Sisi melenguh ketika digo mulai menyesap lehernya, meninggalkan bercak merah. Ia kembali mengulum bibir tipis gadisnya itu sebelum menyusupkan wajahnya diceruk leher sisi.
"Im sorry," gumam digo.
Sisi mengangguk, ia mengusap rambut digo. Ia memaklumi kekhilafan digo. Tak ada rasa marah ataupun benci terhadap digo. Ia tau jika digo merasa marah karna tak bisa memiliki sisi, marah karna perlakuan andra padanya, marah karna takdir yang belum mengizinkan mereka bersatu.
"Sebaiknya kita memang gak berhubungan si" digo mengangkat wajahnya.
Sisi memandang digo melanjutkan pernyataannya. Wajahnya sudah kusut, rambutnya acak acakan.
"Gue gak bisa liat lo semakin disakiti andra, gue gak bisa berbuat banyak karna dendam diantara kita, gue gak bisa ngelindungi lo karna perbedaan yang ada"
Sisi mengangguk membenarkan perkataan digo. Digo benar, sayangnya hati tak bisa sejalan dengan pemikiran.
"Tapi gue gak mau kehilangan basong gue" jawab sisi lirih. Ia benar benar tak mau kehilangan digo.
"Lo gak akan kehilangan gue si, abang songong lo ini akan ada buat lo" yakin digo.
"Dengan kita gak saling berhubungan?"
Digo mengangguk, ia sendiri masih memikirkan solusi yang tepat untuknya dan sisi.
"Biar gue selesain misi gue, mendamaikan dendam diantara kita. Panca bakti dan bakti luhur" digo mengusap pipi sisi yang sudah mulai dibasahi air mata.
"Jangan konyol, itu hal yang mustahil" protes sisi. Karna ia tau permusuhan itu sudah terjadi dari berbelasan tahun yang lalu.
"Gak ada yang mustahil untuk cinta si" jawab digo serius. Ia kembali menatap sisi sebelum membawa sisi masuk kedalam pelukannya.
Agenda keperpustakaan berganti dengan sesi curhat. Digo mengurungkan niatnya ketika kembali melihat wajah sembab dan juga sedikit memar dipergelangan tangannya.
Sisi menunggu momen seperti ini, dimana ia dan digo akan menghabiskan seluruh waktu untuk saling berbagi. Menceritakan hal yang terjadi hari ini atau selama mereka tak bertemu. Tapi kali ini lebih pada bagaimana mereka akan menjalani jalinan persahabatan itu selanjutnya.
"Jangan temuin gue, kecuali gue yang nemuin lo. Lo harus percaya gue. Gue akan berjuang buat rasa ini" ucap digo meyakinkan sisi. Ia membawa telapak tangan sisi untuk merasakan detak jantungnya.
"Selama dia berdetak berarti rasa itu masih sama. Please percaya, gue bukan orang dewasa yang langsung berani ngelamar lo dan nikahi lo. Gue masih butuh mempersiapkan diri untuk jadi kepala rumah tangga dikeluarga kecil kita nanti"
Sisi terkekeh melihat ekspresi digo yang sok meyakinkan. Tapi benar ia tersanjung dengan perkataan digo. Ia benar benar merasa istimewa.
"Gue cinta lo, cipret!" Teriak digo yang kemudian memeluk sisi erat.
"I'm too"
Digo tersenyum, ia tau gadisnya masih belum bisa mengatakan bahwa ia benar mencintai dirinya. Masih ada andra yang harus ia fikirkan.
**dibatas waktu**
Seperti yang digo katakan, sisi diam tak mencari ataupun menunggu digo. Ia memilih menghabiskan waktu membaca novel. Novel pemberian digo, rasanya tak bosan meski ia sudah tamat belasan kali.
"Nanti pulang bareng aku" sisi menoleh sekilas kesumber suara.
Ia hanya mengangguk. Andra kembali menjadikannya robot. Ia tak bisa berkutik. Padahal bunda sudah mencoba menjelaskan agar tak begitu mementingkan pacaran pada andra tapi tetap saja tak berguna. Seperti angin yang berhembus, hanya sebentar saja mendinginkan setelah itu akan kembali panas.
Langkahnya terhenti ketika dari jauh terlihat sosok yanf sangat ia rindukan. Berdiri dengan menggunakan seragam kuning kunyit itu.
Sepulang sekolah andra tak langsung membawa sisi pulang. Ia mengajaknya berkeliling sebentar di pasar senggol dekat sekolah. Mengajaknya mencari buku bekas yang sisi minta.
Bukan tidak mampu membeli baru, tapi untuk beberapa novel memang sudah tak ada cetakan baru yang membuat sisi harus berburu sampai sini.
"Si.." Tepukan dibahu kirinya,sedikit menyentak tubuhnya terkejut.
"Udah dapet bukunya?" Tanya andra.
Sisi menggeleng, ia kembali memandang pria disebrangnya.
"Siapa?" Andra mengintimidasi.
Sisi tergagap ia buru buru manarik andra menjauh. Ia tak ingin menyakiti digo. Sudah cukup andra membuatnya terintimidasi sampai melepasnya.
"Enggak, dari tadi nyari gak nemu. Balik aja yuk kak takut bunda nyariin"
Andra mengangguk. Sisi memang sedikit dibatasi ketika pergi bersama andra. Berbeda jika dengan digo, pulang petangpun malah akan disambut pelukan oleh bunda.
Andra menarik kedua tangan sisi untuk memeluknya. Andra mengantarnya dengan sepeda motor yang baru saja ia beli. Tubuh sisi menempel begitu saja pada punggung andra, ia sedikit merasa tak nyaman ketika andra memegang tangannya erat.
Meskipun digo sudah berani meminta ciuman pertamanya, bukan berarti andra bisa dengan mudah mendapatkan perhatian dari sisi.
Entah apa yang membuat sisi tak bisa dengan mudah membiarkan andra memeluk tubuhnya. Yang jelas ia hanya mendapatkan kenyaman dari digo.
**Dibatas Waktu**
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibatas Waktu
Fanfictionsaat pertama kali melihatnya, aku tau jika aku menyukainya. tawanya yang renyah, hazel indahnya sudah menarik perhatianku. hanya ingin bersamanya, bersama dirinya!. sayangnya tak semudah itu. ada pembatas yang terlalu tinggi diantara kami. bak kis...