5. Mengakhiri

3.4K 221 7
                                    

"Woii, ngelamun aja lo!"

"Apa an sih lo. Ngagetin aja, untung gue gak punya riwayat jantung." Ujar Vino. Kesal dengan kelakuan sahabat nya barusan.

"Ya lagian. Lo ngapain pagi-pagi udah ngelamun disini. Senyum-senyum sendiri lagi. Udah gila ya lo?"

"Ganggu aja lo."

"Ih malah dia yang sewot."

Rangga telah duduk di samping Vino, dengan kaki yang terjuntai ke bawah.
Mereka tengah berada di rooftop sekolah. Angin berhembus cukup kuat jika berada disana. Namun itu sangat menentramkan hati siapa pun yang sedang gelisah atau ada masalah.

"Nadia nyariin lo tuh kemaren! Pake acara ngilang lagi. Udah tahu hujan, malah cabut."

"Ngapain?" Vino bertanya namun terlihat tidak berminat. Bahkan pandangan nya tetap ke depan.

"Mana gue tahu. Dia kan cewek lo." jawab Rangga cuek. "Emang kemaren lo kemana sih?"

Pertanyaan Rangga barusan mengingatkan Vino kembali kepada kejadian-kejadian kemaren. Saat ia bersama gadis itu berdiri di depan halte dengan tujuan menunggu hujan reda, dilanjut dengan makan bersama, bahkan wajah nya yang telah kaku karna tak pernah tertawa, kembali tertawa akibat gadis itu, hal yang telah lama tidak di lakukan nya lagi.

"Ya elah malah ngelamun ni orang!" gumam Rangga sembari mendengus.

"Bilang aja kali, habis jalan sama Bulan Marcellin Dirgantara." sindir Rangga sembari melirik sohib nya. "gue udah tahu kali Vin."

"Tau darimana lo?" tanya Vino dengan kerutan di dahi nya.

Rangga memperbaiki duduk nya.
"Kemaren Rendi nelfon gue. Nanya Bulan dimana? Soal nya udah malam tapi gak balik-balik."

"Kok dia nanya nya sama lo?"

Rangga terkekeh pelan. "Vino-Vino. Lo lupa, bukan hanya elo yang kenal Bulan udah lama. Tapi gue juga. Ya jelas lah Rendi nanya juga ke gue."

Vino hanya manggut-manggut. Ia, Rendi dan Rangga memang lah sahabat sejak dulu. Semenjak kelas 6 sd.
Semenjak itu lah ia dan Rangga mengenal Bulan yang waktu itu duduk di bangku kelas 4 sd. Gadis lucu,imut, cantik, manis, dan pecinta warna pink itu tak jarang mereka ajak bermain ataupun jalan-jalan.

Namun seakan semua nya berubah semenjak kematian orang tua Rendi saat cowok itu kelas 2 smp tepat umur 14 tahun. Di tambah dengan kecelakaan yang menimpa adik nya, tepat setelah pemakaman orang tua mereka. Entah apa yang terjadi pada Rendi, ia menjauh, bahkan menjadi sosok pendiam, dingin dan datar hingga sekarang. Menjadi pribadi yang misterius dan susah di tebak.

"Ya ampun Vin, kurang-kurangin deh ngelamun. Entar lo kesurupan lagi." keluh Rangga.

"Trus lo ngomong apa an?" Vino tak menghiraukan perkataan Rangga. Ia malah menanyakan hal yang bertolak belakang.

"Ya gue jawab aja yang jujur. Gue gak tahu dimana Bulan. Dan mungkin jalan sama lo. Eh tahu nya bener. Habis BulBul pulang, Rendi konfirm ke gue dan bilang adik kesayangan nya habis di anterin sama mantan." Rangga menekankan perkataan nya pada kata terakhir.

"Gak usah resek deh lo."

"Woles aja kali. Ketus banget. Lagi pms lo?"

Hening....

"Vin? Gue mau nanya serius sama lo."
Rangga menatap Vino dengan serius. Tatapan yang sangat jarang di tampil kan nya. Karna ia notabene adalah orang yang friendly dan suka bercanda.

"Lo masih ada rasa gak sih sama Bulan?"

Pertanyaan itu membuat Vino bungkam. Hati nya seakan bergejolak. Rasa senang, sakit, penyesalan, air mata, tawa, kenangan, dan kekecewaan seakan menyatu menjadi satu membentuk dinding yang sangat kokoh. Yang tak dapat di runtuhkan oleh siapa pun.

(Rem) Bulan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang