gombalin bundaran aja

1.2K 131 4
                                    

Jalan menuju kelasnya sudah diblokir beberapa siswa, mereka yang mengkoordinir pasukan.

"Lo ke panca bakti?" Digo mendongakkan kepala.

"Iya" jawab nya santai.

"Cari mati?"

"Cari pacar" jawab digo enteng.

Dio terkenal sebagai pimpinan dari gengster, murid kebal peraturan disekolah ini. Setiap kali tawuran terjadi dio yang menjadi pemiminnya.

"Gue saranin supaya lo lebih tau diri dan gak nyari masalah. Apalagi macarin pacar orang" dio terkekeh pelan.

"Sepertinya gue yang harus kasih saran supaya lo gak ikut campur urusan orang." Ucap digo yang kemudian berlalu meninggalakan dio.

Digo bukan tipe orang yang mudah tersulut emosi. Dia juga bukan siswa yang sering ikut tawuran. Digo lebih baik menghindari selisih paham dan mengukir prestasin dikelas.

Permusuhan yang terjadi diantara kedia sekolah memang sudah turun temurun. Kedua sekolah selalu bersaing dalam bidang apapun. Basket, voly, sepak bola, debat bahasa inggris, paduan suara dan hampir semua event mereka selalu bersaing agar terlihat menonjol. Bahkan tak jarang pensi akhir tahun yang mereka adakan selalu mengundang artis nasional.

Jika solidoritas dijunjung tinggi seharusnya diarahkan untuk hal yang  lebih baik. Bukan malah menghalangi orang lain untuk mempersatukan dua kubu.

Cinta digo pada sisi sudah seperti romeo dan juliet yanh tak bisa bersatu karna permusuhan yang turun temurun.

Digo tak punya alasan pasti mengapa ia harus membenci SMA panca bakti. Bahkan seharusnya ia berterimakasih, karna salah satu dari muridnya telah berhasil memenangkan hatinya.

Setelah dio tau, bisa dipastikan bahwa digo akan terus dibawah pengawasan anak buahnya. Ia seperti tahanan kota, ruang geraknya menjadi terbatas.

Sisi? Itulah yang digo pikirkan. Ia akan sulit untuk bertemu sisi. Ia takut jika kehadirannya nanti malah akan membahayakannya.

"Dig" digo menarik langkahnya kembali.

"Ada apa dis?"

Gladis, siswi yang termasuk memiliki otoriter disekolah. Karna gladis satu satunya orang yang mampu membuat dio luluh.

"Untuk beberapa hari tolong jangan macem macem sama ancaman dio, dia beneran lagi ngintai lo. Lo gak mau gadis lo terluka kan?"

Digo mengangguk, ia diam mencerna perkataan gladis. "Gue ngerti, thanks dis"  ucap digo kemudian berlalu.

Cinta pertamanya terjalin begitu rumit. Ia tak bisa memilih pada siapa jatuh cinta, pada siapa yang membuat hati nyaman. Sekarang dia harus berjuang lebih keras untuk mempertahankannya.

**dibatas waktu**

Akhirnya digo benar benar menghilang dari kebiasaan yang selalu ia lakukan untuk sisi. Sudah hampir seminggu sisi kembali kerumah sendirian.

"Digo mana si?" Pertanyaan bunda menghentikan kunyahan roti dimulut sisi.

"Terakhir kali sisi ketemu digo disekolah"

"Sekolahanmu?" Sisi mengangguk. Tanpa dijelaskan bunda memahami. Apa yang digo lakukan memang tak wajar.

"Abis itu dia gak pernah muncul ma, dia baik baik gak ya?" Tanya sisi pada bunda yang sebenarnya ditujukan pada dirinya sendiri.

"Baik kok si" jawab bunda mengul senyum.

Selama seminggu sisi mulai kembali dekat dengan andra. Andra sudah beberapa kali datang kerumah. Membuat bunda selalu membandingkan antara digo dan andra.

"Kalo ngobrol sama digo itu seru si, kalo sama andra itu seriusin. Bunda suka digo deh"

Sisi tersenyum. Bukan hanya bunda yang merasa nyaman dengan digo, tapi juga dirinya.

"Assalamualaikum!!" Bunda menatap sisi sesaat. Ia mulai beranjak dari duduknya, membuka pintu gerbang menyambut salam yang terdengar.

Senyum bunda mengembang begitu lebar tatkala melihat susok tampan yang sudah berdiri didepan gerbang rumah merek.

"Pagi bunda sayang" sapa digo saat bunda membuka gerbang. Ia menyambut tangan bunda untuk disalaminya, lantas memeluknya.

Tak ada rasa canggung antara bunda dan digo. Mereka sudah seperti ibu dan anak.

"Rindunya mantu bunda ini, sudah lama tak jumpa" seloroh digo membuat bunda mengeluarkan ketawa khasnya.

"Jangan bunda!" Sergah digo langsung menghentikan tawa bunda.

"Jangan tertawa! Digo ini tak kuat untuk tak memeluk jika bunda terus tertawa. Rindu sangat hati ini bunda" selorohnya dibuat sepuitis mungkin.

Digo benar benar seperti hujan ditengah gerasang. Ia selalu bisa membuat orang lain nyaman berada didekatnya.

Bunda tak mempersilahkan digo masuk, sengaja. Selain karna sudah siang dan juga agar sisi mendapat kejutan.

"Bun jangan bilang sisi ya, digo punya gebetan baru" bisiknya.

"Siapa?" Tanya bunda datar. Ia berharap sisi akan baik baik saja setelah tau.

"Ada bun, orang kompleks ini juga"

"Bunda !!" Teriak sisi dari ambang pintu. Senyum mengembang di bibirnya ketika tubuh bunda sedikit memberi celah untuk tubuh digo terlihat.

"Aaaa !!! Basong gue!" Teriaknya berlari menghambur kearah digo.

"Kangen" rajuknya manja.

Digo menatap bunda, ia sedikit tak enak hati saat sisi bergelayut dilengannya manja.

"Sudah kalian berangkat sana nanti kesiangan. Hati hati"

Digo mengangguk, ia kembali mencium tangan bunda diikuti sisi.

"Bun inget jangan bilang sisi ya" bisik digo kembali.

Bunda hanya mengangguk ia menurut saja pada digo.

"Assalamualaikum" pamit digo dan sisi berbarengan. Mereka berjalan beriringan menuju halte bis.

Sisi seakan mencurahkan segala rasa rindunya. Ia tak melepas genggaman tangan digo.

"Kaya orang pacaran" gumam digo saat sisi sudah duduk didalam bis.

Sisi diam, ia kembali memutar ingatannya beberapa hari yang lalu saat andra memintanya untuk memperbaiki hubungan mereka.

Tak bisa dipungkiri, rasa cinta sisi untuk andra masih menyisa. Tapi ia juga tak rela untuk melepas kenyamanan yang digo berikan. Kenyamanan yang tak pernah ia dapatkan dari andra.

Sisi selalu menjadi dirinya sendiri saat bersama digo. Manja, cerewet, dan tak tau malu. Sedangkan saat bersama andra, ia bak boneka yang sedang dimainkan. Menurut semua apa yang diperintah andra. Tak memiliki akses bersosialisasi secara luas

"Gue gak maksa lo pret, cukup lo ada buat gue dan gue ada buat lo itu udah lebih dari cukup" digo mengusap rambut sisi lembut. Ia tak ingin memaksa sisi untuk terus menjadikannya pacar. Ia menyadari bahwa posisinya saat ini salah. Menjadi orang ketiga diantara mereka.

Tapi apa daya perasaan cinta tidak bisa memilih dimana dia akan jatuh. Ia hanya bisa menilai bagaimana cintanya diterima dan mengalir begitu saja. Untuk siapa dan bagaimana? Bukan kehendaknya untuk mengatur.

"Basong gue sayang!" Jawab sisi cepat, ia kembali menyembunyikan wajahnya dilengan digo.

Digo hanya mengulum senyum. Ia menikmati waktu yang tersisa sebelum benar benar hilang.

**Diabatas waktu**

Siap siap besok akan di bom update haha, ternyata ceritanya berkembang jadi banyak padahal konsepnya cuma end di part 15 maafkan maafkan.

Dibatas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang