3. Kenyataan

3.5K 203 7
                                    

"Non nanti mau di jemput apa pulang sama den Rendi?" tanya Pak Andi sopir pribadi Bulan.

"hmmm. Gak usah deh pak kayak nya, biar nanti pulang sama kak Rendi aja."
Pak andi mengangguk sembari mengulum senyum nya.

Bulan menuruni mobil setelah anggukan dari sopir nya tersebut. Ia mulai berjalan memasuki sekolah dengan senyuman yang tak luput di wajah nya. Namun walau pun ia selalu tersenyum, tidak ada yang bisa mempungkiri bahwa masih terlihat jelas wajah pucat gadis tersebut.

Bulan sempat demam tinggi semalam setelah menghabiskan sarapan nya, dan pusing yang sangat hebat di kepala nya. Rendi yang notabene memang kakak yang siaga 24 jam lantas dengan cepat menelfon Dokter untuk memeriksa keadaan Bulan.

"Gimana dok keadaan adik saya?" tanya Rendi dengan raut wajah yang penasaran dan tidak sabar.

"kamu tenang saja Ren ! Tidak ada yang perlu di khawatirkan, Bulan hanya demam biasa." jawab Dokter Amara.

Dokter Amara adalah dokter yang selalu menangani keluarga Rendi, sahabat dari almarhumah mama Rendi tersebut selalu siap jika ada laporan Bulan sakit. Ini bukan kali pertama Bulan sakit, bahkan gadis itu bisa sakit setiap bulan nya, entah itu demam atau sekedar pusing. Bulan memang mempunyai fisik yang lemah sejak kecil, banyak sekali pantangan yang harus di hindari gadis tersebut, seperti tidak boleh berpanasan, hujan-hujan nan, dan kecapekan karna aktivitas. Dan Rendi lah yang selalu mengingatkan semua pantangan itu.

"Kepala nya gimana dok?"

"Dia cuman pusing, kamu bisa memberi obat yang waktu itu untuk Bulan, dan tambah jam istirahat nya. Dan satu lagi, jangan biarkan hal keras mengenai kepala nya, termasuk jambakan, itu akan berefek keras ke kepala nya" jelas Dokter Amara serius.

Rendi mengangguk mengerti. Ia memang telah menceritakan tragedi yang di alami Bulan saat di sekolah kepada Amara. Karna biasa nya dokter itu akan bertanya, kenapa Bulan bisa sakit? Jika tidak ada sebeb tak mungkin ada akibat.

"Bulan!"

Bulan menoleh saat mendengar nama nya di panggil. Telah terlihat Naomi yang berlari ke arah nya dan di susul dengan Bondan yang baru saja memarkirkan motor sport nya. Sudah dapat di tebak nya bahwa mereka berangkat bareng.

"Ciee akur" Goda Bulan pada Naomi yang baru saja berada di sampi nya.
Naomi memutar mata nya "Kepaksa, habis nya mobil gue masuk bengkel." seru nya, terlihat malas.

"Sok kepaksa lo, padahal mah asli nya seneng banget." timpal Bondan yang baru saja sampai.

"Enak aja lo! Emang kepaksa kok" balas Naomi ketus.

Bondan mencibir, sedangkan Bulan tersenyum geli saat melihat tingkah asli mereka kembali keluar.

"Bul, bukan nya lo lagi sakit ya? Trus kenapa lo sekolah? Seharusnya lo istirahat di rumah, muka lo pucet banget, tru--"

"Nom, jangan mulai deh" Bulan memotong ucapan Naomi, sebelum gadis itu semakin histeria lagi, di tambah dengan suara nya melengking seperti tikus terjepit. Beberapa orang di koridor telah menoleh ke arah mereka, namun hanya sebentar. "Gue baik-baik aja kok" lanjut nya.

"Baik-baik gimana? Muka lo pucet gitu."

"Tapi serius gue udah gak papa" jawab Bulan meyakinkan. "Btw, kok lo tau gue sakit? Kan gue belum cerita."

Namun belum sempat Naomi membuka suara, Bulan kembali bersuara, "Dari kak Rendi ya?" tebak nya, menatap Naomi.

Anggukan Naomi membuat Bulan mendengus, "Kakak lo nelfon gue, buat ngizinin lo hari ini karna demam, tapi tahu nya lo malah sekolah, dasar bandel" timpal Naomi dengan tangan nya menoyor pelan kepala Bulan.

(Rem) Bulan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang