Ākarṣaka - Chae

484 43 11
                                    

Malam paham jika aku sendirian
Gemintang juga mengerti mengapa tatapanku sendu
Sayang, kamu tidak sadar betapa manis rasa yang telah kuberi

ㅇㅇㅇㅇㅇ

"Jimin! Ayo pulang," sahut seorang laki-laki dengan surai kecokelatan.
"Tunggu sebentar," jawab Jimin. "Tinggal beberapa bagian."

Yang memanggil tidak membalas lagi dan menunggu dalam diam. Ia memperhatikan laki-laki berambut silver lembut yang dipanggil Jimin itu dengan tenang.

"Tinggal sentuhan terakhir. Besok," ucap Jimin sembari mengusap peluh yang berada di keningnya. Ia segera menghampiri kawan yang telah menunggunya.

"Bagaimana? Berhasil?" tanya laki-laki surai cokelat sambil memilin tali tas.

Jimin mengangguk.

"Tidak seratus persen, tapi lumayan untuk saat ini."

Temannya hanya manggut-manggut dan mereka berdua berjalan menyusuri lorong.

Cukup lama dua lelaki itu melangkah dalam diam. Hanya derap sepatu hitam mereka yang bersahutan.

Tidak, bukan canggung. Mereka sedang berada di dalam kepala masing-masing. Berpikir.

"Jungkook," Jimin buka suara. "Kamu yakin aku berhasil?"

Jungkook berhenti berjalan dan menoleh ke arah Jimin. Ia memandang wajah Jimin lekat, memperhatikan kontur wajah yang tegas serta bibir penuh milik kawan lamanya ini. Jungkook tersenyum lalu mengangguk.

"Pasti bisa. Ia takkan bisa menolak pesonamu,"

ㅂㅌㅅ

"Gudang bawah atau atas, Sir?"

"Atas. Yang bawah sedang digunakan untuk menyimpan perlengkapan festival,"

"Baik, Sir."

Jimin membawa dua yang berisi sisa kalender tahunan sekolah menuju gudang atas auditorium, seperti yang telah disampaikan oleh guru olahraga, Sir Jaewoo.

"Hanya kertas, tapi kenapa berat sekali?" Jimin sedikit mengeluh. Tak apa, yang penting ia mengerjakan tugasnya dengan baik.

Setelah ia sampai di auditorium, ia segera mencari tangga menuju lantai dua. Pandangannya terhalang kardus yang terletak di bagian atas.

"Agak nggak kelihatan ya," keluhnya sambil mencari-cari anak tangga dengan kaki kirinya.

Jimin menemukan anak tangga, kemudian berjalan perlahan ke atas, tanpa melihat ke depan. Ia berjalan sangat pelan, tanpa tahu sesuatu hendak menghampiri dari atas sana.

"YANG BAWA KARDUS, AWAAAS!"

BRUK!

Berantakan,
Sakit,
Malu.

Seluruh isi kardus yang dibawa Jimin tumpah ruah di tikungan tangga. Bahunya membentur pegangan tangga, cukup keras hingga membuatnya tak bisa menggerakan tangan kanannya. Ia meringis kesakitan sambil memegangi bahunya.

"Ya ampun! Aku minta maaf," seru seseorang panik.

Jimin tidak menggubris orang tersebut karena sibuk menahan sakit. Jimin berusaha bangun dan hendak membereskan kalender tahunan ketika seseorang yang menabraknya memegang lengan kirinya dan memintanya untuk duduk.

"Biar aku yang bereskan," ujarnya lembut. "Mana yang sakit?" lanjutnya.

Jimin terdiam. Ia mengenal suara ini. Sejak tadi Jimin hanya sibuk merasakan sakit di bahunya. Sekarang ia sadar. Jimin mengangkat kepalanya dan menemukan seseorang di depan matanya.

A Month Full of HappinessWhere stories live. Discover now