You

1.3K 128 1
                                    

"aku ingin memberimu kesempatan. Untuk mencintai dan juga kucintai, jika waktu mengizinkan aku akan memilih diantara sebuah pilihan. Tapi apa daya, jika takdir tak memberiku kesempatan. Biar saja waktu yang memutuskan"

Digo melangkahkan kakinya kembali ketempat ia berasal. Ia sedang mencari sebuah ketenangan diantara kepenatan masalah yang menghalanginya.

Menjauh dari sisi atau bertahan dan membahayakannya. Tidak ada pilihan yang tak membuatnya terluka. Ia hanya memiliki waktu yang singkat untuk mengenal dan mencintainya. Diantara waktu yang singkat itu ia masih berusaha untuk meninggalkan sebuah kenangan bukan luka.

"kak ntar gue tunggu dihalte ya?" tanya sisi. Ia hanya memastikan tak lagi menunggu tanpa kepastian. Ia benar benar membutuhkan digo untuk berbagi keluh kesahnya.

Digo mengangguk ia mengacak rambut sisi sayang. Bagaimana ia bisa memberikan sebuah kesedihan diwajahnya yang ayu itu. Ada sebuah harapan yang terpancar dari hazelnya. Ia tak menginginkan sisi untuk kembali bersedih.

"gue ajak lo keperpustakaan entar"

Sisi menatap digo berbinar, benarkah itu? Jika iya, maka basongnya telah kembali. Basong yang ia rindukan untuk berbagi seluruh kesedihan dan menjadi sandaran.

"belum pamit sama bunda" jawab sisi kembali murung.

"biasa juga gak pamit sama bunda" protes digo. Jika sisi menghabiskan harinya dengan digo memang tak pernah izin terlebih dahulu pada bunda dan baik baik saja. Aneh jika saat ini menjadikan izin sebagai alasan.

"nilai gue turun gara gara masalah sama kak andra, bunda jadi marah dan gak izinin keluar sama kak andra" sisi menceritakan penyebab ia tak sebebas dulu.

"andra kerumah lo pret?" sisi mengangguk. Seminggu menghindari sisi membawa dampak tak baik bagi hatinya.

Digo ingat sekali sisi pernah berkata bahwa dia adalah satu satunya teman dekat lelaki yang sudah menginjak tanah rumah dan bercengkrama hangat dengan bunda. Saat ini andra sudah menggesernya.

"pas sisi marah marah minta putus dan dia langsung dateng kerumah. Bawa buah-buahan dan segala macam makanan. Bikin sisi gak enak hati buat marah dan mutusin"

Digo mengangguk, ia menyadari bahwa sisi juga mash menyisakan rasa untuk andra. Lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah ia masih bisa bertahan dengan waktu yang sesingkat ini.

Digo bukan mau menghindar, tapi hatinya berkata bahwa ia harus jadi pelindung sisi. Apalagi dendam diantara kedua sekolah benar benar sudah membuatnya menjadi seperti tahanan.

Kebebasannya sebagai warga negara seolah tak berguna. Ia harus diam dan patuh karna dendam yang sudah turun temurun.

"sampai, lo nanti naik bis aja dulu. Gue pastiin gue akan nyusul lo didalam bis" bisik digo sebelum membiarkan sisi turun.

Sisi mengangguk, ia melambai sebelum bis yang ditumpanginya kembali melaju. Jarak sekolah digo memang sedikit lebih jauh. Sengaja digo membuat janji didalam bis. Jika mereka bertemu ditempat umum bukan tidak mungkin jika dia dan sisi sama sama diambang bahaya.

**dibatas waktu**

Sisi dan andra, kedua pasangan muda ini sama sama belum memiliki kejelasan. Andra tak melepas sisi begitu saja, ia sudah kehilangan alleta. Tak akan mudah untuk sisi juga lepas.

Andra adalah sosok yang posesive ia hidup dilingkungan yang tak membentuk pribadinya dengan baik. Tak ada kasih sayang yang ia dapatkan. ayahnya menjadikan mobil sebagai rumahnya dia terlalu sibuk dengan bisnisnya. Mamanya sibuk dengan tas tas mahal yang menjadi investasinya.

Sejak kecil andra sudah terlatih mandiri. Saat teman teman Tk nya diantar jemput oleh ibu atau ayah, andra sudah bersama supir. Harinya ia habiskan bersama pengasuh. Bahkan sampai ia dewasa ia masih terus diam diantara kemiskinan kasih sayang.

Kurangnya perhatian dan juga kasih sayang membuat andra menjadi posesive atas orang yang menyayangi dan ia sayangi. Ia merasa tak rela jika harus berbagi dengan yang lain.

Andra bukan seorang pemberontak, bukan pula orang yang anarkis. Tawuran bukan sebagai ajang pembuktian diri ataupun adu kekuatas. Sebelum andra mencapai posisi sebagai pimpinan tawuran ia hanya murid biasa yang tak peduli dengan dendam turun temurun itu.

"pokoknya lo harus balesin dendam gue. Lo udah selamat dari sini gara-gara gue" perkataan satria masih terus membayanginya. Ia benar benar berhutang budi pada satria.

Kakak kelas yang melindunginya saat berada dijalanan. Ia baru sekali mengikuti tawuran karna ditantang oleh teman temannya dan sialnya saat itu pula rombongan polisi sudah mengepung mereka.

Satria dipenjara selama satu tahun enam bulan, melindungi andra dari jeratan hukum. Sejak itu seolah andra memiliki hutang budi yang begitu besar pada satria. Ia tak menolak saat satria memintanya untuk memimpin tawuran menggantikannya.

"sisi!!" andra kembali menarik lengan sisi dengan kasar seperti waktu itu.

"kak apaan sih sakit," sisi meronta meminta andra melepas cengkraman dilengannya. Ini yang tak ia sukai dari andra, kasar.

"lo itu masih pacar gue, gue berhak untuk tau dengan siapa dan kemana lo pergi" sentak andra membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian. Malu, sebenarnya sisi sangat malu diperlakukan seperti ini. Seperti boneka yang harus menurut apapun yang diperintakan tuannya.

"boneka memang disukai banyak orang, tapi inget gak semua orang main boneka. Apalagi cowok!" sisi menekan setiap kalimatnya. Andra hanya terdiam mencerna setiap kata yang sisi lontarkan, sampai sisi melepaskan cengkramannya saat andra mulai mengerti makna dari ungkapan sisi.

Sisi berlari menuju kelasnya, menjatuhkan tubuhnya dengan kasar. Ia menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangannya yang sudah ia lipat. Menangis, mungkin hanya itu hal yang bisa sisi lakukan. Ia sudah benar benar muak dengan perlakuan andra dan dia juga tak berdaya untuk menghindar.

Jika mungkin ia pasti memilih untuk pindah sekolah. Tapi ini sudah menjadi pilihannya berada disini, tak mungkin jika ia meminta pada bunda bisa bisa ia malah disiram bukan lagi disemprot omelan.

"gue udah bilang, jangan main main sama hati si" arin mengusap punggung sisi yang bergetar.

Ia juga tak tega melihat sahabatnya itu harus menangisi orang yang tak pantas mendapatkan air mata sisi.

"jangan buang air mata lo untuk orang yang gak pernha mentingin lo si. Kalo air mata lo bisa jadi mutiara mungkin dia akan terus bikin lo nangis karna memang dia gak menganggap lo orang yang patut dilindungi dan dicintai"

Sisi mendongak, menyibakkan rambutnya yang sudah ikut basah karna air mata. Ia mengangguk dan menghambur memeluk arin. Menumpahkan segala beban hatinya lewat air mata.

**Dibatas waktu**

Dibatas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang