not my morning

2K 168 0
                                    

Bagian terpenting dari sekolah adalah mempertahankan nilai. Semalaman Sisi sudah lembur untuk mempersiapkan ulangan hari ini. Ia tak mau rekor nilai tertinggi berpindah begitu saja. Bukan apa-apa ini hanya ambisi demi kepuasan, fakultas kedokteran bukan perkara mudah.

"pagi bun" Sisi menyaut roti beroleskan selai diatas meja, meneguk segelas susu segar itu dengan terburu.

Kesiangan, menyebalkan sekali. Dengan roti yang masih dipegangnya ia berlari menghampiri bunda didapur.

"aish bunda dingin, Sisi kesiangan. Assalamualaikum" Sisi mengusap pipinya yang terasa dingin karena ia tempelkan dikeningnya, bunda baru saja selesai mencuci piring.

Bunda hanya mampu menggeleng melihat tingkah anak perempuannya. Mungkin hari ini keberuntungan untuk Sisi. tak menunggu lama ia sudah mendapatkan bus. Ada sedikit waktu untuk mengulang pelajaran semalam, maklum ini ulangan matematika perlu perhitungan matang.

Sisi sedikit tergesa bahkan sedikit berlari. Sesegara mungkin ia ingin sampai dikelas, arin sangat jago matematika setidaknya ia bisa sedikit mengulas beberapa soal yang tak bisa ia pecahkan semalam.

Sial, baru sampai dilorong kelas ia sudah bertemu dengan andra dan juga alleta. Mereka dalam keadaan tegang dan butuh perlakuan khusus, jangan berfikir macam macam.

"gue butuh kebebasan, toh kita tidak terikat dalam hubungan yang sah. Jadi lo gak ada hak untuk ngekang gue" teriak alleta berapi api.

"lo kenapa sih ta, lo berubah!!"

"bukan gue yang berubah. Tapi lo!! Gue mau gaya pacaran yang biasa aja, lo gak perlu selalu Tanya gue dimana, sama siapa. Lo gak perlu ngelarang ngelarang gue."

Andra menggeleng tak mengerti.

"bebasin gue atau lo cari cewek lain buat lo kekang!" bentak alleta.

"letta !!! lo apa apaan sih"

"Sisi mungkin, dia pasti mau jadi pacar lo"

Deg, Sisi mematung. Kenapa dia harus berada diantara mereka. Andra memang menggetarkan hatinya, tapi cukup ia miliki sendiri, tak ada yang tau bagaimana perasaannya yang sesungguhnya dan tak berniat untuk memberi tau siapapun.

Sisi berlari meninggalkan lorong, hatinya sakit entah mengapa. Air matanya juga menetes begitu saja. Rasanya perih.

"maaf Si" alleta menggenggam tangan Sisi. sungguh tak ada niatan untuk menyakiti prilly, itu tadi hanya spontanitas.

"gak papa kak, mungkin ini hari sialku yang berada didalam kondisi yang tidak tepat" senyum terpaksa itu sangat terlihat jelas diraut wajah Sisi.

Alleta ikut tersenyum sebelum ia mengangguk dan berlalu. Andra yang berada dibelakang alleta hanya mampu menatap Sisi. Sisi hanya menggangguk seakan berbicara ia baik-baik saja. Andra mengulas senyum dan ikut berlalu.

Tidak ada yang menginginkan jatuh cinta pada orang yang memiliki kekasih. Tapi ini cinta, tak bisa memilih dengan siapa ia menjatuhkan pilihan. Ini cinta, tak bisa tau mengapa ia datang tak tepat waktu. Oh maaf, belum sampai dikatakan ini cinta. Ini baru suka.

Kejadian pagi ini membuat Sisi sedikit menyesal, karna konsentrasinya yang terpecah ia harus rela berbagi nilai dengan arin. Kali ini nilai arin lebih tinggi darinya, bahkan ada beberapa anak yang diatasnya.

Jangan Tanya, semua ini karna andra. Bersusah payah ia menetralkan perasaannya, andra kembali datang dan merusaknya. Menyebalkan.

Terhitung ini langkah kedelapan puluh lima. Seperti anak bodoh, Sisi menghitung langkahnya dari kelas menuju perpustakaan. Mungkin akan jadi kebiasan barunya disaat suasana hatinya tak menentu.

Setelah melewati perdebatan panjang dengan arin, antara kekantin atau keperpustakaan akhirnya Sisi memutuskan untuk keperpustakaan.Melihat deretan huruf atau angka mungkin akan membuatnya melupakan sejenak sakit hatinya.

"cari buku apa?" Sisi terjengkit kaget ketika suara yang tak asing itu menyapanya. Andra.

"fisika, besok ada ulangan" Sisi manarik buku yang berjejer dalam rak dihadapannya.

Andra mengangguk . ia menarik kursi diseberang Sisi. tak ada percakapan, Sisi focus pada buku yang ia baca dan andra focus memandang Sisi dihadapannya. Menarik.

"gue minta maaf" ucap andra tanpa memandang Sisi, tangannya sibuk mencoret coret kertas diatas meja.

"gak ada yang perlu memaafkan dan dimaafkan"

Kedua matanya membulat ketika kedua tangannya sempurna menutup buku yang baru saja ia baca. Oh tidak, sedari tadi ia tak membaca. Hanya terlihat seperti membaca padahal fikirannya sedang berkelana.

"alleta pasti udah ngebuat konsentrasi lo buyar" Sisi mendongakkan kepala saat kedua tangannya digenggam andra. Jantungnya kembali tak berdetak normal.

"lo ulangan fisika, sastra yang lo baca. Apa zaman udah secanggih itu atau otak lo yang udah diambang batas? Ck! Hebat"

'lo yang buat gue diambang batas kak' teriak Sisi dalam hati. Mungkin kini andra sudah bisa merasakan dinginnya tangan yang digenggam.

"gue harus apa Si?" Tanya andra kemudian melepas genggamannya.

Sisi menarik kedua tanganya, dimasukan kekolong meja diatas kedua pahanya. Asli ini benar benar membuatnya mati berdiri. Tatapan andra, genggaman tangannya bahkan senyumnya yang lalu masih tertinggal jelas diingatannya. Menerima andra menjalin kasih dengan yang lain bukan berarti meghapus rasa. Meski itu belum cinta tapi nyata, tak suka melihatnya dengan lainnya.

"kak alleta hanya butuh pengertian. Saranku jangan memaksa dan dipaksa itu tidak baik."

Andra mengangguk memahami perkataan Sisi "berarti gue harus putus?" Tanya andra menopang wajah dihadapan Sisi.

"aku tidak menyarankan seperti itu kak" jawab Sisi merasa bersalah. Sumpah bukan Sisi bermaksud untuk meminta andra. Tapi jika benar, ia turut berbahagia.

"oke" jawab andra singkat. Ia bangkit dari duduknya, meninggalkan Sisi begitu saja.

Sisi hanya mampu menggeleng menatap punggung andra yang berjalan menjauh menyusuri lorong diantara rak buku. Ia menopang dagunya, mengulas senyum. Dosakah dengan perasaannya sendiri? Tapi ia bahagia, meski hanya sekedar menyapa.

Sisi terkesiap ketika andra memutar tubuhnya, ia sedikit berlari kembali kearahnya. "hukuman lo berlaku, 30 tanaman selama satu bulan" kata andra yang membungkuk kan tubuhnya agar seimbang dengan Sisi

Ah iya, hukuman itu bahkan hampir Sisi lupakan. Sisi hanya mengangguk pasrah. Hukuman tetap saja hukuman. Sekarang ia harus berfikir bagaimana cara menyelipkan tanaman bunda dikebun agar tak ketahuan bunda.

**diabatas waktu**
h

ave a good day.. makasih sudah mampir membaca

Dibatas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang