Part 10

108K 4.5K 137
                                    

Thomas membaringkan Erina di tempat tidur mereka sepulang dari rumah sakit melihat keadaan Lery.

"Erin, kenapa kau jadi aneh seperti ini? Kemarin juga kau mengantuk dengan tiba-tiba. Baru berbaring sudah tidur nyenyak saja. Dan tadi lebih aneh lagi, Erin. Sejak kapan kau tidur dengan posisi berdiri?" Thomas menyelimuti Erina.

"Padahal ini masih pagi, tadi malam kau juga tidur seperti orang mati saja. Ada apa sebenarnya?" tanya Thomas kebingungan.

Ia berbaring di sebelah Erina, menatap wajah damai itu dengan lekat-lekat.

"Thom, aku lapar...." desis Erina dengan tiba-tiba membuat Thomas terlonjak kaget.

Thomas langsung duduk, ia memegangi dadanya karena jantungnya yang berdebar tidak karuan lantaran terkejut.

"Erin," bisiknya, namun tidak ada respons. Mata Erina juga tidak terbuka sama sekali.

"Huft, mungkin Erin mengigau," kata Thomas tertawa pelan.

Ia kembali berbaring dengan posisi menyamping agar bisa lebih leluasa menatap wajah cantik Erina.

"Dasar, kau membuatku terkejut, Sayang...." desah Thomas lantas mengecup kening Erina.
Ia menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat bibir merah nan menggoda itu.

"Tubuhku semakin melemah, Erin. Aku sangat berharap bisa menjadi manusia biasa sepertimu. Aku bahkan sudah seperti orang bodoh akhir-akhir ini. Tapi aku tidak mau menjadi pria yang lemah karena kalau aku lemah, aku pasti tidak bisa melindungimu nantinya." Thomas terdiam saat melihat mata Erina bergerak lalu mata itu terbuka dengan lebarnya.

"Kenapa cepat sekali bangunnya?" tanya Thomas. Erina tidak menjawab, ia menatap sekitar lalu berakhir menatap Thomas.

"Tadi kan kita di rumah sakit," kata Erina kebingungan. Thomas mencubit gemas hidung Erina.

"Benar, aku membawamu pulang karena kau yang memintanya, Erin. Bahkan kau tidur dalam posisi berdiri," ucap Thomas membuat Erina semakin kebingungan lagi.

"Ah, tidak mungkin. Kau pasti mengarang," kata Erina mengelak, ia mengambil posisi duduk begitu juga dengan Thomas.

"Aku tidak mengarang, Erin. Memang begitu adanya," ucap Thomas membuat Erina mengerucutkan bibirnya.

"Mana buktinya?" tanya Erina masih bersikeras, Thomas menyentil telinga Erina karena merasa gemas melihat gadis itu.

"Nanti tanya saja pada orangtuamu," ucap Thomas, Erina menaikkan alisnya.

"Aku tidak mau! Aku kan tanya padamu, bisa saja kau sudah mencuci otak mereka," gumam Erina membuat Thomas mengulum senyumnya.

"Tidak, Erin. Oke, mari kita makan. Aku tahu kau sedang lapar." Erina menggelengkan kepalanya, berusaha menolak ucapan Thomas.

"Tidak! Aku tidak lapar, Thomas! Hanya saja aku ingin makan walau tidak lapar," ucap Erina. Thomas mengusap pipi Erina yang merah merona, ia juga mengelus bibir merah Erina.

"Kenapa kau jadi aneh, hmm?" tanya Thomas, Erina hanya menggigit bibir bawahnya pelan.

"Aku tidak merasa seperti itu, Thom! Kau ini kenapa mengada-ada terus?" Thomas mengangkat bahunya acuh. Ia memeluk Erina yang di balas dengan erat oleh Erina.

"Thom, tadi aku mengatakan pada ibuku kalau aku tidak bisa hamil," kata Erina, Thomas mengangguk pelan.

"Sepertinya aku akan periksa ke dokter saja, Thom. Aku ingin tahu apa yang terjadi pada rahimku, bisa saja kan rahimku rusak atau apalah namanya," ucap Erina membuat tubuh Thomas menegang, tapi hanya sebentar.

My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang