Digo terhuyung ketika pukulan keras dipipinya, perih menjalar didaerah pipi dan wajahnya. Refleks tangannya mengusap wajahnya. Anyir khas darah mulai tercium, bahkan sangat menyengat. Digo kembali terhuyung ketika tonjokan andra tepat mengenai sudut bibirnya, digo tersenyum sini. Ia menyeka darah yang mulai mengalir keluar dari sudur bibirnya. Digo memicingkan matanya, tangan kanannya mengusap ujung bibirnya berharap rasa sakitnya akan reda. Ia henda mengaduh tapi urung ia lakukan, ia tak ingin membuat lawannya bersorak bahagia.
Andra yang masih tegap berdiri dihadapnya sibuk mengatur nafas yang tersengal. Baru dua kali pukulan ia layangkan sudah membuatnya seperti kuli bangunan yang menganggak puluhan sak semen. Tapi bukan itu, ia sibuk menetralkan emosinya yang sudah terakumulasi. Andra mengetahui semua, hubungan yang terjalin antara digo dan sisi. Hubungan yang selalu mereka sembunyikan dibalik status sahabat.
"cowok gak main boneka?! Cowok juga gak main dengan milik orang lain!" sentaknya. Digo hanya mengulum senyum, ia tak ingin terlalu larut dalam emosi andra.
"Lo gak perlu jelasin, mata gue lebih baik dari pada mulut lo! Anjing! Lo jalan sama cewek orang, urat malu lo udah putus hah?!" andra meluapkan semua amarahnya, kesal karna sikap sisi yang semakin tak baik dengannya, marah karna digo yang diam diam sudah merebut sisi darinya.
Digo hanya diam menatap andra, ia kembali mengumpulkan kekuatan berharap bisa balik menghajar pria brengsek dihadapannya ini.
Digo bangkit, membersihkan bajunya yang terkena tanah. "kalo iya emang kenapa?" tanya digo santai. Sekelebat bayangan sisi menghantuinya kembali. Sebenarnya ia sendiri sudah tak sanggup untuk tak menghajar andra.
"brengsek!!!" teriak andra.
Melihat andra diliputi amarah yang begitu besar membuat digo merasa menang. Digo memang belum memiliki sisi seutuhnya, tapi jika dengan kejadian ini bisa menggoyahkan hubungan mereka berdua kenapa ia tak bahagia. Jika sisi tak bisa melepas diri maka biar andra yang melepasnya.
Andra mengepalkan tangannya diudara, melenguh siap menerjang digo. Seperti niat digo, andra benar benar emosi. Dalam hitungan detik andra dan digo sudah bergumul diatas tanah basah. Hujan mengiringi kejadian penting ini. Mereka bergulat, seragam sekolah mereka telah lekat oleh tanah. Nafas mereka sama sama memburu, setiap tarikan nafas emosi juga ikut terangkat. Satu pukulan dilayangkan, satu pula dendam mereka tersampaikan.
Digo berhasil memukul andra. Mereka imbang, darah juga mengalir dari sudut bibirnya bahkan lubang hidungnya. Rasa sakit seperti hilang bersama dengan air hujan yang mengaliri tubuh mereka. Digo berhasil membalas pukulan andra, baku hantam semakin tak terhindarkan. Rasanya lebih mengerikan dari tawuran rutin yang terjadi. Akal dan logika seakan ikut luruh bersama denan amarah dan juga murka.
Tak disadari, ada seorang gadis yang sedang lari tergesa-gesa. Wajahnya cemas, rambutnya sudah basah ikut terguyur hujan. Ia terus berlari menuju pemakaman didekat kompleks, bukan untuk mencari hantu. Tapi mencari kedua orang yang sempat mewarnai hidupnya sebelum menjadi hantu.
Sisi tercengang tatkala melihat kedua lelaki itu tengah bergumul. Air matanya luruh bersama hujan. Nafasnya tercekat, ia berusaha mengumpulkan suaranya. Kedua lelaki dihadapannya sudah kepayahan melempar pukulan, tapi sisi tak berdaya. Tak ada yang mampu keluar dari mulutnya malah air matanya yang semakin deras mengalir.
Sisi tersungkur diatas tanah, kedua tangannya menutup wajahnya, isaknya memecah malam. Rasanya ia ingin berlari dan memisah kedua orang yang sama sama berarti dihidupnya itu, tapi ia tak berdaya. Ia hanya mampu semakin larut pada isak nya sampai didengar kedua lelaki itu menyebut namanya bersama.
~Dibatas Waktu~
Sisi menarik selimutnya kembali, setelah melirik jam dinding. Ia masih enggan untuk beranjak dari tidurnya. Sekelebat kejadian semalam masih menghantuinya, ia syok tak menyangka jika kehadirannya akan menyakiti bahkan membahayakan orang lain.
Sisi kenal betul siapa andra, ia tak segan segan menantang tawuran jika ada yang berani mengusiknya. Kenapa tawuran? Karna rame-rame. Andra sedikit menciut ketika harus one by one.
Hari ini minggu, bisa dijadikan alasan untuk sisi bermalas malasan diatas kasur empuknya. Sisi harus mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan yang akan terjadi. Bahkan jika nantinya ia harus benar benar kehilangan segalanya.
Dari semalam ponselnya tak henti berdering, sekarang mungkin sudah habis baterai hingga tak terdengar suaranya. Andra sudah menghakiminya, umpatan, dan segala macam kata kasar bahkan ia lontar. Sisi bahkan tak berani membacanya, ia buru buru meghapusnya. Penghakiman atas penghianatan yang sisi lakukan seakan menjadi sebuah masalah yang besar bagi andra.
Senin
sisi masih menggeliat malas ketika bunda membangunkannya untuk berangkat kesekolah. Badannya masih terasa tak enak, bisalah ia jadikan alasan untuk menghindar dari andra. Ia masih belum siap menghadapi andra, takut menghadapi sikap tempramentalnya. Takut jika nanti ia akan melakukan pembalasan pada ali. Ah ia tak akan sanggup jika melihat ali kembali terluka.
Selasa
Jika kemarin ia sudah bisa mencuri alasan untuk menghindar dan melewatkan ulangan matematika, maka hari ini ia harus siap menghadapi semuanya. Berlarut larut dalam masalah tak akan memberikan solusi yang baik.
Sisi meremas jarinya sendiri ketika melewati lorong kelas. Seluruh pandangan tertuju padanya, bukan pandangan kagum melainkan terintimidasi.
Didepan kelas, arin sudah berkumpul bersama teman temannya ia teman sisi juga. Mereka seakan menghindar ketika sisi ingin mendekat, perlahan mereka membubarkan diri masuk kedalam kelas.
Didalam kelaspun mereka masih enggan untuk didekati sisi.
"kalian ngomongin aku ya?" tanya sisi menghardik, ini bukan sisi yang biasanya. Ia lebih mudah tersulut emosi.
Arin berbisik bisik, sesekali menatap sisi dengan tatapan tak suka. Membuat sisi berfikir bahwa mereka memang sedang membicarakannya.
"masih penting membicarakan seorang pengkhianat seperti lo? Gue gak habis fikir sama lo deh, bisa ya mengkhianati sekolah sendiri" jawab arin ketus.
Tubuh sisi menegang ia tak menyangka jika teman terdekatnya bisa berkata sedemikian rupa. Apa kesalahannya sebesar itu, sampai melupaka n seberapa banyak kenangan yang sudah mereka tinggalkan, dan memahami seberapa banyak waktu yang telah memberi mereka arti sebuah persahabatan.
"selingkuh dengan musuh. Dua pengkhianatan yang gak gue duga. Kasian andra, gue kira lo cewek baik baik ternyata gak lebih baik dari alleta"
Hazelnya meneteskan air mata begitu saja. Hari beratnya akan segera dimulai. Bahkan persiapan dua hari kemarin hilang begitu saja sebelum ia menghadapi andra.
Sisi manarik nafas panjang. Ketenangan mulai mengalir didalam tubuhnya. Ia tak boleh mengecewakan bunda. Jika ia kembali terpuruk dan rapuh karna cinta mungkin bunda tak akan lagi mengijinkannya untuk pacaran. Bahkan mungkin ia akan sadar diri dan menutup hatinya untuk batas waktu yang tak ditentukan
**Dibatas Waktu**
kita mulai boom update yesss!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibatas Waktu
Fanfictionsaat pertama kali melihatnya, aku tau jika aku menyukainya. tawanya yang renyah, hazel indahnya sudah menarik perhatianku. hanya ingin bersamanya, bersama dirinya!. sayangnya tak semudah itu. ada pembatas yang terlalu tinggi diantara kami. bak kis...