Erina melenguh pelan saat di rasanya ada yang mengganggu tidurnya. Ia membuka matanya yang masih terasa sangat berat.
Saat Erina membuka matanya, ia mengamati sekeliling kamar. Tidak ada siapa-siapa.
Erina menguap pelan, dan ia mengambil posisi duduk. Ia menatap kakinya yang di perban dan tangan itu langsung meraba perutnya.
"Kira-kira kalau aku tidak makan, bayiku berkembang tidak? Sepertinya tidak. Aku tidak boleh malas makan lagi. Meski tidak ada Thomas di sini. Memangnya dia pikir dia siapa?" Erina kembali menatap sekeliling kamar dan tidak menemukan siapa-siapa.
Tidak ada orang, tapi Erina tidak mau ambil pusing. Dengan gerakan pelan, ia menurunkan kedua kakinya ke lantai dan mulai berdiri dengan sepelan mungkin.
Erina menggigit bibir bawahnya dengan pelan saat ia mulai melangkahkan kakinya. Awalnya ia kesulitan, tapi dengan perasaan gemas, Erina menginjakkan kakinya dan melangkah seperti biasa karena tidak sabaran dalam hal seperti ini.
Sakit memang, tapi Erina tidak peduli sampai kakinya mengeluarkan darah lagi.
"Dasar lemah!" jerit Erina menghapus kasar air matanya dengan kasar.
Erina melangkah mundur mendekati meja yang ada di samping tempat tidur, ia meraih tisu di atas meja dan mengeluarkan kotak obat dari dalam laci.
Wanita itu membersihkan darah di kakinya sampai bersih dan mengobati kaki itu dengan perlahan. Tidak ada ringisan kesakitan yang keluar dari mulut Erina. Ia hanya mengobati luka di kakinya dengan telaten. Saat sudah selesai, ia membungkus kakinya itu dengan bungkusan yang rapi.
"Tidak kusangka akan semudah ini," kata Erina dengan bangga. Setelah itu, ia mengutip perban yang tadi berdarah dan juga tisu yang ia gunakan membersihkan darah di kakinya.
Erina merangkak untuk membersihkan lantai dari cairan merahnya. Dengan sabar dan hanya dengan menggunakan selembar tisu.
Saat di rasa cukup, Erina menyimpan tisu dan kotak obat ke dalam laci.
Seperti menyadari sesuatu, Erina melangkah keluar dari kamar. Mendekati meja makan dan melihat sekelilingnya lagi.Merasa aneh karena ruang makan sudah bersih, berbeda dengan yang ia tinggalkan semalam. Mata Erina sekarang terpacu pada makanan di atas meja. Ia menelan air liurnya dan tertawa pelan.
Duduk di kursi, Erina langsung saja melahap makanan yang sudah tersedia itu dengan rakus.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, makanan itu habis dalam sekejap.
"Hahaha...." tawa Erina pecah di ruangan itu karena ia merasa kenyang. Tangannya mengelus perutnya dengan sayang.
Lalu ia meninggalkan ruang makan dan melangkah menuju teras rumah mereka.Ia berniat untuk menunggu Thomas dan tidak berniat keluar dari tempat itu. Erina mengamati sekitar, kakinya tanpa sadar sudah menyusuri ladang lavender. Ia menghirup udara pagi itu dengan senyuman yang tidak hilang dari wajahnya yang terlihat segar meski belum mandi.
Erina duduk di tempat biasa ia menghabiskan waktu dengan Thomas. Ia melebarkan tikar kecil di sana, dan berbaring sambil memejamkan matanya.
Erina tidak tidur, ia hanya menikmati udara segar dan ketenangan yang ia rasakan. Erina memiringkan tubuhnya dengan hati-hati agar tidak menyakiti si jabang bayi masih dengan matanya yang terpejam. Deru napasnya sangat teratur.
Erina membuka matanya saat ia merasakan sesuatu di depannya, dan senyum itu semakin lebar.
"Akhirnya kau pulang juga, Thom," kata Erina menatap pria di depannya dengan tatapan penuh kerinduan.
Erina mendekatkan tubuhnya hingga tidak ada jarak lagi, lalu ia memeluk pria itu dengan erat."Erina...." Erina tertawa pelan saat mendengar suara Thomas yang berbeda.
"Thom, suaranya sedikit berbeda. Apa yang terjadi?" Thomas berdeham pelan dan ia tersenyum pada Erina. Senyuman yang mampu membuat Erina meleleh dan merona.
"Erin," Erina menatap Thomas penuh cinta, Erina menggigit pelan bibir bawahnya saat ia melihat bibir merah Thomas yang sangat menggoda.
Tidak kuasa menahan rasa, Erina membenamkan wajahnya di dada bidang itu, ia menghirup aroma tubuh Thomas dengan rakus meski baunya sedikit berbeda. Tapi Erina merasakan kenyamanan itu.
"Erin, ayo kita masuk," Erina mengangguk. Mereka mengambil posisi duduk, dan saat Thomas hendak berdiri, Erina menarik tangan lelaki itu.
"Thomas ... kakiku sakit," kata Erina merengek dengan manja pada Thomas. Lelaki itu tersenyum dan ia langsung menggendong Erina. Membawa Erina masuk ke dalam rumah.
"Kenapa kakimu bisa terluka?" Erina tersipu malu saat mengingat kegilaannya kemarin malam.
"Thom, sepertinya aku suka padamu. Yah, aku tahu ini memalukan, tapi aku ingin tetap bersamamu," kata Erina mengeratkan tangannya yang melingkar di leher Thomas.
Lelaki itu tidak menjawab. Ia mendudukkan Erina di sofa dan ia duduk di sebelah Erina.
Menatap Erina dengan lekat-lekat dan ia merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya.
"Erin, apa kau sungguh menyukaiku?"
"Tentu saja, Tuan. Kau begitu tampan dan mempesona," jawab Erina dengan blakblakan. Thomas tersenyum dan menepuk-nepuk pahanya sebagai intruksi agar Erina duduk di pangkuannya.
Erina dengan senang hati melakukan permintaan Thomas. Membiarkan tubuhnya yang bekerja. Tangannya melingkar di leher itu dan mata mereka saling menatap.
Thomas dapat melihat ketenangan dan kesejukan di mata Erina membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Entah siapa yang memulai, bibir mereka sudah menempel. Erina mengerutkan keningnya saat ia menginginkan lebih, tapi hati dan pikirannya menolak. Erina pun mengakhiri ciuman mereka.
Tangannya naik dan ia letakkan di bibir Thomas. "Kau sangat menarik," kata Erina, ia memeluk lelaki itu dengan erat. Kembali memejamkan matanya dan tidak berapa lama, Erina sudah tertidur.
Thomas mengelus punggung Erina membuat Erina semakin nyenyak. "Aku tidak tahu apa yang aku lakukan ini benar. Aku tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Kau memang benar-benar menarik, aku tidak kuasa menahannya. Pantas saja Thomas begitu menggilaimu bahkan nekat menikahimu." Mata itu menatap dengan tajam saat menyebut nama Thomas, tapi menjadi lembut saat Erina menggeliat mencari posisi nyaman.
"Harusnya aku yang lebih dulu menemukan kau, Erin. Kini aku merasa iri pada suamimu. Sepertinya perbuatan Thomas dulu akan terjadi pada kita. Nah, itu namanya senjata makan tuan. Aku akan tetap di sini, dan saat waktunya sudah tiba ... aku akan membawamu untuk tinggal bersamaku."
Tanpa Erina sadari, ia sudah salah orang. Lelaki itu bukan Thomas, melainkan Alfred yang mengubah dirinya sama persis seperti Thomas. Entah apa tujuan lelaki itu melakukan itu semua, yang pasti ia merencanakan sesuatu yang besar.
★•••★
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband
RomanceSeri ke-III My Protective Husband [21+ Bijaklah memilih bacaan] Aku akan mengambil kembali wanita yang sudah seharusnya menjadi milikku!!! -Thomas Evangelos- -ROMAN-FANTASY-