Es Batu buah tangan

1.1K 137 4
                                    


Jika ia bisa memilih maka ia tak akan membantah saat bunda dan juga kakaknya tak memperbolehkan sekolah disana. Penyesalan tinggallah penyesalan ia bahkan tak bisa berbuat apa apa.

Sisi kembali merenungi perkataan bunda kemarin. Bunda memintanya untuk putus dari andra. Benar benar putus. Nilainya merosot dari semester kemarin membuat sisi harus melebarkan telinga mendengarkan petuah dari bunda.

Sejak kejadian itu baik sisi andra ataupun digo tak pernah bertemu. Mungkin karna ketidak sengajaan tapi membuat hatinya dirundung duka.

"digo dimana si?" tanya bunda khawatir. Entahlah begitu sayangnya bunda pada digo. Ia terlihat begitu syok saat mendengar ceritaku.

"mana sisi tau bun, sisi sekarang diantar jemputkan?"

Sisi penjagaan sisi diperketat, bunda khawatir kejadian itu akan menyisakan banyak dendam. Bahkan bunda sempat menawarkan untuk sisi pindah sekolah, tapi sisi menolak. Ia tak ingin menghindar dari masalah meskipun masalah itu terus saja menekannya.

"jangan bermain hati, kamu ini udah kaya romeo dan juliet aja. Untung digo ganteng" bunda terkekeh sendiri. Entah dari mana awalnya bunda cenderung lebih senang jika membicarakan digo. Ia selalu antusias ketika sisi membahas digo, berbeda saat sisi bercerita tentang andra pasti ujung ujungnya bunda akan menasehati lalu meminta sisi untuk putus.

"sisi gak pernah main main bun, sisi tertarik sama andra dari pertama kali sisi masuk sekolah sedangkan digo dia seperti air ditengah padang pasir. Dia itu paket lengkap untuk seoran pacar bun"

Bunda terdiam, ia melihat luapan emosi anak gadisnya. Sisi bukan gadis yang ekspresif ia menyampaikan emosi lewat tulisan, itu juga yan melatar belakangi sisi hobi membaca.

Bunda beranjak untuk membuka pintu ketika bel rumah berbunyi. Sudah hampir petang, siapa yang bertamu fikir bunda.

"lho digo!" sapa bunda yang sama terkejutnya dengan digo.

Digo hanya tercengir, ia menaikan sekeranjang es yang sengaja ia bawa, diserahkannya pada bunda. Mau tak mau bunda menerima buah tangan dari digo, meskipun ia tak mengerti kenapa ia membawanya.

"ayo masuk, sudah adzan" Digo mengangguk, ia melangkah masuk mengikuti bunda.

"sisi! Ada digo ini" teriak bunda menggema kesuluruh ruangan.

Rumah terasa sangat lengang karna memang hanya ada bunda dan sisi. Jika bukan hari weekend maka keadaan ini sudah biasa.

"apa itu bun?" sisi menghentikan langkahnya untuk menemui digo. Bunda lebih menarik perhatiannya. Bahkan dengan yang berada dipelukannya.

"oleh oleh dari digo, biar aja biar bunda buka" sisi mengangguk dan membiarkan bunda berlalu darinya.

Sisi menarik nafas panjang ketika melihat digo duduk disofa ruang tamunya. Kedua tangannya disatukan bertumpu diatas kedua lututnya, kepalanya menunduk memandang ujung sepatu. Bebannya mungkin terasa berat sekarang.

"basong!" sapa sisi langsung duduk disebelah digo, ia mengusap punggung digo menyalurkan ketenangan.

"cipret gue kangen!" seru digo menarik kedua pipi chubby sisi yang langsung mendapat teriakan khas cewek.

Kebiasaan digo memang, pipi chubby dan rambut halusnya selalu menjadi sasaran tangan jail digo. Lega rasanya ketika melihat digo dalam keadaan baik baik saja, sepertinya perkelahian itu tak menyisakan luka atau digo pintar menyembunyikan nya.

"lo gak ke halte, gue nunggu tau" digo melepas jari yang mengapit pipi sisi, berganti menariknya kedalam pelukannya. Sisi hanya tersenyum, bahkan digo bersikap biasa saja seperti tak pernah terjadi sesuatu yang berarti.

"bunda minta gue buat dianter jemput, padahal gue juga kangen" sisi bergelayut manja dipelukan digo. Sepertinya ia hanya ingin mengikuti kata hatinya saja untuk berada disisi digo. Ia tak ingin mempersalahkan andra ataupun memikirkan asumsi teman temannya jika hubungan mereka tetap berlanjut.

"lo baik baik aja kan?"

Seolah mengerti maksud pertanyaan digo, sisi langsung mengangguk dalam pelukan digo. Sebelumnya ia tak seberani ini berpelukan didalam rumah sendiri, apalagi jika ayahnya tau bisa habis disemprot. Berbeda dengan bunda yang lebih menerima hanya dengan digo, karna bunda hanya percaya pada digo.

"andra belum nemuin gue, tapi seluruh sekolah udah ngejudge gue sebagai pengkhianat" sisi mengeluh, mengurai pelukannya agar bisa leluasa mengobrol dengan digo.

Digo mengangguk, mengacak rambut sisi. "kalo tertekan pindah aja sekolahnya, jangan sampek ngeganggu pelajaran. Maaf ya gara gara gue semua jadi ribet"

Ujar digo, ia sendiri menjadi tak enak hati jika karna cinta dan rasa tetariknya pada sisi akan berimbas besar.

"kemarin bunda udah nawarin, pindah kesekolah kamu aja ya?" jawab sisi antusias, ia sudah membayangkan betapa menyenangkannya jika nanti satu sekolah dengan digo. Setiap hari pasti akan selalu memiliki semangat belajar yang full. Digo selalu punya hal unik yang bisa menaikkan moodnya, tidak seperti andra yang terus menekannya.

"boleh, nanti biar gue mos lagi. Private mos ini" sahut digo melirihkan suaranya.

Sisi hanya tergelak, bisa saja digo membuatnya seperti tak memiliki beban.

"digo bawa apa sih?" bunda yang baru saja datang menghentikan gelak tawa sisi.

"es bunda, es batu" jawab digo tanpa rasa bersalah. Sisi melototkan kedua matanya, tak mengerti maksud digo membawakannya es batu.

"biar adem bun, ada air gula sama santen. Kita bikin es yuk bun!" seru digo kemudian beranjak menarik bunda masuk kedapur.

Bunda melirik sisi yang masih diam mematung duduk disofa kemudian menggeleng pada sisi. Anak laki-laki beda ibu ini sangat menghibur. Ada saja tingkahnya.

"digo jagain anak bunda ya, nilainya merosot itu" bunda membuka pembicaraan, mereka tengah sibuk membuat es buah. Santan, air gula dan juga es dari digo ditambahan buah buahan dari kulkas bunda.

"hukum aja bun, kebanyakan pacaran itu" sahut digo sekenanya, ia tengah sibuk mengupas melon.

"enak aja! Dia tuh bun yang ngajakin sisi main" sisi menarik kursi, ia tak berniat membantu kedua orang yang sama sama disayangnya itu. Mereka terlihat serasi dan kompak.

"nggak bun, dia yang rayu digo buat ngajakin ke perpus terus" bela digo tak terima jika disalahkan.

"perpustakaan?" bunda memastikan, digo hanya mengangguk dan masih serius memotong melon yang selesai ia kupas.

"tuh sama digo aja kamu diajak keperpustakaan, sama andra? Keluyuran abis itu pulang nangis"

"iya bun, pernah tuh digo nemuin dia nangis dipinggir jalan. Masih untung gak ada orang yang ngelemparin uang"

Sisi melemparkan lap meja kemuka digo, anak itu lama lama menjadi pro bunda dan memojokan dirinya.

"basong nyebelin!!!!"

Teriakan sisi mengundang tawa dari bunda dan digo. Puas rasanya menggoda sisi sampai teriakan mautnya itu menggelegar. Meski ini adalah kali pertama mereka digo bercengkrama hangat dengan keluarga sisi tak ada rasa canggung sedikitpun. Pada dasarnya digo memang orang yang mudah akrab.

**Dibatas Waktu**

lama lama jadi pengen punya pacar kaya digo.

Dibatas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang