Sisi menjalani aktivitasnya seperti biasa, hanya saja kini digo yang menjadi pelipur lara. Digo hampir tak pernah absen untuk berkunjung kerumah sisi. Hanya sekedar menyapa bunda dari gerbang depan kemudian kembali.
Atau hanya sekedar mengantar koran, biar sisi baca berita hari ini katanya. Bunda seakan biasa saja dengan tingkah laku digo. Ia memaklumi, dibalik sikapnya yang aneh terselip perhatian perhatian kecil untuk sisi.
Pernah waktu itu dia datang membawa bakso hanya karna sisi yang sehabis menelfonnya bilang ingin makan bakso.
"disebelah rumahkan ada si. kenapa pakek minta digo antar sih, kasian dia jauh jauh Cuma nganter bakso. Satu bungkus lagi" protes bunda pada sisi sekaligus digo.
"abis bun tadi tinggal satu bungkus, kalo masih aja tadi digo beliin" bela digo saat memahi jika bunda juga menyindirnya.
"sisi tu gak minta bunda, dia nya aja yang kerajinan pakek nganter segala" sungut sisi kesal. Bunda jadi memarahinya hanya karna bakso dan basong.
"mumpung dia pengennya bakso bun jadi digo masih bisa beliin. Entar kalo pengennya hermes yakin deh bun digo gak mampu kasih"
Bunda hanya tergelak, digo bukan seperti pasangan untuk sisi tapi lebih kepelengkap. Bunda menyadari itu. Seperti guru les, dengan sabar digo membimbing sisi mengerjakan soal yang sulit. Seperti alarm digo selalu mengingatkan untuk memperkuat ibadahnya. Seperti narkotika digo seperti candu didalam keluarga ini, ia selalu diharapkan kedatangannya. Bukan lagi seperti orang lain tapi seperti keluarga.
Digo belum mengetahui jika hubungan sisi dengan andra terlah berakhir. Sisi masih enggan untuk membicarakan hal itu pada digo. Ia masih begitu menikmati waktu yang ia habiskan bersama.
Jika sisi mengatakan hal yang sebenarnya bukan tidak mungkin jika digo akan menghindar dan akan pergi begitu saja dengan rasa bersalahnya. Padahal sisi juga menginginkan hal ini, ia ingin bebas seperti merpati.
Suatu hubungan akan bertahan jika dilandasi rasa percaya. Sejauh apapun pasanganmu pergi ia akan membawa kepercayaanmu itu dan kembali dengan penuh rasa cinta. Ingat cinta, bukan lagi rasa sayang. Jika hubunganmu sudah terlalu kau bumbui dengan rasa curiga maka selalu ada jalan untuk kecurigaanmu itu menjadi kenyataan.
Hari ini digo mengajak sisi untuk ketoko donat milik keluarganya, selama ini hanya digo yang berkenalan dengan keluarga sisi lebih tepatnya memaksa berkenalan.
"jangan gugup gitu preet, mama gak akan gigit kok" sisi mendengus kesal, tak taukah jika telapak tangannya sudah berkeringat dingin.
"malu" desis sisi yang masih bisa didengar oleh digo.
"lo pakek baju kali, udah ah ayo" tanpa memperdulikan tatapan sisi yang tajam ia menarik sisi untuk segera masuk kedalam.
Dan kebetulan sekali ini adalah toko langganan bundanya, tapi sisi biasa membelinya di toko cabang dekat rumahnya.
"mama aku bawain calon mantu!" teriak digo ketika ia terus membawa sisi menerobos ruang kerja mamanya.
Digo hanya menampilkan deretan giginya ketika sisi mencubit lengannya. Kadang kadang dia memang harus diberi pelajaran agar mengerti rasanya jika sedang tak PD terus digoda seperti itu.
"kamu ini kaya dihutan aja teriak teriak" digo hanya terkekeh, selalu saja sama omelan yang dilontarkan mamanya.
Sisi mengikuti digo yang mencium tangan mamanya. Tanpa diminta, sisi menyerahkan sebucket bunga yang ia beli tadi.
"romantis sekali mantu mama ini, kamu gak nyesel milih digo?" sisi melirik kearah digo kemudian menggeleng.
"dia itu istimewa.. ee"
"mama panggil mama aja, gak keberatan juga kalo punya mantu cantik begini palingan orang tuamu nanti yang nyesel punya mantu kaya digo"
Sisi tertawa, bagaimana menyesal. Digo sudah mengantarkan begitu banyak kebahagian untuk orang orang disekelilingnya.
"anak bandel dan slengekan gitu?"
"mama jangan memungkiri dong, sisi aja udah terkagum kagum sama kehebatan digo" jawabnya bangga.
"sisi itu terpaksa takut kamu nanti gak antar pulang dia"
Sisi hanya mampu menggelengkan kepala. Ternyata mamanya tak jauh beda dengan digo, sama sama suka bercanda. Meski raut wajahnya menyiratkan keseriusan baik digo dan mamanya tak benar benar serius saat menggoda.Digo juga tak selepas ini jika tak bersama orang yang benar benar mengenalnya.
"kita makan diluar yuk!" ajak mama, merangkul sisi keluar dari ruangan.
"mama yang bayarin ya?" tanya digo mengikuti mama dan sisi.
"makan donat aja yang gratis" jawabnya sambil mendaratkan tubuhnya duduk di deretan meja paling ujung menghadap kejalanan. Riuh jalanan malah membuat kesan santai diantara mereka.
"emang ya kalo orang perhitungan itu susah, untuk digo ini paham dan punya tabungan untuk bawa sisi makan diluar"
Mamanya hanya tersenyum mendengar protesan digo. Bukan perhitungan tapi lebih mengajarkan untuk hidup hemat dan mandiri. Digo juga mengajarkan sisi menabung agar dia dapat membeli novel yang ia inginkan sendiri.
Jika sudah menuruti hobi akan susah mendapatkannya. Apalagi uang jajan anak sekolah benar benar dibatasi. Digo akan mendapat uang saku lebih jika dia bilang akan mengantar sisi pulang. Dan sekarang ia selalu mengantar sisi pulang, padahal sisi tak pernah dibayari. Meskipun digo mengantarnya sampai kedepan gerbang rumah tapi sisi dan digo membayar masing masing,
"jadi gimana sisi bisa sama digo?" bunda membuka pembicaraan setelah menyeruput lemon tea yang baru saja datang.
"sisi itu udah punya pacar ma" jawab digo, ia menyandarkan punggungnya diepala kursi.
"udah punya pacar kok dideketin sinting kamu, tapi gak papalah jadi anak perawan mama ya adiknya digo" digo melotot mendengar penawaran mamanya.
"jangan dong ma! Selama janur kuning belum melengkung digo siap berjuang" jawabnya mantap.
Tanpa disadari sisi mengulum senyum. Begitu berarti dirinya bagi digo. Bahkan sampai ia mengatakannya didepan mamanya.
"digo itu istimewa ma, dia bisa menempatkan dirinya sebagai apapun. Kakak, sahabat, ataupun seseorang yang memiliki arti didalam hidup sisi. Itu alasan kenapa sisi disini mengobrol dengan mama" sisi membuka mulut, menyuarakan isi hatinya.
"ah.. tak salah pilih mantu buat aku, kau ini dig"
Sisi hanya tersenyum, benar benar hangat berada diantara mereka. Saling menerima tanpa menuntut.
"jadi ini alasan lo putus? Gak salah kalo gue sebut lo pengkhianat?"
Sisi memaku kala suara yang tak asing itu memecah kehangatan yang terjadi. Tak menyangka jika kebahagian yang baru saja ia dapat akan musnah begitu saja.
"lo digo! Tunggu sampai hari itu datang" sambung andra sebelum ia pergi begitu saja. Beruntung bunda tadi sudah lebih dahulu beranjak pergi karna ada tamu yang harus ia temui.
Dingin. Suasana diantara digo dan sisi kembali menjadi dingin. Mereka berdua larut dalam fikiran masing-masing saling menebak apa yang telah terjadi.
"jadi lo udah putus?" sisi mengangguk. Lidahnya kelu, ia bahkan tak berani menatap digo. Padahal ia tau bahwa digo tidak akan marah ataupun bertindak kasar padanya saat marah. Berbeda dengan andra yang langsung mengintimidasinya.
"jika kamu sudah memilih, jalani pilihanmu dengan bahagia" ujar digo lembut, bahkan ia menggunakan kata kamu.
"aku bahagia saat melakukan hal hal aneh sama kamu. Menghabiskan separuh waktu hanya untuk belajar dan membaca buku. Aku bahagia sama kamu"
**Dibatas Waktu**
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibatas Waktu
Fiksi Penggemarsaat pertama kali melihatnya, aku tau jika aku menyukainya. tawanya yang renyah, hazel indahnya sudah menarik perhatianku. hanya ingin bersamanya, bersama dirinya!. sayangnya tak semudah itu. ada pembatas yang terlalu tinggi diantara kami. bak kis...