggungnya di sofa. "Banyak predator Tante-tante Nju sekarang, ngeri ae gue." Kata Nabilah nngawur.
"Mana ada sih Bil predator Tante-tante, duh elo ye," Shania memukul kepala Nabilah cukup keras, Nabilah memelototi Shania. Shania menjulurkan lidahnya, meledek Nabilah.
Nabilah menggelengkan kepalanya dengan sebelah tangan memijit keningnya. "Duh ya Nju, susah bener elu mah dibilangin. Gak peduli gue, mau setuju atau nggak, intinya mulai sekarang lu kita kawal." Jelas Nabilah lalu setelah itu beranjak menuju dapur.
Shania memberengut. Sebelah tangannya mengusap perutnya yang sekarang sudah semakin terlihat adanya makhluk kecil disana. "Hmm, sampai sekarang aku belum temuin siapa Ayah kamu. Sabar ya, Nak." Shania berbicara pada makhluk kecil di dalam perutnya dengan lembut.
Nabilah yang tengah meneguk air mineral sedikit tersentuh saat mendengar ucapan Shania barusan. Ia letakan gelas di atas meja lalu mengusap dagunya, berpikir. "Gue harus cari Beby sekarang juga. Cuma dia yang tau masalah ini." Batin Nabilah
Nabilah menganggukan kepalanya setuju dengan pemikirannya barusan. Nabilah berjalan menuju Shania lalu menyentuh bahunya. Shania menoleh dengan kening berkerut. "Gue cabut dulu, lo telfon Kinal kalo mau keluar. Ngerti?" ucap Nabilah. Shania mendengus lalu menganggukan kepalanya, terpaksa. "Jadi anak baik ya, Shan!" ledek Nabilah sambil menjulurkan lidahnya kearah Shania.
Setelah sepeninggalan Nabilah, Shania berdiri. Berjalan kesana kemari sambil menggigiti kukunya. Persis sekali seperti anak kecil. Lelah berjalan kesana kemari, Shania kembali duduk di atas sofa. Mengganti-ganti channel TV, mencari acara yang ia sukai. Tetapi tidak ada. Dibuanglah remot tersebut kesembarang arah. Shania bersungut-sungut kesal. "Gue bete banget aduh sendirian begini kaya jones," oceh Shania. "Etapi, kok gue jadi kepingin belanja ya? Hmm."
"Kinaaal," dengan manja Shania menyapa Kinal yang diseberang sana baru saja membuka matanya.
Kinal mengerang, melirik kearah jam yang terletak di atas nakasnya. Pukul 2 siang. Kinal memekik kaget, ia menyibak selimutnya lalu berdiri di samping ranjangnya. Ia mengambil ponsel yang tadi ia lempar secara asal lalu ia tempelkan ke telinganya. "Gila lo Shan, ngapa baru bangunin gue?"
Kening Shania berkerut heran. "Lho, lho kenapa jadi marahin gue?"
"Lo kenapa baru bangunin!!!!" teriak Kinal.
"ANTERIN GUE BELANJAA!! MAU BELANJAA! TITIK!" teriak Shania tidak kalah keras dari teriakan Kinal.
*****
Dengan wajah cemberut serta beberapa buah kantong belanjaan di tangan, Kinal mengikuti langkah Shania kemana saja. Keluar, dan masuk kembali ke beberapa toko tanpa membeli barang. Kelakuan Shania tersebut membuat Kinal sedikit kesal. "Shania! Lo stress ya?"
Shania menghentikan langkahnya lalu menatap Kinal bingung. "Lu dari tadi, keluar masuk toko, liat-liat, megang ini megang itu, tapi kagak beli. Duh, malu-maluin lo." Semprot Kinal.
"Napa lu? Gak seneng?" jawab Shania. "Orang kata Nabilah lo mau ngikutin gue kemana aja. Udah diem aja deh lo." Shania kembali melanjutkan langkahnya. Tentunya Kinal ¾masih dengan wajah cemberutnya¾ tetap mengikuti Shania dibelakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afire Love [Completed]
FanfictionSebuah cinta yang berapi-api. Sekuel dari Love Affair 7/10/16 - 1/8/17