15

1.3K 239 104
                                    

Pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Air mata demi air mata pun meluncur bebas dari kelopak matanya. Shania dengan posisi duduk, menundukkan kepalanya menangisi akan nasib yang Tuhan berikan kepadanya. Sebelah tangannya mengusap perutnya yang semakin membesar. Di dalam hatinya, ia berharap makhluk kecil yang hidup di dalam sana dalam keadaan baik-baik saja.

Shania sedikit menyunggingkan senyumannya. Ia tidak sabar menyambut bayi kecilnya lahir di dunia. Ia tidak bisa membayangkan nantinya jika ia benar-benar menjadi Ibu sesungguhnya. Shania mengusap air matanya lalu menghela napasnya panjang. Ia menyandarkan tubuhnya di tembok dengan pandangan menatap jauh ke depan.

Lagi-lagi, ia dan Elang bertengkar. Dan itu akan terjadi seterusnya jika mereka masih bersama. Shania bersumpah akan membunuh laki-laki itu jika janinnya sudah terlahir dengan selamat. Entah ia bisa melakukan itu atau tidak, yang jelas Shania akan melakukan perhitungan kepada pria bajingan itu.

Di lain tempat di waktu yang sama, terlihat Beby melakukan hal yang sama seperti Shania. Duduk menyandar di tembok dengan arah pandangan menatap jauh ke depan. Beby menghela napasnya. Ia merasakan ada sesuatu yang hilang. Dan ia tau, yang hilang adalah Shania. Ocehannya, teriakannya, tawanya, senyumnya. Semuanya. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia merindukan semua itu. Merindukan saat-saat mereka masih bersama. Yah, walaupun kebanyakan mereka bertengkar.

Apa aku bisa mengulang semua itu dengan Shania? Pikir Beby. Namun Beby langsung menggelengkan kepalanya. Tidak bisa. Shania sudah hidup dengan mantan suaminya.

"Apa dia bahagia? Atau kebanyakan menangis?" Gumam Beby pelan lalu setelah itu ia tertawa. Ia tau sekali, Shania tidak akan pernah bahagia selama gadis itu tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. "Aku enggak bisa berbuat banyak Shania, aku terlalu takut untuk mendekat lagi."

"Mendekat lagi ya?" Gumamnya. Beby beranjak dari duduknya lalu mencari ponselnya. Ia mencari kontak seseorang lalu langsung menghubunginya. "Halo?"

*****

"Ya, babak belur Shania tuh." Ujar Nabilah sambil meletakan gelas di atas meja. "Kasian gue sama dia, mau gue tuntut si Elang." Sambung Nabilah.

"Gue kan udah bilang berkali-kali, izinin gue buat bunuh dia. Lu batu. Gue udah gak bisa nahan lagi Bil. Gak tega gue sama Shania." Sahut Kinal yang memang paling benci sekali dengan lelaki bernama Elang itu.

"Santai dong, kita enggak boleh gegabah." Jeje membuka suara. "Bayi Shania belum lahir."

"Iya, sebulan lagi." Kata Jeje sambil mengangkat bahunya.

Beby hanya menyimak pembicaraan teman baik Shania. Nabilah mengajak Beby untuk ikut berdiskusi. Kinal dan Beby juga sudah sedikit hangat. Beby menggaruk pipinya. Sebenarnya ia ada ide, tetapi sepertinya idenya terlalu jahat.

"Sebenernya gue ada sih ide." Kata Beby yang langsung membuat mereka bertiga menoleh ke arahnya. Beby mengangkat bahunya. "Yah, kita bisa buat dia bangkrut. Terus laporin masalah KDRT ke pihak kepolisian." Jelas Beby yang langsung menbuat Kinal mengangguk setuju.

"Bener tuh, setuju gue. Tapi...." Kinal menatap Beby tidak enak. "Elang kan mantan suami lo. Apa lo tega ngelakuin semua ini?" Tanya Kinal hati-hati.

Beby menghela napasnya. "Ya terus kenapa kalo dia mantan suami gue? Lagipula kan cuma mantan. Dan hmm, dia udah keterlaluan sama Shania. Jadi, enggak apa-apa." Jelas Beby yang langsung membuat Nabilah menatapnya menggoda. Beby mengerutkan keningnya. "Lo kenapa, Bil?"

Afire Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang