"Sore ini mau kemana?" Suara Airlangga memecah keheningan makan siang mereka.
"Tanggul Sidoarjo."
"Ndak lucu, Vin." Nyonya Hamidjoyo memelototi Kevin dengan gemas. "Alea belum pernah ke Sidoarjo. Seharusnya kalian jalan bertiga."
Kevin memutar bolamatanya malas. Ma, kalau sering sama-sama dia, aku bisa baper.
"Ibu punya rekomendasi bagus?" Suara lembut Alea membuat perhatian Kevin terdistraksi selama beberapa saat. "Pasti seru kalau bisa pergi. Sejak kemarin belum pergi kemana-mana."
"Aku pulang kesini kan memang ingin temu kangen dengan keluarga, bukan plesiran. Entah kalau kamu." Sindir Kevin tajam.
Alea hanya tersenyum. "Ya kalau begitu tujuannya, tidak masalah."
Lihai sekali aktingnya. Dia kuliah apa sih di Amerika? Bukannya International Law ya? Atau jangan-jangan nyambi akting dia.
"Kevin...." Airlangga berdehem. "Kan kamu bisa ajak Alea pergi. Sebentar juga oke. Masa iya dirumah terus..."
Kevin mendesah tak kentara. Putus asa karena ibu dan ayahnya sama sekali tidak mendukung perjuangannya menuju kemerdekaan. Padahal kemerdekaan adalah hak segala bangsa, eh, bukan. Maksud Kevin, padahal hatinya berhak untuk merdeka dari perasaannya terhadap Alea. Karena jika ia terus dijajah oleh perasaan itu, maka dia akan hancur menjadi debu. Tak terselamatkan lagi. Habis. Lenyap tak bersisa.
"Alea bisa kamu ajak ke Tanggulangin. Bikin tas disana. Bagus loh...."
"Dia kenalnya Hermes, ma. LV... Mana ada tas kulit lokal." Kevin menyindir selera Alea zaman kuliah. "Sepatunya aja Jimmy Choo... Mana sanggup..."
"... Ke candi Pari juga bagus. Terus beli batik buat oleh-oleh...."
"Hah? Candi Pari? Mainannya bukan disana. Apalagi mama suruh beli batik. Anne Avantie dulu kali ya." Kevin semakin nyinyir.
Alea meletakkan sendok dan garpunya sedikit lebih keras. "Cukup, Vin. Kalau kamu gak mau, aku gak maksa." Ia pergi meninggalkan meja makan.
Natasha memukulkan sendok ditangannya ke udara bebas seolah sedang memukul Kevin. "Duuuhh... Mama ndak pernah ngajarin kamu begitu ya. Duuuhhhh...."
Kevin menghela napas, menatap kepergian Alea. Maaf, Al. Aku sudah tidak bisa lagi bersikap sewajarnya denganmu. Hatiku akan menjadi lemah. Aku tidak akan bisa melepaskan kamu lagi nantinya.
***
Meski menurut media, Hamidjoyo Group adalah salah satu yang sangat berkuasa di Indonesia, Kevin tidak serta-merta tumbuh menjadi anak super manja dan sok. Dengan gelimang harta yang dimiliki keluarganya dia justru hidup cukup sederhana. Ada seseorang yang sangat berjasa dibalik sikap bersahajanya.
Nararya Hamidjoyo merupakan salah satu ahli waris dari Soemitro Hamidjoyo. Kala itu ia masih cukup muda. Cintanya pada putri dari lurah tempat dimana ia melaksanakan penelitian untuk tugas akhirnya mengakibatkan Soemitro mengamuk. Ia mengusir putra bungsunya itu pergi dan menyerahkan semua hak waris kepada Narendra Hamidjoyo, putra pertamanya. Namun malang tak dapat ditolak, Rendra meninggal karena kecelakaan pesawat sebelum sempat memberikan ahli waris baru untuk keluarganya. Arya sudah memiliki Airlangga saat itu. Soemitro meminta cucunya tinggal dirumah besar Hamidjoyo meski hubungannya dengan Arya belum bisa dibilang baik. Menggunakan Angga sebagai alasan, ia berhasil menjadikan Arya penerusnya. Hubungan mereka tetap dingin hingga Soemitro meninggal.
Kevin besar dalam dominasi didikan Arya, kakeknya. Pria tua sederhana yang mengajarkannya bahwa kehidupan yang ia miliki bukanlah mutlak miliknya. Dia masih harus banyak belajar, banyak bersyukur dan tetap bekerja keras. Tidak jauh beda dengan Angga, ayah Kevin. Hanya saja, Angga tumbuh dalam didikan Soemitro yang selalu menjadikan keinginannya sebagai hal mutlak bagi orang lain. Dari sana lah Kevin dan Angga mulai tidak sejalan. Membuat Kevin pergi dari rumah dan baru kembali saat Alvin sudah lahir.
KAMU SEDANG MEMBACA
IT HAS TO BE YOU《JACKSON YI》END
RomanceJatuh cinta itu apa? Ya jatuh.... Jatuh begitu saja. 17+ untuk beberapa kata kasar dan eksplisit