Erina mengelus perutnya berkali-kali dengan beraturan, pandangannya lurus ke depan, dan tatapan itu kosong. Ia dan Thomas sedang duduk di teras rumah mereka.
Wajahnya pucat karena Erina sama sekali tidak mau makan membuat Thomas hampir frustrasi.
Erina mengedipkan matanya dan cairan bening itu terjatuh lagi. Thomas mengusap wajah Erina dengan pelan dan lembut. Erina tidak menolak, tapi tetap saja ia tidak memberikan respons pada Thomas.
Erina berhenti mengelus perutnya saat sebelah tangan Thomas menyentuh dan menggenggam tanganya yang ada di perut.
Erina menundukkan kepalanya sejenak lalu kembali mendongak dan ia menatap Thomas yang juga menatapnya dengan sedih.
"Erin, kau lelah?" tanya Thomas dengan lembut. Erina mengangguk-anggukan kepalanya.
Ia menyandarkan kepalanya di bahu Thomas, lalu memeluk lelaki itu dengan erat, wajahnya ia benamkan di dada bidang Thomas.Thomas tersenyum, ia mengecup kening Erina sekilas dan mengelus punggung Erina sampai Erina merasa ngantuk. Tidak berapa lama, ia sudah tertidur dalam pelukan Thomas.
Thomas membawa Erina kepangkuannya, lalu menggendong wanita itu, dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Thomas melangkah cepat menuju kamar, dan setelah sudah ada di kamar, ia membaringkan Erina. Melepaskan sandal rumahan yang di pakai Erina dan menyelimuti Erina sampai sebatas leher.
Setelah itu, Thomas duduk di tepi ranjang. Ia menatap Erina lama, mengelus rambut wanita itu dengan perlahan. Thomas membungkuk lantas mengecup kening Erina dengan lama.
"Aku pergi sebentar, aku harus melakukan sesuatu," bisik Thomas. Ia mengecup kening Erina sekali lagi, lalu memantapkan diri dan hatinya untuk pergi.
"Aku akan kembali nanti malam," kata Thomas, ia meraih tangan Erina dan mengecup punggung tangan itu. Lalu ia mengecup perut Erina lama sembari memejamkan matanya dengan sejenak.
Thomas membuka matanya dan ia menatap Erina yang tertidur, ia mengecup bibir Erina dengan penuh perasaan. Lalu Thomas benar-benar pergi untuk menyelesaikan urusannya.
Beberapa saat setelah Thomas pergi, Erina membuka matanya. Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Melemparkan selimut itu dengan sembarangan ke lantai.
Erina mengambil posisi duduk, ia menyentuh bibirnya dan kepalanya menunduk.
"Thomas pergi meninggalkan aku. Aku harus bagaimana?" suara Erina begitu lirih dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Aku harus menunggu Thomas. Aku harus tetap ada di sini sampai Thomas pulang. Tapi...." Erina tidak melanjutkan ucapannya.
Ia menurunkan kakinya ke lantai, lalu bangkit berdiri. Erina melangkah menuju meja riasnya. Menatap dirinya dalam cermin, tangan Erina naik ke atas, mengikat rambutnya dengan asal-asalan.
Setelah itu, ia keluar dari kamar, dan melangkah menuju teras rumah mereka.
Erina duduk di kursi kayu yang ada di teras, ia menguap lebar karena sesungguhnya masih sangat mengantuk.
"Aku rindu pada Thomas, aku sangat merindukan Thomas. Aku ingin memeluknya," ucap Erina sembari memeluk dirinya sendiri.
Ia tersenyum tulus sambil sebelah tangannya turun untuk mengelus perutnya. Kalau di pikir-pikir, Erina sudah lama tidak tersenyum.
"Aku akan menunggu Thomas menyelesaikan urusannya. Setelah dia pulang nanti malam, aku akan memeluknya dengan erat dan tak akan kulepas lagi. Semoga Thomas pulang lebih awal," kata Erina tersenyum lagi.
Sementara di suatu tempat, seorang lelaki dewasa sedang melangkah memasuki istana yang begitu megah.
Ia berjalan dengan cepat menuju ruang pertemuan di salah satu ruangan di istana itu.
"Maaf karena aku terlambat, Ayah...." ucap lelaki itu sembari duduk di sebuah sofa yang berseberangan dengan sofa yang diduduki oleh sang ayah.
"Tidak masalah, Thom. Kau pasti baru selesai menidurkan istrimu," ucap Robert menatap Thomas dengan tatapan mengejeknya.
"Iya, Ayah. Aku baru bisa pergi saat Erin tertidur," desis Thomas yang membayangkan wajah damai Erina saat tertidur.
"Tapi istrimu tidak tidur. Lihat ini," Robert menjentikkan jarinya sehingga muncul sebuah cermin yang memperlihatkan Erina sedang duduk di teras rumah.
"Tapi tadi Erin tidur dengan nyenyak," ucap Thomas tidak percaya.
"Faktanya, Erin bangun saat setelah kau pergi," sela Robert.
"Jadi, ada apa Ayah menyuruhku datang ke sini?" tanya Thomas dengan serius.
"Amorette, dia sedang ada dalam bahaya," ucap Robert sambil menatap mimik wajah Thomas yang berubah-ubah.
"Lalu? Apa hubungannya denganku?" tanya Thomas mengerutkan keningnya.
"Tugasmu menolong Amorette dari marabahaya yang di lakukan Redcap," Thomas menggeleng.
"Maaf, aku tidak bisa, Ayah. Amorette bukan lagi urusanku. Jadi aku tidak mau ikut campur dengan urusan Redcap," tolak Thomas.
"Tapi sudah menjadi tugasmu, Thom. Kau lupa, kalau kau-lah yang membuat Amorette terlibat dalam masalah?"
"Aku tidak lupa, Ayah. Hanya saja kekuatan yang ada di tubuhku perlahan mulai menghilang. Apa lagi sejak Erin hamil. Jadi aku tidak akan bisa menyelamatkan Amorette," ucap Thomas membuat Robert tersenyum simpul.
"Jelas saja mulai menghilang, karena kekuatanmu akan di serap oleh si jabang bayi yang di kandung oleh istrimu," ucap Robert dan Thomas sudah tidak kaget lagi dengan hal itu.
"Aku tahu, tapi aku tetap tidak mau berhadapan dengan Redcap. Seharusnya Ayah yang melakukannya, bukan aku. Lagi pula, kekuatuku tidak seimbang dengan kekuatan Redcap," sergah Thomas. Robert kembali tersenyum.
"Pecundang! Sepertinya sebutan itu lebih cocok padamu," ucap Robert semata untuk membuat Thomas kembali seperti dulu lagi. Thomas yang dulu adalah Thomas yang penurut akan perintah Robert. Thomas bahkan berani melawan Redcap pada beberapa tahun lalu.
"Aku bukan pecundang!" bentak Thomas mengepalkan kedua tangannya dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Buktikan kalau kau bukan seorang lelaki yang pecundang!" bentak Robert membuat Thomas terkesip.
"Baik! Akan aku lakukan, tapi berikan aku kekuatan sebagai bekal untuk melawan Redcap," pinta Thomas. Robert hanya tersenyum lantas bangkit berdiri. Lalu ia menghilang dari hadapan Thomas.
"Sial!" Thomas menggeram.
"Aku harus melakukannya dengan cepat agar aku bisa kembali menjaga Erin. Aku pasti bisa!" ucap Thomas penuh keyakinan.
"Kalau kau yakin, maka lakukanlah!" suara Robert di tengah-tengah ruangan itu.
"Tunggu aku Erin. Kau akan aman asal tidak keluar dari area rumah kita," ucap Thomas bisa sedikit bernapas lega karena Erina aman di rumah mereka. Tapi benarkah Erina akan aman?
★•••★
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband
RomanceSeri ke-III My Protective Husband [21+ Bijaklah memilih bacaan] Aku akan mengambil kembali wanita yang sudah seharusnya menjadi milikku!!! -Thomas Evangelos- -ROMAN-FANTASY-