Friend - Jean

161 26 0
                                    

Seorang gadis cantik bersurai hitam pekat tengah menatap kearah jendela. Ia memeluk lututnya sembari menghembuskan nafas, bermaksud untuk meringankan beban dihatinya. Air mata yang sedari tadi membasahi pipinya, sudah mulai mengering.

Ingin sekali rasanya menangis lagi. Menyerukan berbagai kata kasar, kalau perlu. Beban dihatinya masih belum berkurang. Rasa sakit hatinya juga belum pulih. Tetapi apa daya. Gadis itu tidak mau disebut orang gila oleh penghuni rumah dan tetangga. Ia masih waras. Hanya saat ini, pikiran dan hatinya sedang mengalami guncangan.

Tok tok tok

Gadis yang diketahui bernama Jung Ara itu mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Lalu kembali menatap jendela. Ia tahu itu pasti ibu atau kakaknya yang datang untuk membujuk agar ia mau keluar kamar. Tetapi ia terlalu malas untuk berkomunikasi dengan orang-orang.

"Woi dek keluar gak lo?"

Sudah diduga. Sang oppa diluar sana berusaha membujuk Ara untuk keluar. Ara masih mengacuhkannya.

"Ini temen lo si Jin dateng."

Mendengar nama tersebut, Ara mengangkat kepalanya. Ia masih terdiam diposisinya. Antara ingin percaya atau tidak dengan oppa-nya yang bernama Hoseok itu.

"Ra, ini gue."

Dengan langkah secepat kilat, Ara berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ia mendapati Jin, sahabatnya yang sedang berdiri tegak tersenyum kearahnya. Ara pun membalas senyuman itu. Hatinya terasa tenang melihat pria yang bernama asli Kim Seokjin itu mengunjunginya.

"Masuk bro." Ajak Ara dengan santainya.

"Eh woi, Ra. Sembarangan aja lo ngajak laki-laki masuk kamar. Udah ngobrol di ruang tamu aja." Ujar Hoseok tidak terima.

"Bacot lo. Jin mah udah biasa kali gue bawa masuk kamar. Lo nya aja yang kurang piknik. Pergi lo. Mengganggu ketenangan nasional aja."

Ara pun segera menarik tangan Jin dan membawanya masuk ke kamar. Sebelum pintu kamar ditutup, Jin memasang wajah dengan ekspresi mengejek ke arah Hoseok. Hal itu membuat Hoseok berdecak kesal.

"Najis. Dasar Jin botol."

***

Ara duduk terdiam di samping Jin, yang sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Sudah 15 menit terlewatkan sejak Ara mengajaknya masuk ke kamar. Selama 15 menit itu juga Ara bungkam. Ia tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Jin juga sudah bertanya pada gadis itu tentang apa yang terjadi. Namun Ara malah menunduk sembari memainkan jari-jari lentik Jin. Membuat pria bermarga Kim itu bingung dibuatnya.

"Tomang."

Jin menoleh begitu nickname-nya disebut Ara. Ia menggeser posisi duduknya sedikit lebih dekat dengan gadis itu. Tangannya terangkat, mengelus puncak kepala Ara dengan lembut. Berusaha untuk meringankan kesedihannya.

"Kenapa hm?"

"Gue putus."

Dan pada saat itu juga pergerakan tangan Jin terhenti. Otaknya masih mencerna kata-kata yang Ara lontarkan beberapa detik yang lalu.

Menyadari sahabatnya itu tak bergeming, Ara mencubit pipi Jin dengan agak keras, membuat Jin meringis kesakitan.

"Sakit Ra."

"Ya abis lo diem aja."

"Ya gue lagi mikir."

Ara kembali mencubit Jin. Kali ini di lengan, bukan lagi di pipi, "Gitu aja mikir."

"Gue udah pernah kan bilang sama lo, kalo si Slenderman itu tuh ga baik buat lo. Ngeyel si dibilangin. Putus juga kan akhirnya." Ujar Jin kesal karena Ara tidak mengikuti kata-katanya.

"Namjoon woi namanya."

"Boam. Intinya dia ga baik buat lo."

Ara terdiam sejenak. Jin benar. Mungkin Namjoon bukan orang yang baik untuknya.

Jalan berdua dengan seorang wanita sembari berpelukan bukankah itu sudah keterlaluan?

Bukankah itu yang namanya selingkuh?

Tetapi saat ditanya, Namjoon tidak mengaku bahwa dirinya jalan bersama seorang wanita. Hal tersebut membuat Ara jengkel dan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan pria itu. Ia sudah muak.

"Terus gue harus gimana.."

"Gue ga akan ngizinin lo balikan sama dia. Dengan alasan apapun."

"Tapi-"

Jin memegang pundak Ara, membuat gadis itu duduk menghadapnya. "Dengerin kata-kata gue. Dan lo harus nurut."

"Pertama, lo gaboleh balikan."

"Kedua, gausah nangisin cowo brengsek macem Namjoon."

"Ketiga, makan yang banyak. Galau boleh tapi makan jangan dilupain."

"Keempat, lo harus mau jadi pacar gue."

Gadis bersurai hitam itu mengangguk bermaksud menyetujui kata-kata Jin. Namun ia tersadar dengan kata-kata yang terakhir.

"Yang terakhir apaan?"

"Jadi. Pacar. Kim. Seok. Jin."

Tidak. Ara tidak terkejut sama sekali. Ekspresinya tidak menunjukkan bahwa ia terkejut dengan pernyataan tersebut. Rasanya konyol saja Jin mengatakan hal tersebut padanya. Dan tidak mungkin Jin menyukainya.

"Bercanda mulu lo. Sahabat lagi sedih juga." Ujar Ara.

"Sini coba liat gue."

Ara kembali menghadap Jin. Ia menatap pria itu dengan ekspresi yang menurut Jin 'sok imut'. Membuatnya ingin mencubit pipi chubby gadis itu.

"Coba liat muka ganteng gue. Keliatan kaya orang bohong gak?" Tanya Jin.

Ara menatap Jin dengan ekspresi pura-pura serius. Keningnya mengerut seolah-olah ia sedang meneliti sesuatu.

"Ra, gue serius loh ini."

"Gue suka sama lo."

Gadis itu terdiam kembali. Antara percaya dan tidak percaya sahabatnya mengatakan hal semacam itu. Lucu rasanya kalau Jin memang benar-benar meminta Ara menjadi pacaranya.

Mungkin bagi sebagian orang, sahabat menjadi pacar itu bukanlah hal yang aneh. Tetapi tidak bagi Ara. Hal itu terasa aneh dan konyol.

"Aneh emang tiba-tiba gue ngomong gini ke lo. Tapi gue serius, minta lo jadi pacar gue."

"Kenapa..."

"Ya karena aku suka sama kamu, Jung Ara."

"Buktinya?"

Jin menghela nafasnya sejenak. Dengan rasa percaya diri, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ara. Dan..

Cup

Pria bermarga Kim itu mengecup bibir Ara sekilas. Lalu menjauhkan wajahnya lagi.

Wajah keduanya sama-sama memanas. Ara terdiam. Matanya membelalak. Teekejut dengan perlakuan Jin yang diluar dugaan.

"Eh.. Ngapain.."

"Tuh buktinya."

"Karena lo udah dicium, sekarang lo fix punya gue." Lanjut Jin.

A Month Full of HappinessWhere stories live. Discover now