Tak ada yang ingin menjalani hubungan seperti, samar tak terlihat. Mengambang tak jelas. Andai ada ilmu menerawang masa depan Sisi pasti sudah berada diantrian paling depan untuk belajar. Ia ingin mendapat jawaban dari hubungan yang ia jalani saat ini.
Hari ini Sisi tanpa andra, besok juga tanpa andra. Lusa dan seterusnya Sisi masih enggan bersama andra. Rasanya ia masih tak kuat hati, dicampakan memang tak ada duanya rasa sakitnya.
Hatinya masih belum bisa berdamai dengan andra. Suhu tubuhnya semakin tinggi kala melihat andra sedang bertatapan dengan alleta di tengah lapangan basket. Haruskah ia menjalani cinta serumit ini? Pertanyaan yang ia lontarkan pada bunda dan sikap tegas bunda untuk Sisi memutuskan hubungan dengan andra.
"lo gak perlu menyesal flo, karna Tuhan selalu memberikan yang salah sebelum yang benar agar kita belajar. Kalau Tuhan gak ngijinin lo sama dia berarti dia gak baik buat lo" arin mengusap punggung Sisi.
Meski dari awal ia sudah mengingatkan Sisi dan masih ada rasa jengkel karna sikap Sisi yang berubah ketika sudah memiliki kekasih tetap saja ia tak tega melihat Sisi harus sakit hati seperti ini.
"inget tujuan lo kesini bukan untuk terjebak didalam rumitnya cinta, fakultas kedokteran udah nunggu lo" arin kembali mengingatkan tujuan awal Sisi. ia memang benar benar tidak boleh terlena oleh rasa sakitnya.
"makasih rin" Sisi mengulas senyum.
Perasaannya tak sehancur kemarin, Digo sudah sedikit membuatnya lebih baik. Sebab itu hari ini Sisi akan pulang dengan mengunakan bis seperti biasa. Tadinya memang rencananya prilly selalu diantar jemput oleh supir, tapi ternyata bis lebih menarik dari itu. Dan jika Sisi sudah membuat keputusan memang tidak ada yang bisa menggoyahkannya.
"diliat doang gak akan bikin itu huruf jadi memiliki arti" Sisi tergagap.
Yang dtunggu sudah datang, "kakak kok lama sih?" protes Sisi pada Digo yang baru saja muncul dihadapanya. Digo hanya terkekeh, mengacak rambut Sisi dan duduk disebelahnya.
Sisi sengaja menunggu Digo datang, ia sangat yakin bahwa moodboster nya itu akan mendatanginya. Tak ada yang ia lakukan hanya memandang novel dipangkuannya tanpa membaca.
"gak ada yang nyuruh lo nunggu pret!" Digo mengangkat kedua sikunya lalu dinaikkannya pada sandaran bangku halte.
"kak tolong jangan panggil cipret, kak Digo harus mengakui kalo aku terlalu imut untuk menyandang panggilan itu" Sisi menatap Digo memohon,.
"itu panggilan sayang, seharusnya lo juga punya panggilan sayang buat gue pret!" Digo kembali mengacak rambut Sisi membuat empunya mendengus kesal.
Suatu kepuasan tersendiri membuat Sisi kesal dan menunjukan ekspresi merajuknya itu. Digo kembali terkekeh kala Sisi memanyunkan bibirnya.
"gue panggil kasong kali ya atau kangil atau basong" ujar Sisi membuat Digo mengerutkan keningnya.
"apaan itu Si, aneh emang ini cewek. Ngeri gue lama lama deket lo!"
Sisi memukul lengan Digo keras, "enak aja ! Katanya suruh nyari panggilan sayang. Itu panggilan sayang aku tau" ujarnya sombong.
Digo menegakkan tubuhnya yang bersandar, "oh jadi sayang nih sama gue? Hayo loh ketauan diam diam rindu! Haha" tuduh Digo yang tepat sasaran membuat semburat merah dipipi Sisi semakin terlihat jelas.
"kak Digo apaan sih, enggak! Kak Digo duluan yang bilang berarti kak Digo yang sayang" Sisi melempar fakta.
"kalo gue sih emang sayang dan rindu, rindu sangat malah" Digo melirik Sisi. ia menutup sebagian wajahnya dengan novel yang ia bawa, tapi masih belum menutupi semburat merah itu.
"tapi... sama bunda!! Haha" Sisi membulatkan mata, sungguh ia sudah terlena dengan pembicaraan ini dan bisa bisanya Digo malah bercanda.
Sisi berdiri, ia membereskan sampah bekas jajanan dan air minum yang ia bawa tadi untuk dibuang kekotak sampah. Dihentakkan kakinya saat melewati Digo, kali ini ia benar benar kesal.
"ngambek dia, eh tadi apaan Si artinya?" Digo mengikuti Sisi yang berdiri disisi jalan untuk menunggu bis.
"gak jadi, kakak gak sayang juga sama aku" jawabnya masih enggan memandang Digo.
"kalo udah sayang sama bundanya masak sama anaknya enggak, itu aneh sih" Digo melipat kedua tangannya didepan dada, kepalanya mengangguk-angguk berpura pura berfikir.
Sisi langsung memandang Digo "sayang bener nih?" Tanya Sisi antusias dan langsung dijawab anggukan oleh Digo.
Sisi tertawa terbahak, melempar tangannya keatas. Kenapa begitu melegakan ketika mengetahui Digo menyayanginya, bahkan Sisi sendiri juga belum tau jawabannya.
"jadi singkatan apa itu?" Digo membenarkan posisi duduknya, dipangku dan dipeluk tas gendong miliknya.
Sisi dan Digo sudah berada didalam bis. Seperti dulu kebiasaan Digo, Sisi akan diantar sampai depan rumah bertemu bunda, menggodanya dan kemudian pulang.
"kasong untuk kakak songong, kangil untuk kakak tengil, basong untuk abang songong. Tapi aku lebih suka basong. Oke song!" Sisi melipat keempat jarinya menyisakan hanya ibu jari, tanda ia sudah menyetujui pilihan itu.
Digo hanya menggeleng, lalu terkekeh sendiri. Meski terdengar memaksa Digo hanya menurut saja. Melihat Sisi begitu cantik tertawa lepas seperti tadi sudah membuatnya puas. Ia sudah berjanji tak akan membuat gadis yang duduk disebelahnya ini menangis lagi seperti kemarin.
Sisi kembali membuka novel terbaru yang diberikan oleh kakaknya. Ia berikan pada Digo, Digo hanya menerimanya dalam diam. Ia menunggu Sisii sendiri yang menjelaskan.
"itu dari kak gilang, baca deh keren ceritanya" Digo hanya mengangguk. Ia memasukan novel pemberian Sisi kedalam tas.
Sebenarnya ada banyak pertanyaan dikepalanya tentang kejadian kemarin. Sisi tak sempat menanyakan apapun, ia hanya membiarkan Sisi menangis dipelukannya kemudian diantar pulang. Ia tak meminta penjelasan ataupun bertanya, karna bagi Digo, Prilly baik baik saja itu sudah cukup.
"kakak pernah HTS-an?" Sisi membuka pembicaraan. Digo hanya tersenyum lalu menggeleng.
"Hubungan Tanpa Status?" Tanya Sisi meyakinkan.
"frinds zone Si, keren dikit dong lo" jawab Digo dengan pandangan masih menatap jalanan.
"itu untuk mereka yang gak ada ikatan kak, tapi aku ada Cuma lagi break" nada bicaranya semakin lirih.
Digo meletakan tasnya diatas kakinya agar tak menjadi penghalang. Obrolan ini sangat sensitive Digo ingin mendapatkan konsentrasi penuh.
"jadi lo udah punya pacar?" Sisi mengangguk, "nangis kemarin gara gara pacar?" Sisi mengangguk lagi.
Digo menarik nafas panjang, sebenarnya dadanya sedikit sesak mendengar pengakuan Sisi sudah memiliki pacar. Tapi bukan waktunya untuk menunjukan itu semua, Sisi butuh dirinya.
"sini basong mau ngomong dengerin baik baik" Digo menarik tubuh Sisi untuk mendekat kearahnya.
"buat apa bertahan kalo lo sendiri gak mampu, buat apa berjuang kalo lo sendirian. Bahagianya dia bukan sama lo jadi lepas aja. Gue gak tau ada masalah apa lo sama dia tapi gue bisa pastiin kalo dia bener gak mungkin dia ngebiarin lo nangis sendirian dikeramaian, itu gak gentle"
Sisi memandang lekat Digo, matanya sudah berkaca. Digo benar jika cinta seharusnya saling melindungi bukan saling menyakiti. Sisi memeluk lengan Digo, menyembunyikan wajahnya diketiak Digo. Digo hanya terkekeh, ia mengusap rambut Sisi, rasanya mengusap rambut Sisi sudah menjadi candu buatnya. Digo membiarkan Sisi terlelap begitu saja.
**Dibatas Waktu**
Double update yes
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibatas Waktu
Fanficsaat pertama kali melihatnya, aku tau jika aku menyukainya. tawanya yang renyah, hazel indahnya sudah menarik perhatianku. hanya ingin bersamanya, bersama dirinya!. sayangnya tak semudah itu. ada pembatas yang terlalu tinggi diantara kami. bak kis...