"Kalau tahu pertemuan keluarga bisa membuatmu lebih pendiam, aku sudah membawamu sering-sering. Kali pertama pulang dari rumah mama, kamu lebih jinak. Dan kali ini, kamu bahkan tidak bersuara sedikit pun. Ah... Melegakan."
Alea membiarkan Kevin menyetir sembari mengoceh. Sementara sejak tadi ia menyembunyikan wajahnya dibalik tudung hoodie yang ia kenakan. Ia bersyukur mereka langsung kembali setelah resepsi usai. Sepanjang jalan, Alea menangis tanpa henti. Ia sangat ingin mengutuk perasaannya yang sensitif hingga menyebabkan airmatanya terus mengalir.
"Jadi kamu setuju kan soal yang aku bilang kemarin? Alvin boleh menginap dirumahmu. Aku lelah melihatmu ada disekitarku, Alea. Jadi mari kita atur pembagian waktunya secara baik-baik. Kamu akan jemput Alvin pada Jumat sore, usahakan kamu tidak bertemu denganku. Minggu sore mang Ujo akan menjemputnya ke rumahmu. Deal?"
Alea tak bisa menjawab. Ia mati-matian menahan agar tidak terisak. Ia tidak ingin Kevin tahu dirinya menangis.
"Alea? Hallo??"
Tudung hoodie Alea tersibak.
"Kamu... Nangis?"
Untuk sesaat Kevin terlihat merasa bersalah. Alea meringis. Mengusap kasar airmatanya.
"Bukan. Ini... Cuma pedih. Sepertinya alergi make-up."
Oke. Alea hanya bisa berharap Kevin cukup bodoh soal kosmetik. Jadi ia tidak akan bertanya lagi.
"Aku setuju. Besok aku pulang ke rumah papa. Sorry.... Thanks buat dua minggu ini, Vin." Ia menambahkan senyum diakhir kalimatnya agar terlihat lebih meyakinkan. "Boleh aku minta satu hal?"
"Apa?"
"Malam ini.... Aku mau tidur sama kalian berdua. Aku, kamu dan Alvin. Untuk pertama, juga terakhir kalinya."
Kevin mencengkeram kemudi lebih erat. "Oke."
***
"Gak biasanya kita tidur bertiga gini..." Komentar Alvin.
Alea meraih putranya kedalam pelukan. "Alvin... Dengerin mama. Alvin sudah besar, kan?"
"Iya."
"Janji gak bakal nangis atau marah."
"Janji."
Alea mengecup puncak kepala Alvin dengan lembut. "Besok mama pulang ke rumah eyang." Ia mengintip reaksi Kevin dari balik kepala putranya. Pria itu hanya berbaring telentang menatap langit-langit kamar. Setenang malam. Tak bersuara pun bereaksi sama sekali.
"Loh? Bukannya mama tinggal sama Alvin dan papa?"
"Gak lagi. Tapi setiap weekend, Alvin tidur dirumah eyang ya.... Sama mama, sama eyang."
"Kok gitu?"
"Nanti kalau Alvin lebih besar, Alvin bakalan ngerti. Oke, sayang?"
Begitu saja. Terlalu mudah menjelaskan semuanya pada Alvin. Ia tidak banyak bertanya lagi. Mereka larut dalam keheningan. Sampai akhirnya tertidur. Jam menunjukkan pukul duabelas malam saat Alea bangun, meraih handphonenya, mengabadikan Kevin dan Alvin yang tidur berpelukan dalam banyak foto. Kemudian ia menangis dalam diam.
Ia tidak berani membahas apa yang dikatakan Amran padanya pagi tadi. Lebih tepatnya tidak sanggup. Biarlah. Begini saja sudah cukup. Kevin sudah berbesar hati mengizinkannya bersama Alvin setiap akhir pekan. Pria itu selama ini juga dengan luar biasanya tidak pernah protes setiap kali Alea menyebutnya bajingan, pemerkosa dan sebaris julukan kotor lainnya. Alea malu pada dirinya sendiri. Juga merasa sangat bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
IT HAS TO BE YOU《JACKSON YI》END
RomanceJatuh cinta itu apa? Ya jatuh.... Jatuh begitu saja. 17+ untuk beberapa kata kasar dan eksplisit